PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk (MKN) menawarkan saham perdana pada initial public offering (IPO) Rp 200-300 selembar. Produsen tablet komputer CyrusPad itu menawarkan 200 juta lembar saham. Jumlah saham yang ditawarkan kepada publik setara 20% dari total model disetor. Dengan demikian, dana yang bisa diraup dari aksi korporasi ini sekitar Rp 40-60 miliar.
Seperti dikutip dari prospektus ringkas perseroan, Rabu (30/9/2015), sebanyak 70% dana hasil IPO akan digunakan untuk modal kerja. Sedangkan 30% sisanya untuk membayar sebagian utang bank. Sebanyak Rp 15 miliar akan dipakai untuk membayar utang ke PT Bank JTrust Indonesia Tbk (dulu bank Mutiara) Saldo utang perseroan di Bank JTrust adalah Rp 22,5 miliar. Utang ini akan jatuh tempo pada Desember 2015. Sisa utangnya akan dilunasi pakai kas internal perusahaan.
Perusahaan yang berdiri tahun 2008 ini akan mulai menggelar penawaran awal pada 28 September sampai 6 Oktober 2015. Setelah ada pernyataan efektif dari OJK pada 16 Oktober, perseroan akan melanjutkan ke penawaran umum pada 20-21 Oktober 2015. Saham MKN akan dicatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 26 Oktober 2015. Bisnis perseroan saat ini adalah perdagangan telepon seluler (ponsel), gadget (smatphone, phablet, dan lain-lain) dan voucher. Perseroan merupakan agen tunggal pemegang merek gadget Cyrus dan berperan sebagai importir serta wholesaler untuk produk tersebut.
Perseroan bekerjasama dengan operator-operator telekomunikasi di Indonesia seperti PT Indosat Tbk (ISAT), PT XL Axiata Tbk (EXCL), PT Telkom Tbk (TLKM) dan PT Hutchison 3 Indonesia dalam mendistribusikan voucher dengan produk ponsel perseroan, maupun dijual secara wholesale atau ritel langsung kepada pengguna.
Saat ini perseroan punya pusat layanan purna jual yang disebut Cyrus Care Center di 10 kota besar Indonesia. Sementara itu, untuk retail outlet Perseroan punya 10 Cyrus Store yang menjual semua produk Cyrus di 9 kota besar Indonesia.
Mayoritas saham MKN dikuasai oleh PT Media Komunikasi Nusantara Korporindo Tbk yang dulu sahamnya terdaftar di BEI dengan kode DMAD waktu masih bernama PT Dharmindo Adhiduta Tbk. BEI mencopot atau delisting saham DMAD dari papan perdagangan bursa pada 12 Maret 1999.
Wednesday, September 30, 2015
Pengusaha Tambang Banyak PHK Karyawan Tanpa Pemberitahuan
Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) mencatat sedikitnya 40.000 orang tenaga kerja di sektor pertambangan bauksit dan batu bara mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejak akhir tahun 2013. Tapi sengaja tidak dilaporkan. Ketua APB3I Erry Sofyan saat berbincang dengan awak media siang ini menjelaskan, di 2013 dan 2014, tenaga kerja yang mengalami PHK mendapatkan pesangon yang cukup besar, sehingga dampak PHK di tahun-tahun tersebut tidak terlalu terasa.
"Dampak PHK tahun 2014 itu nggak terlalu terasa karena mereka (yang kena PHK) mendapat pesangon 10-20 kali gaji. Sehingga mereka bisa hidup 1 tahun lebih," ujar dia di Menara Global, Jakarta, Selasa (29/9/2015). Kondisi ini, menurut Erry, dimanfaatkan sejumlah oknum pejabat untuk menjaga kredibilitas kerjanya dengan melaporkan bahwa tidak pernah ada PHK di periode jabatannya. "Jadi kalau ada pejabat yang mau laporannya asal bapak senang saja, mereka akan bilang tidak ada PHK.Toh karena kan mereka (pekerja yang di-PHK) tetap dapat gaji sampai 20 bulan setelah mereka di-PHK," sebutnya.
Di tahun 2015 ini, sambung dia, adalah tahun yang sulit bagi pemerintah. Karena, tenaga kerja yang tadinya mendapat pesangon besar mulai kehabisan uang. Ditambah besarnya tekanan dari pelemahan ekonomi dunia memberikan dampak dari PHK ini semakin terasa. "Tahun 2015 dampaknya mulai terasa besar karena uang mereka mulai habis. Ditambah ekonomi global sedang memburuk makanya dampak ini sangat terasa. Jadi PHK sekarang sebenarnya bukan apa-apa. Ini akumulasi PHK dari tahun lalu. Tahun ini ada PHK ditambah dengan orang yang kena PHK, uang pesangonnya sudah mulai habis," pungkas dia.
Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus menjadi seiring perlambatan ekonomi Indonesia. Kondisi ini juga terjadi di sektor pertambangan bauksit. Uniknya, gelombang PHK di sektor ini sudah dimulai lama sejak akhir 2013 lalu. Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) dalam diskusi dengan awak media mengungkapkan, sejak akhir 2013 ada sedikitnya 40.000 orang tenaga kerja sudah di-PHK hingga saat ini.
"Kita punya data seluruh tenaga kerja di sektor bauksit yang mengalami PHK seluruhnya mencapai 40.000 itu tenaga kerja langsung. Artinya yang bekerja di industri langsung dari mulai tenaga penambang, operator alat berat, engineer, dan tenaga skilled (terampil) lainnya," ungkap dia di Menara Global, Gatot Subroto,Jakarta, Selasa (29/9/2015). Ia menjelaskan, PHK besar-besaran di sektor ini terjadi dalam rentang Desember 2013 hingga Februari 2014. 40.000 tenaga kerja yang diberhentikan berasal dari 51 perusahaan di sektor pertambangan Bauksit dan Bijih Besi yang tergabung sebagai anggota APB3I.
Diantara yang sudah melakukan PHK hingga saat ini adalah PT Harita Prima Abadi Mineral yang melakukan PHK terhadap 4.500 orang tenaga kerja, PT Central Omega Resources yang telah melakukan PHK terhadap 3.000 orang tenaga kerja. Hal ini disebebkan oleh perubahan regulasi saat itu ketika pemerintah melakukan pelarangan ekspor bauksit dalam bentuk mentah. Hal ini memaksa pengusaha tambang di sektor ini harus memangkas sebagian besar tenaga kerjanya.
Larangan ekspor mineral mentah ini diberlakukan sejak 12 Januari 2014.
Kebanyakan tenaga kerja yang di-PHK adalah tenaga kerja lapangan yang bekerja langsung di sektor produksi dalam hal ini yang melakukan aktivitas pertambangan. Sisanya tinggal pegawai manajemen di kantor pusat dan beberapa orang di kantor perwakilan. "Bisa dikatakan sebagian besar (kena PHK). Ada perusahaan yang punya karyawan 2.000 sekarang tinggal 300 orang. Itu untuk kegiatan manajemen dan administrasi. Termasuk menjaga aset-aset yang mereka punya di kantor-kantor perwakilan maupun di lokasi tambang," pungkas dia. Pada 12 Januari 2014 lalu pemerintah memutuskan melarang ekspor mineral mentah termasuk bauksit. Kabijakan tersebut membuat banyak perusahaan tambang bauksit melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawannya, jumlahnya total mencapai 40.000 pekerja. Bila kebijakan ini dicabut maka pengusaha siap merekrut kembali pekerja yang di PHK.
"40.000 tenaga kerja langsung yang tadinya berhenti (bekerja dari sektor pertambangan bauksit) bisa kita tarik lagi, bila kita boleh ekspor lagi," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Erry Sofyan, saat berbincang dengan awak media di Menara Global, Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Bukan hanya tenaga kerja langsung. Ia mengungkapkan, dengan diperbolehkannya lagi komoditi bauksit diekspor, maka perusahaan-perusahaan tambang bauksit dapat kembali beroperasi sehingga kegiatan ekonomi di sekitar tambang juga akan ikut bergerak. "Dampak terbesarnya lebih pada yang tidak langsung seperti warung makan, transportasi, perkapalan. Jangan salah, warung-warung makan di mulut tambang itu sayurannya dari Pulau Jawa. Jadi kalau itu bergerak, bukan hanya yang di mulut tambang ekonomi yang bergerak, tapi seluruh Indonesia," kata dia.
Ia pun menambahkan, langkah ini merupakan solusi di tengah ketidakpastian sektor pertambangan saat ini. Bauksit, kata dia, hanya bisa dimanfaatkan oleh pabrik pembuat alumina. Sayangnya, di tanah air tidak banyak perusahaan yang memproduksi alumina. Dengan kata lain, produksi bauksit nasional belum bisa diserap untuk kebutuhan dalam negeri sendiri sehingga harus dijual ke pasar ekspor. "PT Arbaya Energi dengan Rusia Alumina yang katanya mau bangun Smelter Alumina di Kalbar juga nggak ada kejelasan sampai sekarang. Jadi barang kita nggak ada yang serap di dalam negeri," katanya.
Meski demikian, pihaknya juga tak ingin Pemerintah mengambil keputusan yang ceroboh. Untuk itu, pihaknya pun menawarkan sejumlah solusi untuk mengantisipasi terjadinya volume ekspor Bauksit yang berlebihan berupa langkah pengendalian. "Pengendalian produksi Bauksit dapat dilakukan dengan cara pembatasan jumlah produksi dan pengendalian ekspor bauksit dapat dilakukan, dengan cara pembatasan volume ekspor melalui penetapan kuota produksi dan ekspor pertahun secara nasional," pungkas dia.
"Dampak PHK tahun 2014 itu nggak terlalu terasa karena mereka (yang kena PHK) mendapat pesangon 10-20 kali gaji. Sehingga mereka bisa hidup 1 tahun lebih," ujar dia di Menara Global, Jakarta, Selasa (29/9/2015). Kondisi ini, menurut Erry, dimanfaatkan sejumlah oknum pejabat untuk menjaga kredibilitas kerjanya dengan melaporkan bahwa tidak pernah ada PHK di periode jabatannya. "Jadi kalau ada pejabat yang mau laporannya asal bapak senang saja, mereka akan bilang tidak ada PHK.Toh karena kan mereka (pekerja yang di-PHK) tetap dapat gaji sampai 20 bulan setelah mereka di-PHK," sebutnya.
Di tahun 2015 ini, sambung dia, adalah tahun yang sulit bagi pemerintah. Karena, tenaga kerja yang tadinya mendapat pesangon besar mulai kehabisan uang. Ditambah besarnya tekanan dari pelemahan ekonomi dunia memberikan dampak dari PHK ini semakin terasa. "Tahun 2015 dampaknya mulai terasa besar karena uang mereka mulai habis. Ditambah ekonomi global sedang memburuk makanya dampak ini sangat terasa. Jadi PHK sekarang sebenarnya bukan apa-apa. Ini akumulasi PHK dari tahun lalu. Tahun ini ada PHK ditambah dengan orang yang kena PHK, uang pesangonnya sudah mulai habis," pungkas dia.
Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus menjadi seiring perlambatan ekonomi Indonesia. Kondisi ini juga terjadi di sektor pertambangan bauksit. Uniknya, gelombang PHK di sektor ini sudah dimulai lama sejak akhir 2013 lalu. Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) dalam diskusi dengan awak media mengungkapkan, sejak akhir 2013 ada sedikitnya 40.000 orang tenaga kerja sudah di-PHK hingga saat ini.
"Kita punya data seluruh tenaga kerja di sektor bauksit yang mengalami PHK seluruhnya mencapai 40.000 itu tenaga kerja langsung. Artinya yang bekerja di industri langsung dari mulai tenaga penambang, operator alat berat, engineer, dan tenaga skilled (terampil) lainnya," ungkap dia di Menara Global, Gatot Subroto,Jakarta, Selasa (29/9/2015). Ia menjelaskan, PHK besar-besaran di sektor ini terjadi dalam rentang Desember 2013 hingga Februari 2014. 40.000 tenaga kerja yang diberhentikan berasal dari 51 perusahaan di sektor pertambangan Bauksit dan Bijih Besi yang tergabung sebagai anggota APB3I.
Diantara yang sudah melakukan PHK hingga saat ini adalah PT Harita Prima Abadi Mineral yang melakukan PHK terhadap 4.500 orang tenaga kerja, PT Central Omega Resources yang telah melakukan PHK terhadap 3.000 orang tenaga kerja. Hal ini disebebkan oleh perubahan regulasi saat itu ketika pemerintah melakukan pelarangan ekspor bauksit dalam bentuk mentah. Hal ini memaksa pengusaha tambang di sektor ini harus memangkas sebagian besar tenaga kerjanya.
Larangan ekspor mineral mentah ini diberlakukan sejak 12 Januari 2014.
Kebanyakan tenaga kerja yang di-PHK adalah tenaga kerja lapangan yang bekerja langsung di sektor produksi dalam hal ini yang melakukan aktivitas pertambangan. Sisanya tinggal pegawai manajemen di kantor pusat dan beberapa orang di kantor perwakilan. "Bisa dikatakan sebagian besar (kena PHK). Ada perusahaan yang punya karyawan 2.000 sekarang tinggal 300 orang. Itu untuk kegiatan manajemen dan administrasi. Termasuk menjaga aset-aset yang mereka punya di kantor-kantor perwakilan maupun di lokasi tambang," pungkas dia. Pada 12 Januari 2014 lalu pemerintah memutuskan melarang ekspor mineral mentah termasuk bauksit. Kabijakan tersebut membuat banyak perusahaan tambang bauksit melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawannya, jumlahnya total mencapai 40.000 pekerja. Bila kebijakan ini dicabut maka pengusaha siap merekrut kembali pekerja yang di PHK.
"40.000 tenaga kerja langsung yang tadinya berhenti (bekerja dari sektor pertambangan bauksit) bisa kita tarik lagi, bila kita boleh ekspor lagi," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Erry Sofyan, saat berbincang dengan awak media di Menara Global, Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Bukan hanya tenaga kerja langsung. Ia mengungkapkan, dengan diperbolehkannya lagi komoditi bauksit diekspor, maka perusahaan-perusahaan tambang bauksit dapat kembali beroperasi sehingga kegiatan ekonomi di sekitar tambang juga akan ikut bergerak. "Dampak terbesarnya lebih pada yang tidak langsung seperti warung makan, transportasi, perkapalan. Jangan salah, warung-warung makan di mulut tambang itu sayurannya dari Pulau Jawa. Jadi kalau itu bergerak, bukan hanya yang di mulut tambang ekonomi yang bergerak, tapi seluruh Indonesia," kata dia.
Ia pun menambahkan, langkah ini merupakan solusi di tengah ketidakpastian sektor pertambangan saat ini. Bauksit, kata dia, hanya bisa dimanfaatkan oleh pabrik pembuat alumina. Sayangnya, di tanah air tidak banyak perusahaan yang memproduksi alumina. Dengan kata lain, produksi bauksit nasional belum bisa diserap untuk kebutuhan dalam negeri sendiri sehingga harus dijual ke pasar ekspor. "PT Arbaya Energi dengan Rusia Alumina yang katanya mau bangun Smelter Alumina di Kalbar juga nggak ada kejelasan sampai sekarang. Jadi barang kita nggak ada yang serap di dalam negeri," katanya.
Meski demikian, pihaknya juga tak ingin Pemerintah mengambil keputusan yang ceroboh. Untuk itu, pihaknya pun menawarkan sejumlah solusi untuk mengantisipasi terjadinya volume ekspor Bauksit yang berlebihan berupa langkah pengendalian. "Pengendalian produksi Bauksit dapat dilakukan dengan cara pembatasan jumlah produksi dan pengendalian ekspor bauksit dapat dilakukan, dengan cara pembatasan volume ekspor melalui penetapan kuota produksi dan ekspor pertahun secara nasional," pungkas dia.
Gelombang PHK Jilid 2 Ancam Industri Migas
Industri hulu minyak dan gas bumi tidak lepas dari gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) tahun ini, hal tersebut terjadi karena anjloknya harga minyak dunia yang menyentuh US$ 38 per barel pada Februari 2015.
Seperti diungkapkan Ahmad Kudus, Commercial & Business Development Director, PT Pertamina Gas, dalam acara Business Forum Infrastruktur Migas di Indonesia, Majalah Oil&Gas dan Komunitas Migas Indonesia di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (30/9/2015). "Harga minyak dunia mulai Juni 2014 yang tadinya rata-rata US$ 107 per barel langsung drop pada Februari ke US$ 38 per barrel," kata Ahmad.
Turunnya harga minyak sangat drastis tersebut membuat banyak perusahaan minyak di dunia dan Indonesia melakukan PHK. "Sejak saat itu musim PHK perusahaan minyak dan gas bumi," ungkapnya. Namun kata Ahmad, Pertamina belum mengambil langkah serupa atau PHK, Pertamina lebih memilih untuk memangkas dana investasi atau capital expenditure (capex).
"Conoco, Chevron, demikian juga Pertamina melakukan restrukturisasi. Pertamina potong anggaran Capex sekitar 20-30% dari US$ 3,2 miliar. Ini disebabkan harga minyak mentah dunia Mei-Agustus 2015 terus merosot," katanya.
Seperti diungkapkan Ahmad Kudus, Commercial & Business Development Director, PT Pertamina Gas, dalam acara Business Forum Infrastruktur Migas di Indonesia, Majalah Oil&Gas dan Komunitas Migas Indonesia di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (30/9/2015). "Harga minyak dunia mulai Juni 2014 yang tadinya rata-rata US$ 107 per barel langsung drop pada Februari ke US$ 38 per barrel," kata Ahmad.
Turunnya harga minyak sangat drastis tersebut membuat banyak perusahaan minyak di dunia dan Indonesia melakukan PHK. "Sejak saat itu musim PHK perusahaan minyak dan gas bumi," ungkapnya. Namun kata Ahmad, Pertamina belum mengambil langkah serupa atau PHK, Pertamina lebih memilih untuk memangkas dana investasi atau capital expenditure (capex).
"Conoco, Chevron, demikian juga Pertamina melakukan restrukturisasi. Pertamina potong anggaran Capex sekitar 20-30% dari US$ 3,2 miliar. Ini disebabkan harga minyak mentah dunia Mei-Agustus 2015 terus merosot," katanya.
Daftar Perusahaan Tambang Dunia Yang Bangkrut Akibat Krisis Ekonomi Dunia 2015
Terus melemahnya harga komoditas, mempengaruhi kelangsungan bisnis perusahaan tambang. Sudah banyak perusahaan tambang di Indonesia menghentikan operasi, dan merumahkan pegawainya untuk sementara. Hal yang sama terjadi juga di luar negeri, salah satunya di raksasa tambang Glencore. Banyak pihak yang memprediksi perusahaan yang bermarkas di Swiss itu sudah di ujung tanduk, dan tak lama lagi kolaps.
Prediksi ini bukan tanpa alasan. Saham Glencore sudah anjlok hingga 29% di perdagangan awal pekan. Meski kemarin sahamnya sudah naik 17%, tapi tetap saja nilainya masih jatuh 73% sepanjang 2015. Sekarang harga sahamnya hanya 80 pence (Rp 16.000) per lembar dibandingkan harga pada penawaran umum alias initial public offering (IPO) 5,3 poundsterling (Rp 106.000) hampir lima tahun lalu.
Kendati demikian, manajemen menampik kalau perusahaan sedang dalam masalah serius. "Sama sekali tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan," kata manajemen Glencore . "Bisnis kami tetap berjalan dan kuat secara finansial. Kami punya arus kas yang positif, likuiditas yang baik, dan tidak ada sama sekali tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan," jelas manajemen.
Jatuhnya harga saham perusahaan terutama disebabkan oleh lesunya bisnis komoditas akibat harga yang terus menukik tajam. Selain itu, berkurangnya permintaan komoditas China membuat omzet perusahaan berkurang. Beberapa analis memprediksi Glencore akan semakin terpuruk jika bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), menaikkan tingkat suku bunganya.
Begitu bunga AS naik, maka dolar pun semakin tinggi. Rata-rata penjualan komoditas dilakukan memakai dolar AS. Sehingga ketika semakin tinggi dolar, kompensasinya harga komoditas semakin turun. Selain itu, Glencore juga terlilit utang yang jumlahnya sangat besar. Pinjaman ini didapat Glencore saat booming harga komoditas. Begitu harganya turun, utangnya jadi makin sulit dilunasi. Akibatnya, Glencore harus menjual aset dan menerbitkan saham baru untuk melunasi utang-utangnya tersebut.
Dunia tak lagi melihat lonjakan harga komoditas seperti tahun-tahun sebelumnya. Harga komoditas-komoditas kini cenderung sudah tiarap. Akibatnya, banyak perusahaan yang mengalami berbagai masalah, mulai dari omzet yang turun, stok produk menumpuk, sampai terpaksa menghentikan operasi sementara. Beberapa perusahaan tambang di Indonesia rata-rata mengalami hal ini, apalagi ada yang sampai merumahkan karyawan. Tak hanya di dalam negeri, perusahaan tambang kelas dunia juga mulai terimbas rendahnya harga komoditas.
Salah satunya ada perusahaan tambang yang bermarkas di Swiss, Glencore Xstrata. Selain omzet turun, perusahaan yang dipimpin CEO, Ivan Glasenberg ini, juga punya utang yang menggunung. Harga komoditas yang lesu tentu bukan hal yang baik bagi Glencore. Pada penutupan perdagangan Senin waktu setempat, saham Glencore jatuh hampir 30% ke titik terendahnya sepanjang masa.
Kapitalisasi pasarnya terpangkas 3,5 miliar poundsterling (Rp 70 triliun) hanya dalam waktu singkat. Waktu pertama kali jual saham di bursa (IPO), perusahaan meraup dana hingga US$ 10 miliar dan membuat para pemegang sahamnya mendadak jadi miliuner. Roda berputar, nasib pun berubah. Glencore yang dulu diuntungkan oleh tingginya harga komoditas kini menjadi perusahaan yang terlilit utang senilai US$ 30 miliar (Rp 420 triliun).
Glasenberg pun menghadapi tekanan dari para pemegang saham, untuk memangkas jumlah utang perusahaan tembaga dan batu bara itu. Sebab peringkat utangnya sudah diturunkan berkali-kali oleh lembaga pemeringkat internasional. Bagaimana caranya? Banyak langkah diambil Glasenberg, mulai dari menyetop pemberian dividen ke pemegang saham, menjual aset, dan lain-lain.
"JIka harga komoditas bertahan di harga rendah seperti sekarang ini, analisa kami, jika mereka (Glencore) tidak lakukan restrukturisasi maka hampir semua nilai modal Glencore dan Anglo American bisa habis," kata analis dari bank investasi Investec yang bermarkas di London. Glencore sudah meraup US$ 2,5 miliar dari penerbitan saham baru. Saham-saham ini rata-rata dibeli oleh direksi dan karyawan perusahaan untuk menambah kepercayaan pasar terhadap perusahaan.
Pemegang saham terbesar Glencore berdasarkan data Thomson Reuters Eikon yaitu Glasenberg (8,4%) dan Qatar Holding (8,2%). Qatar Holding juga merupakan salah satu pemegang saham kunci di Volkswagen, produsen mobil asal Jerman. Selain Glencore, perusahaan tambang asal Australia bernama Anglo American juga mengalami masalah yang sama.
Prediksi ini bukan tanpa alasan. Saham Glencore sudah anjlok hingga 29% di perdagangan awal pekan. Meski kemarin sahamnya sudah naik 17%, tapi tetap saja nilainya masih jatuh 73% sepanjang 2015. Sekarang harga sahamnya hanya 80 pence (Rp 16.000) per lembar dibandingkan harga pada penawaran umum alias initial public offering (IPO) 5,3 poundsterling (Rp 106.000) hampir lima tahun lalu.
Kendati demikian, manajemen menampik kalau perusahaan sedang dalam masalah serius. "Sama sekali tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan," kata manajemen Glencore . "Bisnis kami tetap berjalan dan kuat secara finansial. Kami punya arus kas yang positif, likuiditas yang baik, dan tidak ada sama sekali tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan," jelas manajemen.
Jatuhnya harga saham perusahaan terutama disebabkan oleh lesunya bisnis komoditas akibat harga yang terus menukik tajam. Selain itu, berkurangnya permintaan komoditas China membuat omzet perusahaan berkurang. Beberapa analis memprediksi Glencore akan semakin terpuruk jika bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), menaikkan tingkat suku bunganya.
Begitu bunga AS naik, maka dolar pun semakin tinggi. Rata-rata penjualan komoditas dilakukan memakai dolar AS. Sehingga ketika semakin tinggi dolar, kompensasinya harga komoditas semakin turun. Selain itu, Glencore juga terlilit utang yang jumlahnya sangat besar. Pinjaman ini didapat Glencore saat booming harga komoditas. Begitu harganya turun, utangnya jadi makin sulit dilunasi. Akibatnya, Glencore harus menjual aset dan menerbitkan saham baru untuk melunasi utang-utangnya tersebut.
Dunia tak lagi melihat lonjakan harga komoditas seperti tahun-tahun sebelumnya. Harga komoditas-komoditas kini cenderung sudah tiarap. Akibatnya, banyak perusahaan yang mengalami berbagai masalah, mulai dari omzet yang turun, stok produk menumpuk, sampai terpaksa menghentikan operasi sementara. Beberapa perusahaan tambang di Indonesia rata-rata mengalami hal ini, apalagi ada yang sampai merumahkan karyawan. Tak hanya di dalam negeri, perusahaan tambang kelas dunia juga mulai terimbas rendahnya harga komoditas.
Salah satunya ada perusahaan tambang yang bermarkas di Swiss, Glencore Xstrata. Selain omzet turun, perusahaan yang dipimpin CEO, Ivan Glasenberg ini, juga punya utang yang menggunung. Harga komoditas yang lesu tentu bukan hal yang baik bagi Glencore. Pada penutupan perdagangan Senin waktu setempat, saham Glencore jatuh hampir 30% ke titik terendahnya sepanjang masa.
Kapitalisasi pasarnya terpangkas 3,5 miliar poundsterling (Rp 70 triliun) hanya dalam waktu singkat. Waktu pertama kali jual saham di bursa (IPO), perusahaan meraup dana hingga US$ 10 miliar dan membuat para pemegang sahamnya mendadak jadi miliuner. Roda berputar, nasib pun berubah. Glencore yang dulu diuntungkan oleh tingginya harga komoditas kini menjadi perusahaan yang terlilit utang senilai US$ 30 miliar (Rp 420 triliun).
Glasenberg pun menghadapi tekanan dari para pemegang saham, untuk memangkas jumlah utang perusahaan tembaga dan batu bara itu. Sebab peringkat utangnya sudah diturunkan berkali-kali oleh lembaga pemeringkat internasional. Bagaimana caranya? Banyak langkah diambil Glasenberg, mulai dari menyetop pemberian dividen ke pemegang saham, menjual aset, dan lain-lain.
"JIka harga komoditas bertahan di harga rendah seperti sekarang ini, analisa kami, jika mereka (Glencore) tidak lakukan restrukturisasi maka hampir semua nilai modal Glencore dan Anglo American bisa habis," kata analis dari bank investasi Investec yang bermarkas di London. Glencore sudah meraup US$ 2,5 miliar dari penerbitan saham baru. Saham-saham ini rata-rata dibeli oleh direksi dan karyawan perusahaan untuk menambah kepercayaan pasar terhadap perusahaan.
Pemegang saham terbesar Glencore berdasarkan data Thomson Reuters Eikon yaitu Glasenberg (8,4%) dan Qatar Holding (8,2%). Qatar Holding juga merupakan salah satu pemegang saham kunci di Volkswagen, produsen mobil asal Jerman. Selain Glencore, perusahaan tambang asal Australia bernama Anglo American juga mengalami masalah yang sama.
Tuesday, September 29, 2015
Daftar Tarif Jasa Patwal Kepolisian Republik Indonesia
Pengawalan resmi memang bisa diberikan buat pejabat negara, seperti tertuang dalam UU No 22 Tahun 2009 Pasal 134. Namun, dalam pasal tersebut masih ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk menggunakan jasa patwal. Contohnya, mobil mewah non-pejabat atau kegiatan touring beberapa kelompok. Ternyata, untuk memanfaatkan jasa "sewa' patwal ini memang tak susah. Sumber yang pernah menyewa jasa patwal. Dijelaskan, jika belum ada kenalan dengan "orang dalam" kepolisian, kita bisa langsung datang ke kantor polisi dan tinggal bilang minta jasa pengawalan.
Nantinya ada beberapa proses yang harus dilalui dan ternyata tidak sulit. Setelah semua proses tersebut selesai, patwal sudah siap mengawal perjalanan. “Kalau saya karena ada kenalan jadi bisa langsung hubungi oknum polisi itu. Tapi kalau tidak ada kenalan, misalnya sedang berada di luar kota ingin pakai jasa patwal, tinggal datang saja ke kantor polisi. Setelah semua urusannya selesai, kita siap dikawal,” kata sumber yang identitasnya dirahasiakan itu.
Tarif
Mengenai tarif, sumber itu mengatakan untuk pengawalan menggunakan mobil patroli, kisaran sampai Rp 2 jutaan. Sedangkan pengawalan menggunakan sepeda motor mulai dari Rp 750.000 hingga Rp 1 jutaan.
"Itu tergantung wilayahnya juga, tapi sebagaian besar tarif sewanya sebesar itu. Harga itu juga untuk sekali jalan, kalau pulang mau dikawal lagi berarti bayar dua kali,” ucapnya. Jika menggunakan jasa patwal ke luar kota, misalnya dari Jakarta ke Bandung, petugas tersebut tidak harus berkoordinasi secara khusus dengan petugas setempat. Sebab, selama dia menggunakan jasa patwal ke luar kota, petugas kepolisian setempat tidak mengganggu aktivitas rombongan yang dikawal atau pun sebaliknya.
“Jadi sepertinya mereka tahu sama tahu saja. Misalnya lintas dari Polda Metro ke Jawa Barat, semuanya biasa saja berjalan dengan lancar, mungkin ketika ketemu dengan polisi setempat, petugas yang mengawal kita hanya berkomunikasi secara internal dan tidak ada hambatan apa-apa,” katanya lagi. Sementara itu, Kabid Bin Gakkum Korlantas Polri Kombes Pol Indrajit membeberkan, masyarakat yang ingin menggunakan jasa patwal diminta untuk memberikan surat keterangan kegiatan yang ingin dikawal oleh polisi. Nantinya, pihak kepolisian akan mempertimbangkan hal tersebut.
“Jika dianggap penting maka polisi siap melakukan pengawalan. Tidak semua permintaan masyarakat yang ingin di patwal kita terima karena kita juga mempertimbangkan berbagai hal,” ucap Indrajit. Setelah masyarakat itu dikawal, lanjut Indrajit, tugas kepolisian adalah melindungi dan membawa orang tersebut dengan selamat sampai di tempat tujuan. “Kalau yang tidak penting dan tidak membuat kemacetan kita tidak akan terima permintaan pengawalan itu,” katanya.
Kemacetan adalah rutinitas yang sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat di kota besar seperti Jakarta. Kemacetan tidak bisa dihindari, terlebih pada jam sibuk, akibat terjadinya penumpukan kendaraan, dengan tujuan yang sama. Ironisnya, alih-alih menghadapi kemacetan, banyak masyarakat kelas atas yang mencari celah untuk menghadapi kemacetan, salah satunya dengan "menyewa" patwal (patroli dan pengawalan) dari kepolisian.
Anda yang setiap hari melewati ruas Tol Jagorawi atau tol dalam kota pasti bisa dengan mudah melihat mobil yang dikawal petugas. Tak hanya pejabat yang memiliki nomor polisi R1 sekian atau RFS, mobil mewah dengan nopol umum pun kerap mendapat pengawalan. Para pengguna jalan lain hanya bisa mengelus dada ketika bunyi sirene sudah mengintimidasi di belakang kendaraan. Terkadang para petugas patwal ini terlihat galak dan kerap melakukan manuver yang tidak perlu untuk meminta jalan.
"Goblok, kamu tidak dengar di belakang ada rombongan, kenapa tidak kasih jalan? Mau saya tangkap kamu!" maki oknum petugas kepolisian kepada seorang sopir mobil boks di ruas tol dalam kota yang tertangkap mata, beberapa waktu lalu.
Nantinya ada beberapa proses yang harus dilalui dan ternyata tidak sulit. Setelah semua proses tersebut selesai, patwal sudah siap mengawal perjalanan. “Kalau saya karena ada kenalan jadi bisa langsung hubungi oknum polisi itu. Tapi kalau tidak ada kenalan, misalnya sedang berada di luar kota ingin pakai jasa patwal, tinggal datang saja ke kantor polisi. Setelah semua urusannya selesai, kita siap dikawal,” kata sumber yang identitasnya dirahasiakan itu.
Tarif
Mengenai tarif, sumber itu mengatakan untuk pengawalan menggunakan mobil patroli, kisaran sampai Rp 2 jutaan. Sedangkan pengawalan menggunakan sepeda motor mulai dari Rp 750.000 hingga Rp 1 jutaan.
"Itu tergantung wilayahnya juga, tapi sebagaian besar tarif sewanya sebesar itu. Harga itu juga untuk sekali jalan, kalau pulang mau dikawal lagi berarti bayar dua kali,” ucapnya. Jika menggunakan jasa patwal ke luar kota, misalnya dari Jakarta ke Bandung, petugas tersebut tidak harus berkoordinasi secara khusus dengan petugas setempat. Sebab, selama dia menggunakan jasa patwal ke luar kota, petugas kepolisian setempat tidak mengganggu aktivitas rombongan yang dikawal atau pun sebaliknya.
“Jadi sepertinya mereka tahu sama tahu saja. Misalnya lintas dari Polda Metro ke Jawa Barat, semuanya biasa saja berjalan dengan lancar, mungkin ketika ketemu dengan polisi setempat, petugas yang mengawal kita hanya berkomunikasi secara internal dan tidak ada hambatan apa-apa,” katanya lagi. Sementara itu, Kabid Bin Gakkum Korlantas Polri Kombes Pol Indrajit membeberkan, masyarakat yang ingin menggunakan jasa patwal diminta untuk memberikan surat keterangan kegiatan yang ingin dikawal oleh polisi. Nantinya, pihak kepolisian akan mempertimbangkan hal tersebut.
“Jika dianggap penting maka polisi siap melakukan pengawalan. Tidak semua permintaan masyarakat yang ingin di patwal kita terima karena kita juga mempertimbangkan berbagai hal,” ucap Indrajit. Setelah masyarakat itu dikawal, lanjut Indrajit, tugas kepolisian adalah melindungi dan membawa orang tersebut dengan selamat sampai di tempat tujuan. “Kalau yang tidak penting dan tidak membuat kemacetan kita tidak akan terima permintaan pengawalan itu,” katanya.
Kemacetan adalah rutinitas yang sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat di kota besar seperti Jakarta. Kemacetan tidak bisa dihindari, terlebih pada jam sibuk, akibat terjadinya penumpukan kendaraan, dengan tujuan yang sama. Ironisnya, alih-alih menghadapi kemacetan, banyak masyarakat kelas atas yang mencari celah untuk menghadapi kemacetan, salah satunya dengan "menyewa" patwal (patroli dan pengawalan) dari kepolisian.
Anda yang setiap hari melewati ruas Tol Jagorawi atau tol dalam kota pasti bisa dengan mudah melihat mobil yang dikawal petugas. Tak hanya pejabat yang memiliki nomor polisi R1 sekian atau RFS, mobil mewah dengan nopol umum pun kerap mendapat pengawalan. Para pengguna jalan lain hanya bisa mengelus dada ketika bunyi sirene sudah mengintimidasi di belakang kendaraan. Terkadang para petugas patwal ini terlihat galak dan kerap melakukan manuver yang tidak perlu untuk meminta jalan.
"Goblok, kamu tidak dengar di belakang ada rombongan, kenapa tidak kasih jalan? Mau saya tangkap kamu!" maki oknum petugas kepolisian kepada seorang sopir mobil boks di ruas tol dalam kota yang tertangkap mata, beberapa waktu lalu.
Bila kita tilik kembali pasal yang mengatur patwal, dalam UU No 22 Tahun 2009 Pasal 134 tertulis sebagai berikut, "Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut: a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas; b. ambulans yang mengangkut orang sakit; c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas; d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia; e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara; f. iring-iringan pengantar jenazah; dan g. konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia."
Poin G kami beri penebalan karena tertulis sumir yang bisa menjadi celah untuk masyarakat atau oknum untuk menggunakan jasa patwal. Kata-kata "menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia" ini yang bisa disalahgunakan kepentingannya sehingga masyarakat yang mampu membayar polisi bisa mudah memperoleh jasa pengawalan.
Menurut Edo Rusyanto, Ketua Badan Pengawas RSA, dalam kondisi seperti ini, pihak kepolisian harus mengetahui makna pengawalan yang penting dan genting. Kita ambil contoh touring atau konvoi, atau juga pengawalan mobil mewah non-pejabat. Ini bukan sesuatu yang sifatnya genting. Beda dengan di jalan yang sama ada ambulans membawa orang sakit atau pemadam kebakaran yang sedang bertugas.
“Mana yang akan dilakukan oleh polisi? Jelas harus mendahulukan pemadam kebakaran dan ambulans. Itu artinya berada dalam kondisi genting. Kalau hanya konvoi, pejabat atau orang kaya lewat itu sifatnya tidak genting,” ucap Edo saat berbincang beberapa waktu lalu. Pada intinya adalah bagaimana caranya untuk selalu berbagi ruas jalan dengan sesama masyarakat. Para pejabat kepolisian, menurut Edo, juga harus bisa menanamkan pola penting dan genting, jangan sampai petugas di lapangan mengabaikan sifat genting dan penting.
“Menurut Anda, touring mobil atau motor itu genting? Dibilang penting juga tidak, karena apa pentingnya? Tapi kok bisa sampai seperti itu, kasihan orang lain yang benar-benar sedang membutuhkan jalan itu,” katanya.
Mari kita ambil contoh kejadian yang ekstrem, karena ada konvoi mobil atau sepeda motor, petugas sampai harus menutup jalan selama dua menit, padahal di jalan tersebut ada seseorang yang harus cepat tiba di apotek membeli obat untuk orangtuanya yang sakit. Tetapi, karena ada rombongan mobil dan motor tadi, dia telat membeli obat dan orangtuanya tidak tertolong.
“Kita harus ingat, di atas hukum ada yang namanya etika. Rombongan konvoi yang dikawal itu tidak melanggar hukum, tapi mereka merusak rasa keadilan publik dan mengganggu etika. Patwal menempatkan diri dengan tidak melanggar hukum, tapi melanggar etika,” ujar Edo.
Poin G kami beri penebalan karena tertulis sumir yang bisa menjadi celah untuk masyarakat atau oknum untuk menggunakan jasa patwal. Kata-kata "menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia" ini yang bisa disalahgunakan kepentingannya sehingga masyarakat yang mampu membayar polisi bisa mudah memperoleh jasa pengawalan.
Menurut Edo Rusyanto, Ketua Badan Pengawas RSA, dalam kondisi seperti ini, pihak kepolisian harus mengetahui makna pengawalan yang penting dan genting. Kita ambil contoh touring atau konvoi, atau juga pengawalan mobil mewah non-pejabat. Ini bukan sesuatu yang sifatnya genting. Beda dengan di jalan yang sama ada ambulans membawa orang sakit atau pemadam kebakaran yang sedang bertugas.
“Mana yang akan dilakukan oleh polisi? Jelas harus mendahulukan pemadam kebakaran dan ambulans. Itu artinya berada dalam kondisi genting. Kalau hanya konvoi, pejabat atau orang kaya lewat itu sifatnya tidak genting,” ucap Edo saat berbincang beberapa waktu lalu. Pada intinya adalah bagaimana caranya untuk selalu berbagi ruas jalan dengan sesama masyarakat. Para pejabat kepolisian, menurut Edo, juga harus bisa menanamkan pola penting dan genting, jangan sampai petugas di lapangan mengabaikan sifat genting dan penting.
“Menurut Anda, touring mobil atau motor itu genting? Dibilang penting juga tidak, karena apa pentingnya? Tapi kok bisa sampai seperti itu, kasihan orang lain yang benar-benar sedang membutuhkan jalan itu,” katanya.
Mari kita ambil contoh kejadian yang ekstrem, karena ada konvoi mobil atau sepeda motor, petugas sampai harus menutup jalan selama dua menit, padahal di jalan tersebut ada seseorang yang harus cepat tiba di apotek membeli obat untuk orangtuanya yang sakit. Tetapi, karena ada rombongan mobil dan motor tadi, dia telat membeli obat dan orangtuanya tidak tertolong.
“Kita harus ingat, di atas hukum ada yang namanya etika. Rombongan konvoi yang dikawal itu tidak melanggar hukum, tapi mereka merusak rasa keadilan publik dan mengganggu etika. Patwal menempatkan diri dengan tidak melanggar hukum, tapi melanggar etika,” ujar Edo.
Dirut Termuda BUMN PT Taman Wisata Candi Borobudur Diberhentikan Oleh Menteri BUMN Rini Soemarno
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) angkat suara perihal pemberhentian Direktur Utama PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Laily Prihatiningtyas (Tyas) pada Jumat (25/9/2015) kemarin. Menteri BUMN Rini Soemarno sebagai kuasa pemegang saham pemerintah memiliki pertimbangan khusus memberhentikan Dirut BUMN termuda di Indonesia.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata BUMN, Edwin Hidayat menyebut Tyas kini ditarik kembali ke Kementerian BUMN karena status awalnya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) BUMN saat ditunjuk sebagai Dirut TWC. Edwin menyebut tenaga dan pemikiran Tyas saat ini sangat dibutuhkan karena Kementerian BUMN sedang membutuhkan tenaga profesional pasca penambahan jumlah kedeputian.
"Mbak Tyas salah satu talent unggulan Kementerian BUMN jadi dengan organisasi kementerian saat ini, tenaganya sangat dibutuhkan," kata Edwin. Edwin menampik bila pemberhentian Tyas karena alasan kinerja perusahaan yang menurun pasca dipimpin Tyas hampir 2 tahun atau sejak November 2013 lalu. "Bukan (karena kinerja menurun). Kinerja TWC masih ok," jelasnya.
Pemberhentian Tyas, kata Edwin, sudah diberitahukan jauh-jauh hari. Tyas telah diinformasikan tentang kondisi Kementerian BUMN yang membutuhkan tenaga profesional yang andal. Apalagi Tyas merupakan PNS aktif Kementerian BUMN yang ditugaskan sementara sebagai Dirut TWC oleh Dahlan Iskan saat masih menjabat Menteri BUMN. "Mbak Tyas sudah diberi tahu beberapa bulan yang lalu secara lisan tentang rencana pengembaliannya ke Kementerian BUMN dan beliau paham," tuturnya.
Terkait statusnya sebagai PNS saat menjabat Dirut BUMN, Edwin menegaskan Tyas tetap sebagai pegawai pemerintahan. Saat diangkat di TWC, Tyas hanya menerima penugasan sementara sehingga bisa ditarik kembali ke Kementerian BUMN.
"Kalau PNS nggak gugur (statusnya saat jadi Dirut TWC). Jadi direksi kan karena penugasan. Tyas, Insya Allah baik-baik saja dan karirnya masih berlanjut," tegasnya. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno memberhentikan Direktur Utama (Dirut) PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Laily Prihatiningtyas. Keputusan ini terjadi pada Jumat (25/9/2015).
Laily saat diangkat sebagai Dirut TWC pada November 2013 lalu, masih berusia 27 tahun, diklaim sebagai Dirut BUMN termuda di Indonesia. Wanita lulusan S2 di Belanda ini diangkat oleh Dahlan Iskan saat masih menjabat Menteri BUMN. "Ibu Tyas diberhentikan sebagai Dirut terhitung Jumat kemarin," kata Kepala Bidang Komunikasi Publik Kementerian BUMN Teddy Purnama.
Sebagai pengganti, Kementerian BUMN menunjuk Purwanto yang merupakan Direktur SDM dan Keuangan TWC sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirut TWC. Saat ditanya alasan pemberhentian, Teddy mengaku tidak mengetahui. "Saya tidak paham soal itu," ujarnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, wanita kelahiran Desember 1985 ini membenarkan bahwa sejak 25 September kemarin sudah tidak menjabat sebagai Dirut TWC. "Saya sudah nggak di TWC per Jumat kemarin," ujar Laily Prihatiningtyas. Seperti diketahui, posisi seorang Direksi atau Dirut BUMN bisa menjabat selama 2 periode. Untuk 1 periode, seorang biasa menjabat selama 5 tahun. Tyas yang berlatar belakang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian BUMN ini praktis baru menjadi Dirut TWC kurang dari 2 tahun.
Saat diangkat oleh Dahlan Iskan pada 2 tahun lalu, Laily Prihatiningtyas menggantikan posisi Ricky Siahaan.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata BUMN, Edwin Hidayat menyebut Tyas kini ditarik kembali ke Kementerian BUMN karena status awalnya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) BUMN saat ditunjuk sebagai Dirut TWC. Edwin menyebut tenaga dan pemikiran Tyas saat ini sangat dibutuhkan karena Kementerian BUMN sedang membutuhkan tenaga profesional pasca penambahan jumlah kedeputian.
"Mbak Tyas salah satu talent unggulan Kementerian BUMN jadi dengan organisasi kementerian saat ini, tenaganya sangat dibutuhkan," kata Edwin. Edwin menampik bila pemberhentian Tyas karena alasan kinerja perusahaan yang menurun pasca dipimpin Tyas hampir 2 tahun atau sejak November 2013 lalu. "Bukan (karena kinerja menurun). Kinerja TWC masih ok," jelasnya.
Pemberhentian Tyas, kata Edwin, sudah diberitahukan jauh-jauh hari. Tyas telah diinformasikan tentang kondisi Kementerian BUMN yang membutuhkan tenaga profesional yang andal. Apalagi Tyas merupakan PNS aktif Kementerian BUMN yang ditugaskan sementara sebagai Dirut TWC oleh Dahlan Iskan saat masih menjabat Menteri BUMN. "Mbak Tyas sudah diberi tahu beberapa bulan yang lalu secara lisan tentang rencana pengembaliannya ke Kementerian BUMN dan beliau paham," tuturnya.
Terkait statusnya sebagai PNS saat menjabat Dirut BUMN, Edwin menegaskan Tyas tetap sebagai pegawai pemerintahan. Saat diangkat di TWC, Tyas hanya menerima penugasan sementara sehingga bisa ditarik kembali ke Kementerian BUMN.
"Kalau PNS nggak gugur (statusnya saat jadi Dirut TWC). Jadi direksi kan karena penugasan. Tyas, Insya Allah baik-baik saja dan karirnya masih berlanjut," tegasnya. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno memberhentikan Direktur Utama (Dirut) PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Laily Prihatiningtyas. Keputusan ini terjadi pada Jumat (25/9/2015).
Laily saat diangkat sebagai Dirut TWC pada November 2013 lalu, masih berusia 27 tahun, diklaim sebagai Dirut BUMN termuda di Indonesia. Wanita lulusan S2 di Belanda ini diangkat oleh Dahlan Iskan saat masih menjabat Menteri BUMN. "Ibu Tyas diberhentikan sebagai Dirut terhitung Jumat kemarin," kata Kepala Bidang Komunikasi Publik Kementerian BUMN Teddy Purnama.
Sebagai pengganti, Kementerian BUMN menunjuk Purwanto yang merupakan Direktur SDM dan Keuangan TWC sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirut TWC. Saat ditanya alasan pemberhentian, Teddy mengaku tidak mengetahui. "Saya tidak paham soal itu," ujarnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, wanita kelahiran Desember 1985 ini membenarkan bahwa sejak 25 September kemarin sudah tidak menjabat sebagai Dirut TWC. "Saya sudah nggak di TWC per Jumat kemarin," ujar Laily Prihatiningtyas. Seperti diketahui, posisi seorang Direksi atau Dirut BUMN bisa menjabat selama 2 periode. Untuk 1 periode, seorang biasa menjabat selama 5 tahun. Tyas yang berlatar belakang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian BUMN ini praktis baru menjadi Dirut TWC kurang dari 2 tahun.
Saat diangkat oleh Dahlan Iskan pada 2 tahun lalu, Laily Prihatiningtyas menggantikan posisi Ricky Siahaan.
Tiga Poin Penting Aturan Roadmap E-commerce di Indonesia
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menargetkan roadmap atau Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) E-commerce bisa rampung sebelum 2016 tiba. Ada beberapa poin yang masuk ke dalam aturan tersebut. "Harus selesai tahun ini, saya inginnya segera karena e-commerce di sini sudah semakin berkembang," kata Chief RA--sapaan akrabnya-- usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I di Gedung DPR Jakarta, Selasa (29/9).
Diketahui roadmap yang dicanangkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika beserta delapan kementerian dan lembaga pemerintah lain, termasuk Kementerian Keuangan, bakal fokus pada sejumlah hal besar. Catatan singkat, menurut Rudiantara, aturan soal e-commerce di Indonesia terdiri dari tiga segmen, antara lain startup atau perusahaan rintisan yang bergerak di bidang teknologi, UKM (usaha kecil menengah), hingga established. Perusahaan seperti Mataharimall disebutnya termasuk ke dalam kategori established.
Hal pertama yang perlu disorot menurut Kemenkominfo adalah soal funding atau pendanaan. "Ini perlu diperhatikan sebab tiga segmen e-commerce tersebut tentunya memiliki kebutuhan dana yang berbeda. Sejauh ini pemerintah memang belum ada prioritas dana untuk sektor ini," katanya lagi.
Selain itu, nanti di dalam poin funding itu sendiri, perlu ada penentuan khusus kepada siapa dana itu pantas dikucurkan dan memantau bagaimana daftar negatif investasi dari pemerintah. Kemudian poin selanjutnya seputar pajak. Rudiantara menginginkan ketegasan dari perlu atau tidaknya penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di dalam e-commerce seperti capital market pada umumnya.
Selain PPN, ia juga menyatakan ingin mengatur pajak di ranah online. Menurutnya, harus ada aturan soal periklanan online di Indonesia. "Satu lagi, setidaknya kita harus bikin national payment gateway supaya lebih efisien bagi masyarakat soal transaksi," lanjut Rudiantara.
Ia mengaku gerah melihat kebiasaan orang Indonesia yang diklaim sebanyak 70 persen masih doyan melakukan transfer lewat mesin ATM, lalu memotret bukti transaksi kemudian mengirim ke pihak bersangkutan untuk cross-check. Hal ini sangat menyulitkan pemungutan pajak terhadap transaksi online baik disisi omzet penjual maupun kondisi keuangan pembeli. Dengan adanya national payment gateway semua data penjualan dan pembelian secara online dapat dengan mudah diakses oleh aparatur pemerintah hingga pemungutan pajaknya lebih mudah, efisien dan tidak ada satupun pelaku e commerce yang dapat mengelak membayar pajak.
Selanjutnya Rudiantara bakal menerapkan perlindugang konsumen yang akan mengelola perlindungan data pribadi para masyarakat yang sudah 'jalan-jalan' di ranah digital. "Kemungkinan proteksi (data pribadi) konsumen ini akan masuk di Permen Kominfo tahun depan," ujarnya. Sisanya, Kemenkominfo bakal mengatur soal perizinan dan logistik untuk jaringan distribusi. "Keseluruhan poin roadmap e-commerce tersebut akan dianalisis dan ditentukan prioritas serta interdependensinya. Doakan supaya tahun ini rampung," tutupnya
Diketahui roadmap yang dicanangkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika beserta delapan kementerian dan lembaga pemerintah lain, termasuk Kementerian Keuangan, bakal fokus pada sejumlah hal besar. Catatan singkat, menurut Rudiantara, aturan soal e-commerce di Indonesia terdiri dari tiga segmen, antara lain startup atau perusahaan rintisan yang bergerak di bidang teknologi, UKM (usaha kecil menengah), hingga established. Perusahaan seperti Mataharimall disebutnya termasuk ke dalam kategori established.
Hal pertama yang perlu disorot menurut Kemenkominfo adalah soal funding atau pendanaan. "Ini perlu diperhatikan sebab tiga segmen e-commerce tersebut tentunya memiliki kebutuhan dana yang berbeda. Sejauh ini pemerintah memang belum ada prioritas dana untuk sektor ini," katanya lagi.
Selain itu, nanti di dalam poin funding itu sendiri, perlu ada penentuan khusus kepada siapa dana itu pantas dikucurkan dan memantau bagaimana daftar negatif investasi dari pemerintah. Kemudian poin selanjutnya seputar pajak. Rudiantara menginginkan ketegasan dari perlu atau tidaknya penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di dalam e-commerce seperti capital market pada umumnya.
Selain PPN, ia juga menyatakan ingin mengatur pajak di ranah online. Menurutnya, harus ada aturan soal periklanan online di Indonesia. "Satu lagi, setidaknya kita harus bikin national payment gateway supaya lebih efisien bagi masyarakat soal transaksi," lanjut Rudiantara.
Ia mengaku gerah melihat kebiasaan orang Indonesia yang diklaim sebanyak 70 persen masih doyan melakukan transfer lewat mesin ATM, lalu memotret bukti transaksi kemudian mengirim ke pihak bersangkutan untuk cross-check. Hal ini sangat menyulitkan pemungutan pajak terhadap transaksi online baik disisi omzet penjual maupun kondisi keuangan pembeli. Dengan adanya national payment gateway semua data penjualan dan pembelian secara online dapat dengan mudah diakses oleh aparatur pemerintah hingga pemungutan pajaknya lebih mudah, efisien dan tidak ada satupun pelaku e commerce yang dapat mengelak membayar pajak.
Selanjutnya Rudiantara bakal menerapkan perlindugang konsumen yang akan mengelola perlindungan data pribadi para masyarakat yang sudah 'jalan-jalan' di ranah digital. "Kemungkinan proteksi (data pribadi) konsumen ini akan masuk di Permen Kominfo tahun depan," ujarnya. Sisanya, Kemenkominfo bakal mengatur soal perizinan dan logistik untuk jaringan distribusi. "Keseluruhan poin roadmap e-commerce tersebut akan dianalisis dan ditentukan prioritas serta interdependensinya. Doakan supaya tahun ini rampung," tutupnya
Waskita Rilis Obligasi Rp 1,15 Triliun Dengan Bunga 11,1%
Perusahaan konstruksi pelat merah PT Waskita Karya Tbk berencana menerbitkan dua seri obligasi masing-masing seri A senilai Rp 1,15 triliun dan seri B Rp 350 miliar. Manajemen perseroan menawarkan kupon yang berbeda atas keduanya yaitu 11,1 persen untuk obligasi bernilai besar dan 10,4 persen untuk yang lebih kecil.
Berdasarkan prospektus perseroan pada Selasa (29/9) yang disampaikan Sekretaris Perusahaan Waskita Karya Antonius Yulianto, Obligasi Berkelanjutan I Waskita Karya Tahap II Tahun 2015 berjangka waktu 3 tahun untuk seri A dan 5 tahun untuk seri B sejak tanggal emisi. Obligasi ini diterbitkan tanpa warkat dan dijamin secara Kesanggupan Penuh (Full Commitment).
“Seri A, jumlah Pokok Obligasi yang ditawarkan adalah sebesar Rp 350 miliar dengan tingkat bunga tetap sebesar 10,4 persen per tahun, berjangka waktu 3 tahun sejak tanggal emisi,” ujar Antonius dalam prospektus, dikutip Selasa (29/9). Sementara Seri B, dengan jumlah pokok obligasi yang ditawarkan adalah sebesar Rp 1,15 triliun dengan tingkat bunga tetap sebesar 11,1 persen per tahun, berjangka waktu 5 tahun sejak tanggal emisi.
Obligasi ini ditawarkan dengan nilai 100 persen dari jumlah pokok obligasi. Bunga obligasi dibayarkan setiap triwulanan yang dihitung berdasarkan jumlah hari yang lewat dengan perhitungan 1 tahun adalah 360 hari kalender dan 1 bulan adalah 30 hari kalender sejak tanggal emisi. “Pembayaran bunga pertama akan dilakukan pada tanggal 16 Januari 2016, sedangkan pembayaran bunga terakhir sekaligus jatuh tempo masing-masing obligasi adalah pada tanggal 16 Oktober 2018 untuk Obligasi Seri A dan 16 Oktober 2020 untuk Obligasi Seri B,” terang manajemen.
Manajemen menyatakan, seluruh dana yang diperoleh dari hasil Penawaran Umum Obligasi ini, setelah dikurangi biaya-biaya emisi, akan digunakan seluruhnya untuk investasi jalan tol di wilayah Jawa dan Sumatera dan untuk modal kerja Perseroan. “Sekitar 30 persen akan digunakan untuk investasi jalan tol di wilayah Jawa dan Sumatera; dan Sekitar 70 persen akan digunakan sebagai modal kerja Perseroan,” jelas manajemen.
Perseroan akan melaporkan realisasi penggunaan dana secara berkala kepada OJK dan para pemegang Obligasi melalui Wali Amanat serta dipertanggungjawabkan pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan secara berkala setiap tahun sesuai dengan Peraturan Nomor X.K.4. Apabila dana hasil Penawaran Umum Obligasi belum dipergunakan seluruhnya, maka penempatan sementara dana hasil Penawaran Umum Obligasi tersebut akan disimpan dalam bentuk deposito dan/atau tabungan.
Dalam gelaran penerbitan obligasi ini, Waskita Karya menunjuk PT Bahana Securities, PT Danareksa Sekuritas dan PT Mandiri Sekuritas sebagai penjamin emisi. Adapun Bahana Securities mendapat jatah penjaminan terbesar, senilai Rp 600 miliar, sementara sisanya dibagi rata untuk Mandiri Sekuritas dan Danareksa Sekuritas. Adapun gelaran Obligasi Berkelanjutan I Waskita Karya Tahap II Tahun 2015 ini direncanakan memiliki tanggal efektif pada 8 Oktober 2015. Sementara masa penawaran adalah 9 dan 12 Oktober 2015 dan tanggal penjatahan pada 13 Oktober 2015.
Berdasarkan prospektus perseroan pada Selasa (29/9) yang disampaikan Sekretaris Perusahaan Waskita Karya Antonius Yulianto, Obligasi Berkelanjutan I Waskita Karya Tahap II Tahun 2015 berjangka waktu 3 tahun untuk seri A dan 5 tahun untuk seri B sejak tanggal emisi. Obligasi ini diterbitkan tanpa warkat dan dijamin secara Kesanggupan Penuh (Full Commitment).
“Seri A, jumlah Pokok Obligasi yang ditawarkan adalah sebesar Rp 350 miliar dengan tingkat bunga tetap sebesar 10,4 persen per tahun, berjangka waktu 3 tahun sejak tanggal emisi,” ujar Antonius dalam prospektus, dikutip Selasa (29/9). Sementara Seri B, dengan jumlah pokok obligasi yang ditawarkan adalah sebesar Rp 1,15 triliun dengan tingkat bunga tetap sebesar 11,1 persen per tahun, berjangka waktu 5 tahun sejak tanggal emisi.
Obligasi ini ditawarkan dengan nilai 100 persen dari jumlah pokok obligasi. Bunga obligasi dibayarkan setiap triwulanan yang dihitung berdasarkan jumlah hari yang lewat dengan perhitungan 1 tahun adalah 360 hari kalender dan 1 bulan adalah 30 hari kalender sejak tanggal emisi. “Pembayaran bunga pertama akan dilakukan pada tanggal 16 Januari 2016, sedangkan pembayaran bunga terakhir sekaligus jatuh tempo masing-masing obligasi adalah pada tanggal 16 Oktober 2018 untuk Obligasi Seri A dan 16 Oktober 2020 untuk Obligasi Seri B,” terang manajemen.
Manajemen menyatakan, seluruh dana yang diperoleh dari hasil Penawaran Umum Obligasi ini, setelah dikurangi biaya-biaya emisi, akan digunakan seluruhnya untuk investasi jalan tol di wilayah Jawa dan Sumatera dan untuk modal kerja Perseroan. “Sekitar 30 persen akan digunakan untuk investasi jalan tol di wilayah Jawa dan Sumatera; dan Sekitar 70 persen akan digunakan sebagai modal kerja Perseroan,” jelas manajemen.
Perseroan akan melaporkan realisasi penggunaan dana secara berkala kepada OJK dan para pemegang Obligasi melalui Wali Amanat serta dipertanggungjawabkan pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan secara berkala setiap tahun sesuai dengan Peraturan Nomor X.K.4. Apabila dana hasil Penawaran Umum Obligasi belum dipergunakan seluruhnya, maka penempatan sementara dana hasil Penawaran Umum Obligasi tersebut akan disimpan dalam bentuk deposito dan/atau tabungan.
Dalam gelaran penerbitan obligasi ini, Waskita Karya menunjuk PT Bahana Securities, PT Danareksa Sekuritas dan PT Mandiri Sekuritas sebagai penjamin emisi. Adapun Bahana Securities mendapat jatah penjaminan terbesar, senilai Rp 600 miliar, sementara sisanya dibagi rata untuk Mandiri Sekuritas dan Danareksa Sekuritas. Adapun gelaran Obligasi Berkelanjutan I Waskita Karya Tahap II Tahun 2015 ini direncanakan memiliki tanggal efektif pada 8 Oktober 2015. Sementara masa penawaran adalah 9 dan 12 Oktober 2015 dan tanggal penjatahan pada 13 Oktober 2015.
PPN Rokok Akan Naik Dua Kali Pada Tahun 2016 Sebesar 9,1 Persen
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melakukan intensifikasi dengan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap hasil tembakau menjadi 8,7 persen terhadap harga jual eceran dari sebelumnya 8,4 persen. Meski demikian, instansi yang dipimpin Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito tersebut menilai angka tersebut masih lebih rendah dari sebutan ideal.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) DJP Mekar Satria Utama mengatakan idealnya tarif PPN tembakau mencapai 9,1 persen mendekati tarif murni objek PPN 10 persen. "Jadi kami ingin tarif efektif yang diharapkan nanti sampai dengan akhir itu 9,1 persen. Nah tarif efektif 9,1 persen ini kan sebenarnya sudah sesuai dengan tarif yang berlaku umum," ujar Satria saat dihubungi. Saat ini besaran PPN yang dikenakan dihitung dengan menerapkan tarif efektif sebesar 8,7 persen dikalikan dengan harga jual eceran (HJE). HJE adalah harga penyerahan kepada konsumen akhir yang di dalamnya sudah termasuk cukai dan PPN.
Menurutnya, kebijakan menaikkan PPN tembakau perlu dilakukan karena potensinya masih besar. Bagi DJP, PPN tembakau masih potensial mengingat harga tembakau Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Selain itu, permintaan terhadap rokok di Indonesia juga bersifat inelastis. Artinya, pengenaan besaran PPN yang berdampak pada kenaikan harga jual, belum tentu akan menyebabkan konsumsinya turun.
Oleh sebab itu, Satria mengatakan ada kemungkinan kenaikan tarif PPN tembakau akan terjadi lagi tahun depan guna mencapai angka tarif murni itu. "Iya ini kan bertahap, kami inginnya seperti itu. Nanti dilihat lagi kondisi-kondisi perekonomian di tahun berikutnya," katanya. Dengan tarif PPN murni, ia berharap informasi distribusi tembakau menjadi lebih mudah diketahui sehingga perhitungan potensi penerimaan lebih mudah. PPN murni dikenakan atas barang kena pajak yang diserahkan oleh pengusaha kena pajak.
"Jadi memang tujuannya kami mau mengarah ke penerimaan pajak masuk ke kas negara. Tujuannya supaya potensi-potensi pajak tersebut yang khususnya untuk industri rokok bisa terpenuhi seluruhnya. Makanya tarifnya kami naikkan secara bertahap sehingga nanti menjadi 9,1 persen," katanya. Dalam merumuskan kebijakan ini, Satria menyebut Kementerian Keuangan sudah merencanakannya sejak awal 2015. Namun baru terwujud dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau pada 21 September 2015 lalu. Aturan itu sendiri akan berlaku mulai 1 Januari 2016.
"Pembahasan ini sebenarnya rencananya harusnya diawal-awal 2015 tapi kemudian rencana kenaikan tarif mulai dimunculkan, jadi kami mengikuti kondisi itu," ujarnya. Ia mengatakan sebelum memutuskan kebijakan tersebut, pemerintah sudah melakukan pembicaraan dengan para pelaku industri rokok. Ia menyadari kebijakan ini pasti akan mendapat banyak protes dari para pelaku industri, terlebih industri rokok tengah diterpa potensi kenaiakan tarif cukai hasil tembakau tahun depan.
"Tapi keputusan sudah diterbitkan dan itu memang sudah melalui perhitungan matang dan saya yakin sudah dibahas dengan industri rokok. Cuma memang keputusannya tidak seusai dengan yang diharapkan, karena pasti maunya tarifnya diturunkan," ujarnya. Pemerintah menaikkan tarif efektif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas produk hasil tembakau dari 8,4 persen menjadi 8,7 persen dikalikan dengan Harga Jual Eceran. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau, yang terbit pada 21 September 2015 dan efektif berlaku per 1 Januari 2016.
Terbitnya PMK ini sekaligus mencabut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2001 tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan, dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau. Dalam beleid lawas tersebut disebutkan tarif efektif PPN atas penyerahan hasil tembakau sebesar 8,4 persen. Dalam salinan PMK Nomor 174/PMK.03/2015 disebutkan, produk hasil tembakau yang dikenakan PPN adalah meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya.
Menteri keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan dasar Pengenaan PPN adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Sementara untuk harga jual eceran (HJE) ada dua macam yang dijadikan faktor pengali PPN, yakni HJE untuk penyerahan hasil tembakau dan HJE untuk jenis dan merek yang sama, yang dijual untuk umum setelah dikurangi laba bruto.
"Atas penyerahan hasil tembakau mulai dari tingkat produsen dan/atau importir, pengusaha penyalur hingga konsumen akhir dilakukan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) satu kali pada tingkat produsen dan/atau importir," tulis Menkeu dalam beleidnya. Dalam ketentuan baru tersebtu dijelaskan atas impor hasil tembakau yang telah melunasi PPN tidak dikenakan lagi PPN impor. Namun, impor hasil tembakau tang telah memperoleh fasilitas pembebasan cukai tetap dikenakan PPN impor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) DJP Mekar Satria Utama mengatakan idealnya tarif PPN tembakau mencapai 9,1 persen mendekati tarif murni objek PPN 10 persen. "Jadi kami ingin tarif efektif yang diharapkan nanti sampai dengan akhir itu 9,1 persen. Nah tarif efektif 9,1 persen ini kan sebenarnya sudah sesuai dengan tarif yang berlaku umum," ujar Satria saat dihubungi. Saat ini besaran PPN yang dikenakan dihitung dengan menerapkan tarif efektif sebesar 8,7 persen dikalikan dengan harga jual eceran (HJE). HJE adalah harga penyerahan kepada konsumen akhir yang di dalamnya sudah termasuk cukai dan PPN.
Menurutnya, kebijakan menaikkan PPN tembakau perlu dilakukan karena potensinya masih besar. Bagi DJP, PPN tembakau masih potensial mengingat harga tembakau Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Selain itu, permintaan terhadap rokok di Indonesia juga bersifat inelastis. Artinya, pengenaan besaran PPN yang berdampak pada kenaikan harga jual, belum tentu akan menyebabkan konsumsinya turun.
Oleh sebab itu, Satria mengatakan ada kemungkinan kenaikan tarif PPN tembakau akan terjadi lagi tahun depan guna mencapai angka tarif murni itu. "Iya ini kan bertahap, kami inginnya seperti itu. Nanti dilihat lagi kondisi-kondisi perekonomian di tahun berikutnya," katanya. Dengan tarif PPN murni, ia berharap informasi distribusi tembakau menjadi lebih mudah diketahui sehingga perhitungan potensi penerimaan lebih mudah. PPN murni dikenakan atas barang kena pajak yang diserahkan oleh pengusaha kena pajak.
"Jadi memang tujuannya kami mau mengarah ke penerimaan pajak masuk ke kas negara. Tujuannya supaya potensi-potensi pajak tersebut yang khususnya untuk industri rokok bisa terpenuhi seluruhnya. Makanya tarifnya kami naikkan secara bertahap sehingga nanti menjadi 9,1 persen," katanya. Dalam merumuskan kebijakan ini, Satria menyebut Kementerian Keuangan sudah merencanakannya sejak awal 2015. Namun baru terwujud dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau pada 21 September 2015 lalu. Aturan itu sendiri akan berlaku mulai 1 Januari 2016.
"Pembahasan ini sebenarnya rencananya harusnya diawal-awal 2015 tapi kemudian rencana kenaikan tarif mulai dimunculkan, jadi kami mengikuti kondisi itu," ujarnya. Ia mengatakan sebelum memutuskan kebijakan tersebut, pemerintah sudah melakukan pembicaraan dengan para pelaku industri rokok. Ia menyadari kebijakan ini pasti akan mendapat banyak protes dari para pelaku industri, terlebih industri rokok tengah diterpa potensi kenaiakan tarif cukai hasil tembakau tahun depan.
"Tapi keputusan sudah diterbitkan dan itu memang sudah melalui perhitungan matang dan saya yakin sudah dibahas dengan industri rokok. Cuma memang keputusannya tidak seusai dengan yang diharapkan, karena pasti maunya tarifnya diturunkan," ujarnya. Pemerintah menaikkan tarif efektif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas produk hasil tembakau dari 8,4 persen menjadi 8,7 persen dikalikan dengan Harga Jual Eceran. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau, yang terbit pada 21 September 2015 dan efektif berlaku per 1 Januari 2016.
Terbitnya PMK ini sekaligus mencabut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2001 tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan, dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau. Dalam beleid lawas tersebut disebutkan tarif efektif PPN atas penyerahan hasil tembakau sebesar 8,4 persen. Dalam salinan PMK Nomor 174/PMK.03/2015 disebutkan, produk hasil tembakau yang dikenakan PPN adalah meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya.
Menteri keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan dasar Pengenaan PPN adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Sementara untuk harga jual eceran (HJE) ada dua macam yang dijadikan faktor pengali PPN, yakni HJE untuk penyerahan hasil tembakau dan HJE untuk jenis dan merek yang sama, yang dijual untuk umum setelah dikurangi laba bruto.
"Atas penyerahan hasil tembakau mulai dari tingkat produsen dan/atau importir, pengusaha penyalur hingga konsumen akhir dilakukan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) satu kali pada tingkat produsen dan/atau importir," tulis Menkeu dalam beleidnya. Dalam ketentuan baru tersebtu dijelaskan atas impor hasil tembakau yang telah melunasi PPN tidak dikenakan lagi PPN impor. Namun, impor hasil tembakau tang telah memperoleh fasilitas pembebasan cukai tetap dikenakan PPN impor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan
Monday, September 28, 2015
Bumi Resources Kembali Ajukan Proposal Restrukturisasi Utang
Manajemen PT Bumi Resources Tbk mengaku tengah mengadakan pertemuan dengan para kreditur perseroan guna memperoleh persetujuan revisi restrukturisasi utang yang nilainya mencapai US$ 1,37 miliar. “Kami mengonfirmasi pertemuan dengan kreditur di Singapura pada sore ini antara lain untuk memperoleh kesimpulan terkait rencana revisi restrukturisasi utang perseroan,” ujar Sekretaris Perusahaan Bumi Dileep Srivastava.
Dileep mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut terdapat tiga agenda utama yang dibahas. Pertama, status restrukturisasi utang. Kedua, pengajuan revisi restrukturisasi utang. Ketiga adalahupdate kinerja perseroan. Sementara yang keempat adalah langkah perseroan selanjutnya. “Rincian masih ditunggu. Makanya, terlalu dini untuk berkomentar saat ini,” katanya.
Ia mengungkapkan, tujuan manajemen tidak berubah yaitu tetap konsisten untuk mencari cara menghadapi pelemahan harga batubara yang di luar kendali manajemen. Dileep menyatakan perseroan bakal menurunkan utang ke tingkat yang berkelanjutan untuk menghindari risiko default(gagal bayar). “Selanjutnya, memperkuat struktur permodalan melalui utang untuk swap ekuitas, baik yang terdaftar maupun yang tak terdaftar. Hal itu memungkinkan perusahaan untuk membiayai inisiatif operasional dan melunasi utang secepatnya,” jelas Dileep.
Selain itu, lanjutnya, adalah dengan memperkuat struktur manajemen dan organisasi. Dileep juga menyatakan manajemen akan memperbaiki transparansi dan tata kelola perusahaan. Sementara yang terakhir adalah memberikan hasil yang optimal untuk seluruh pemangku kepentingan dan perusahaan. Lebih lanjut, Dileep merinci, utang berbunga perseroan saat ini sekitar US$ 3,98 miliar. Opsi yang ditawarkan manajemen adalah, pertama tetap dipertahankan US$ 1,2 miliar sebagai utang. Kedua, utang China Investment Corporation (CIC) dikonversi menjadi saham BUMI dan ekuitas tidak tercatat.
“Ketiga, menjamin peminjam dengan menawarkan proposal utang ditukar ekuitas berdasarkan kesepakatan valuasi. Keempat, convertible bond (CB) akan dikonversi menjadi obligasi wajib konversi. CB juga akan dikonversi menjadi ekuitas pada akhir tahun ke lima,” ungkapnya. Seperti diketahui, sebelumnya Bumi mendapatkan perpanjangan tempo penangguhan utang selama lima bulan oleh Pengadilan Singapura. Adapun perpanjangan tempo tersebut diputuskan mulai Kamis, 21 Mei 2015 dan berakhir pada 24 Oktober 2015 mendatang.
Sebelumnya, sebanyak tiga anak usaha Bumi Resources di Singapura mengajukan perlindungan pengadilan di Amerika untuk setiap aset dan utang senilai US$ 1 miliar pada Desember lalu.
Secara rinci, tiga anak usaha perseroan yang memiliki utang adalah: Bumi Capital Pte. Ltd. melalui Surat Berharga Bergaransi Senior (Guaranteed Senior Secured Notes) senilai US4 300 juta dengan bunga 12 persen; Bumi Investment Pte. Ltd. selaku penerbit Surat Berharga Bergaransi Senior (Guaranteed Senior Secured Notes) senilai US$ 700 juta dengan bunga 10,75 persen; Enercoal Resources Pte. Ltd. melalui Obligasi Konversi Bergaransi (Guaranteed Convertible Bonds) senilai US$ 375 juta berkupon 9,25 persen.
Sebelumnya, Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan kegagalan kebanyakan perusahaan tambang batubara Indonesia adalah karena kurang bijaknya pengelolaan dana ketika harga batubara sedang menguat, seperti pada 2008.
“Salah satunya adalah Bumi, yang punya kebiasaan membeli aset dengan cara berutang. Pada akhirnya hal itu menjadi senjata makan tuan karena sejak awal manajemen kurang bijak,” ujar Satrio. Perusahaan tambang batubara milik Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk dikabarkan telah memperoleh perpanjangan pembayaran surat utang atau obligasi untuk tiga anak usahanya. Dari hasil putusan Pengadilan Singapura, Kamis (21/5) lalu emiten bertiker BUMI tersebut memperoleh moratorium pembayaran utang obligasi selama lima bulan ke depan.
Lantas apa yang akan dilakukan perseroan pasca mendapatkan moratorium tersebut?
“Tujuan utama sebenarnya adalah mengurangi utang sebesar US$ 2 miliar hingga US$ 2,5 miliar pada akhir tahun ini,” ungkap Dileep Srivastava, Direktur dan Corporate Secretary Bumi Resources kepada CNN Indonesia, beberapa waktu lalu. Seperti diketahui, Bumi Resources mendapatkan perpanjangan waktu pembayaran utang selama lima bulan untuk tiga anak usahanya yakni Bumi Capital Pte. Ltd., Bumi Investment Pte. Ltd., dan Enercoal Resources Pte. Ltd.
Sebelumnya, moratorium tadi pernah diperoleh perseroan dengan jangka waktu 6 bulan, mulai 24 November 2014 hingga 24 Mei 2015. Adapun dengan pemberian moratorium lanjutan, jatuh tempo pembayaran utang obligasi Bumi Resources diperpanjang hingga 24 Oktober 2015.
Dari data yang dihimpun CNN Indonesia, total utang yang memperoleh perpanjangan kewajiban pembayaran tadi mencapai US$ 1,37 miliar atau berkisar Rp 17 triliun. Rinciannya: Bumi Capital Pte. Ltd. melalui Surat Berharga Bergaransi Senior (Guaranteed Senior Secured Notes) senilai US$ 300 juta dengan bunga 12 persen; Bumi Investment Pte. Ltd. selaku penerbit Surat Berharga Bergaransi Senior (Guaranteed Senior Secured Notes) senilai US$ 700 juta dengan bunga 10,75 persen; dan Enercoal Resources Pte. Ltd. melalui Obligasi Konversi Bergaransi (Guaranteed Convertible Bonds) senilai US$ 375 juta berkupon 9,25 persen.
"Untuk mencapai tujuan tadi, kami telah berdiskusi dengan semua pemberi pinjaman termasuk bank dan pemegang obligasi," tambah Dileep. Menilik laporan keuangan Bumi Resources per September 2014, utang jangka pendek perseroan tercatat sebesar US$ 4,09 miliar atau setara dengan Rp 52,6 triliun. Secara rinci, utang tersebut terdiri atas pinjaman jangka pendek sebesar US$ 133 juta, pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu 1 tahun sebesar US$ 3,58 miliar, serta obligasi konversi senilai US$ 375 juta.
Adapun jumlah utang tersebut meningkat 92,04 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$ 2,13 miliar. Dengan adanya lonjakan utang tadi, mau tak mau beban bunga dan keuangan perusahaan bertiker BUMI tersebut terus membengkak. Untuk menyiasati hal tadi, manajemen mengklaim telah memiliki sejumlah skenario untuk menutupi kewajiban yang harus dibayarkan tiap tahun. “Kami terbuka untuk semua pilihan yang tersedia, termasuk kemitraan strategis sinergis dalam aset dan mempercepat perkembangan aset, utang untuk ekuitas terdaftar dan tidak terdaftar, juga restrukturisasi utang sehingga sisa utang dapat berkelanjutan dan diperbaiki,” jelasnya.
Secara paralel, lanjut Dileep, pihaknya pun mengaku akan berfokus pada peningkatan volume produksi, mengoptimalkan biaya dan meningkatkan efisiensi operasional. Hal ini akan ditempuh dengan cara memperkaya campuran, mengurangi rasio pengupasan, pemotongan biaya, hingga persiapan untuk tren kenaikan sektor batu bara ketika waktunya datang. “Untuk setiap US$ 10 per ton kenaikan harga batubara akan berarti tambahan US$ 7 per ton bagi laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) perseroan,” ungkapnya.
Dileep mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut terdapat tiga agenda utama yang dibahas. Pertama, status restrukturisasi utang. Kedua, pengajuan revisi restrukturisasi utang. Ketiga adalahupdate kinerja perseroan. Sementara yang keempat adalah langkah perseroan selanjutnya. “Rincian masih ditunggu. Makanya, terlalu dini untuk berkomentar saat ini,” katanya.
Ia mengungkapkan, tujuan manajemen tidak berubah yaitu tetap konsisten untuk mencari cara menghadapi pelemahan harga batubara yang di luar kendali manajemen. Dileep menyatakan perseroan bakal menurunkan utang ke tingkat yang berkelanjutan untuk menghindari risiko default(gagal bayar). “Selanjutnya, memperkuat struktur permodalan melalui utang untuk swap ekuitas, baik yang terdaftar maupun yang tak terdaftar. Hal itu memungkinkan perusahaan untuk membiayai inisiatif operasional dan melunasi utang secepatnya,” jelas Dileep.
Selain itu, lanjutnya, adalah dengan memperkuat struktur manajemen dan organisasi. Dileep juga menyatakan manajemen akan memperbaiki transparansi dan tata kelola perusahaan. Sementara yang terakhir adalah memberikan hasil yang optimal untuk seluruh pemangku kepentingan dan perusahaan. Lebih lanjut, Dileep merinci, utang berbunga perseroan saat ini sekitar US$ 3,98 miliar. Opsi yang ditawarkan manajemen adalah, pertama tetap dipertahankan US$ 1,2 miliar sebagai utang. Kedua, utang China Investment Corporation (CIC) dikonversi menjadi saham BUMI dan ekuitas tidak tercatat.
“Ketiga, menjamin peminjam dengan menawarkan proposal utang ditukar ekuitas berdasarkan kesepakatan valuasi. Keempat, convertible bond (CB) akan dikonversi menjadi obligasi wajib konversi. CB juga akan dikonversi menjadi ekuitas pada akhir tahun ke lima,” ungkapnya. Seperti diketahui, sebelumnya Bumi mendapatkan perpanjangan tempo penangguhan utang selama lima bulan oleh Pengadilan Singapura. Adapun perpanjangan tempo tersebut diputuskan mulai Kamis, 21 Mei 2015 dan berakhir pada 24 Oktober 2015 mendatang.
Sebelumnya, sebanyak tiga anak usaha Bumi Resources di Singapura mengajukan perlindungan pengadilan di Amerika untuk setiap aset dan utang senilai US$ 1 miliar pada Desember lalu.
Secara rinci, tiga anak usaha perseroan yang memiliki utang adalah: Bumi Capital Pte. Ltd. melalui Surat Berharga Bergaransi Senior (Guaranteed Senior Secured Notes) senilai US4 300 juta dengan bunga 12 persen; Bumi Investment Pte. Ltd. selaku penerbit Surat Berharga Bergaransi Senior (Guaranteed Senior Secured Notes) senilai US$ 700 juta dengan bunga 10,75 persen; Enercoal Resources Pte. Ltd. melalui Obligasi Konversi Bergaransi (Guaranteed Convertible Bonds) senilai US$ 375 juta berkupon 9,25 persen.
Sebelumnya, Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan kegagalan kebanyakan perusahaan tambang batubara Indonesia adalah karena kurang bijaknya pengelolaan dana ketika harga batubara sedang menguat, seperti pada 2008.
“Salah satunya adalah Bumi, yang punya kebiasaan membeli aset dengan cara berutang. Pada akhirnya hal itu menjadi senjata makan tuan karena sejak awal manajemen kurang bijak,” ujar Satrio. Perusahaan tambang batubara milik Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk dikabarkan telah memperoleh perpanjangan pembayaran surat utang atau obligasi untuk tiga anak usahanya. Dari hasil putusan Pengadilan Singapura, Kamis (21/5) lalu emiten bertiker BUMI tersebut memperoleh moratorium pembayaran utang obligasi selama lima bulan ke depan.
Lantas apa yang akan dilakukan perseroan pasca mendapatkan moratorium tersebut?
“Tujuan utama sebenarnya adalah mengurangi utang sebesar US$ 2 miliar hingga US$ 2,5 miliar pada akhir tahun ini,” ungkap Dileep Srivastava, Direktur dan Corporate Secretary Bumi Resources kepada CNN Indonesia, beberapa waktu lalu. Seperti diketahui, Bumi Resources mendapatkan perpanjangan waktu pembayaran utang selama lima bulan untuk tiga anak usahanya yakni Bumi Capital Pte. Ltd., Bumi Investment Pte. Ltd., dan Enercoal Resources Pte. Ltd.
Sebelumnya, moratorium tadi pernah diperoleh perseroan dengan jangka waktu 6 bulan, mulai 24 November 2014 hingga 24 Mei 2015. Adapun dengan pemberian moratorium lanjutan, jatuh tempo pembayaran utang obligasi Bumi Resources diperpanjang hingga 24 Oktober 2015.
Dari data yang dihimpun CNN Indonesia, total utang yang memperoleh perpanjangan kewajiban pembayaran tadi mencapai US$ 1,37 miliar atau berkisar Rp 17 triliun. Rinciannya: Bumi Capital Pte. Ltd. melalui Surat Berharga Bergaransi Senior (Guaranteed Senior Secured Notes) senilai US$ 300 juta dengan bunga 12 persen; Bumi Investment Pte. Ltd. selaku penerbit Surat Berharga Bergaransi Senior (Guaranteed Senior Secured Notes) senilai US$ 700 juta dengan bunga 10,75 persen; dan Enercoal Resources Pte. Ltd. melalui Obligasi Konversi Bergaransi (Guaranteed Convertible Bonds) senilai US$ 375 juta berkupon 9,25 persen.
"Untuk mencapai tujuan tadi, kami telah berdiskusi dengan semua pemberi pinjaman termasuk bank dan pemegang obligasi," tambah Dileep. Menilik laporan keuangan Bumi Resources per September 2014, utang jangka pendek perseroan tercatat sebesar US$ 4,09 miliar atau setara dengan Rp 52,6 triliun. Secara rinci, utang tersebut terdiri atas pinjaman jangka pendek sebesar US$ 133 juta, pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu 1 tahun sebesar US$ 3,58 miliar, serta obligasi konversi senilai US$ 375 juta.
Adapun jumlah utang tersebut meningkat 92,04 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$ 2,13 miliar. Dengan adanya lonjakan utang tadi, mau tak mau beban bunga dan keuangan perusahaan bertiker BUMI tersebut terus membengkak. Untuk menyiasati hal tadi, manajemen mengklaim telah memiliki sejumlah skenario untuk menutupi kewajiban yang harus dibayarkan tiap tahun. “Kami terbuka untuk semua pilihan yang tersedia, termasuk kemitraan strategis sinergis dalam aset dan mempercepat perkembangan aset, utang untuk ekuitas terdaftar dan tidak terdaftar, juga restrukturisasi utang sehingga sisa utang dapat berkelanjutan dan diperbaiki,” jelasnya.
Secara paralel, lanjut Dileep, pihaknya pun mengaku akan berfokus pada peningkatan volume produksi, mengoptimalkan biaya dan meningkatkan efisiensi operasional. Hal ini akan ditempuh dengan cara memperkaya campuran, mengurangi rasio pengupasan, pemotongan biaya, hingga persiapan untuk tren kenaikan sektor batu bara ketika waktunya datang. “Untuk setiap US$ 10 per ton kenaikan harga batubara akan berarti tambahan US$ 7 per ton bagi laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) perseroan,” ungkapnya.
Meski telah menjelaskan cara pengurangan utang, kata Dileep, pihaknya tak menampik bahwa hingga kini Bumi Resources belum bisa menyampaikan laporan keuangan tahunan 2014 karena perseroan masih berjibaku dengan perhitungan utang. Jika merujuk pada beleid yang berlaku, tentu saja hal ini menyalahi Peraturan Pasar Modal Nomor X.K.2 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.: Kep-346/BL/2011 tanggal 5 Juli 2011 tentang Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten Atau Perusahaan Publik dan Peraturan Bursa Efek Indonesia No. I-E mengenai Kewajiban Penyampaian Informasi.
Dimana sesuai aturan BEI, laporan keuangan audit 2014 harus sudah disampaikan paling lambat 31 Maret 2015. Jika emiten telat menyampaikan laporan keuangan sampai 30 hari kalender terhitung sejak batas akhir seharusnya, maka BEI akan menjatuhkan sanksi tertulis I. “Kami sampaikan bahwa Perseroan belum dapat menyampaikan Laporan Keuangan Konsolidasian Tahunan Perseroan untuk periode satu tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014 (audited) karena saat ini Perseroan masih menunggu konfirmasi utang dari beberapa kreditor Perseroan,” tulis manajemen dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (8/4).
Masih mengacu beleid BEI, jika pada hari kalender ke-31 hingga ke-60 belum juga menyampaikan, maka sanksi tertulis II akan melayang. Sanksi ini pun akan disertai dengan denda senilai Rp 50 juta. Selanjutnya, jika pada hari kalender ke-61 hingga ke-90, perseroan masih membandel, maka bursa akan memberi peringatan tertulis III plus denda Rp 150 juta.
Dimana sesuai aturan BEI, laporan keuangan audit 2014 harus sudah disampaikan paling lambat 31 Maret 2015. Jika emiten telat menyampaikan laporan keuangan sampai 30 hari kalender terhitung sejak batas akhir seharusnya, maka BEI akan menjatuhkan sanksi tertulis I. “Kami sampaikan bahwa Perseroan belum dapat menyampaikan Laporan Keuangan Konsolidasian Tahunan Perseroan untuk periode satu tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014 (audited) karena saat ini Perseroan masih menunggu konfirmasi utang dari beberapa kreditor Perseroan,” tulis manajemen dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (8/4).
Masih mengacu beleid BEI, jika pada hari kalender ke-31 hingga ke-60 belum juga menyampaikan, maka sanksi tertulis II akan melayang. Sanksi ini pun akan disertai dengan denda senilai Rp 50 juta. Selanjutnya, jika pada hari kalender ke-61 hingga ke-90, perseroan masih membandel, maka bursa akan memberi peringatan tertulis III plus denda Rp 150 juta.
Perusahaan Jasa Angkut Bangkrut Akibat Biaya Logistik Tinggi
Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mengeluhkan tingginya biaya logistik di Indonesia akibat keterbatasan infrastruktur transportasi. Pasalnya 15 persen dari 3.812 perusahaan jasa logistik yang tergabung dalam asosiasi masuk kategori mati suri dan telah merumahkan banyak pekerjanya.
"Total anggota kami itu 3.812 perusahaan logistik dan yang tidak tergabung itu sekitar 1.500 perusahaan. Sebagian sudah melakukan PHK, di mana sekitar 15 persen dari 3.812 anggota kami mati suri. Bangkrut tidak, hidup juga tidak," kata Ketua ALFI Yukki Nugrahawan di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin (28/9).
Apabila Bank Dunia menilai biaya logistik di Indonesia sebesar 24 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2013, berdasarkan hitungan ALFI bobot sebenarnya untuk industri dalam negeri mencapai 32 persen PDB. Persentase tersebut dinilai Yukki belum berubah sampai sekarang. "Biaya logistik di dalam negeri sebenarnya 31-32 persen. Untuk mendistribusikan semen saja bisa 40 persen biaya logistiknya. Minuman mineral itu 50 persen padahal airnya gratis," ujarnya.
Tingginya biaya logistik, kata Yukki, membuat Indonesia tidak masuk dalam negara tujuan investasi yang kompetitif dibandingkan negara lain. Untuk itu, Yukki berharap ada tindakan yang lebih konkrit tapi realistis dari pemerintah untuk bisa memperbaiki rantai distribusi agar lebih efisien dan efektif dalam mendorong perekonomian. "Pemerintah targetnya biaya logistik turun 15 persen dalam lima tahun. Tidak usah muluk-muluk deh, hitung lagi, 5 persen saja sudah luar biasa," kata Yukki.
Dengan asumsi penurunan biaya logistik 5 persen saja, Yukki optimistis akan ada sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi 0,8-1,5 persen. "Kami jamin ada bonus loh dengan melakukan efisiensi, bisa menyumbang pertumbuhan ekonomi. Kalau biaya logistik turun 5 persen saja bisa sumbang 0,8-1,5 persen ke PDB. Jadi yang penting bukan berarti biaya logistik lebih murah tetapi lebih efektif," tuturnya.
Perhitungan Yukki tersebut mengacu pada rata-rata pertumbuhan logistik yang biasanya dua kali lipat terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu dia meyakini efisiensi di bidang logistik pada akhirnya akan memangkas biaya angkut barang dan mengurangi biaya operasional. Berdasarkan caratan ALFI, kue logistik Indonesia terbagi ke dalam lima moda transportasi. Sebesar 91,25 persen logistik Indonesia diangkut melalui jalur darat menggunakan angkutan jalan dengan estimasi bobot mencapai 2,5 juta ton.
Sisanya diangkut menggunakan kereta api sebesar 0,1 persen (17.415 ton), penyeberangan antarpulau 0,99 persen (27.400 ton), angkutan laut 7,07 persen (194.810 ton), angkutan udara 0,05 persen (1.370 ton) dan angkutan sungai 0,01 persen (280 ton). Untuk itu, ALFI merekomendasikan sejumlah langkah kepada pemerintah, yakni menggenjot pembangunan infrastruktur konektivitas dan mengoptimalisasi peralatan pelabuhan, serta modernisasi sistem logistik nasional.
"Total anggota kami itu 3.812 perusahaan logistik dan yang tidak tergabung itu sekitar 1.500 perusahaan. Sebagian sudah melakukan PHK, di mana sekitar 15 persen dari 3.812 anggota kami mati suri. Bangkrut tidak, hidup juga tidak," kata Ketua ALFI Yukki Nugrahawan di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin (28/9).
Apabila Bank Dunia menilai biaya logistik di Indonesia sebesar 24 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2013, berdasarkan hitungan ALFI bobot sebenarnya untuk industri dalam negeri mencapai 32 persen PDB. Persentase tersebut dinilai Yukki belum berubah sampai sekarang. "Biaya logistik di dalam negeri sebenarnya 31-32 persen. Untuk mendistribusikan semen saja bisa 40 persen biaya logistiknya. Minuman mineral itu 50 persen padahal airnya gratis," ujarnya.
Tingginya biaya logistik, kata Yukki, membuat Indonesia tidak masuk dalam negara tujuan investasi yang kompetitif dibandingkan negara lain. Untuk itu, Yukki berharap ada tindakan yang lebih konkrit tapi realistis dari pemerintah untuk bisa memperbaiki rantai distribusi agar lebih efisien dan efektif dalam mendorong perekonomian. "Pemerintah targetnya biaya logistik turun 15 persen dalam lima tahun. Tidak usah muluk-muluk deh, hitung lagi, 5 persen saja sudah luar biasa," kata Yukki.
Dengan asumsi penurunan biaya logistik 5 persen saja, Yukki optimistis akan ada sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi 0,8-1,5 persen. "Kami jamin ada bonus loh dengan melakukan efisiensi, bisa menyumbang pertumbuhan ekonomi. Kalau biaya logistik turun 5 persen saja bisa sumbang 0,8-1,5 persen ke PDB. Jadi yang penting bukan berarti biaya logistik lebih murah tetapi lebih efektif," tuturnya.
Perhitungan Yukki tersebut mengacu pada rata-rata pertumbuhan logistik yang biasanya dua kali lipat terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu dia meyakini efisiensi di bidang logistik pada akhirnya akan memangkas biaya angkut barang dan mengurangi biaya operasional. Berdasarkan caratan ALFI, kue logistik Indonesia terbagi ke dalam lima moda transportasi. Sebesar 91,25 persen logistik Indonesia diangkut melalui jalur darat menggunakan angkutan jalan dengan estimasi bobot mencapai 2,5 juta ton.
Sisanya diangkut menggunakan kereta api sebesar 0,1 persen (17.415 ton), penyeberangan antarpulau 0,99 persen (27.400 ton), angkutan laut 7,07 persen (194.810 ton), angkutan udara 0,05 persen (1.370 ton) dan angkutan sungai 0,01 persen (280 ton). Untuk itu, ALFI merekomendasikan sejumlah langkah kepada pemerintah, yakni menggenjot pembangunan infrastruktur konektivitas dan mengoptimalisasi peralatan pelabuhan, serta modernisasi sistem logistik nasional.
Garuda Alami Kerugian Rp. 1,4 Milyar Akibat Beredarnya Complimentary Voucher Palsu
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap seorang pelaku pemalsuan complimentary voucher milik PT Garuda Indonesia berinisial AS (46). Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti mengatakan AS dengan sengaja mencuri voucher tersebut untuk dijual dan hasilnya tidak diberikan kepada perusahaan.
"Modusnya, pelaku adalah bagian marketing analis di PT Garuda Indonesia. Garuda mencetak voucher untuk kalangan tertentu dan tidak untuk dijualbelikan. Oleh pelaku, blangko voucher dicuri dan dijual kepada orang-orang asing," ujar Krisna dalam pesan tertulis, Selasa (22/9).
Penangkapan AS dilakukan oleh Sub 2 Kejahatan dan Kekerasan Ditkrimum yang dipimpin oleh Komisaris Jerry Siagian. Penangkapan tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan pada tanggal 20 Maret 2015. Dari tangan pelaku, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain 139 dokumen berupa complimentary voucher, tiket dan perhitungan nilai kerugian tiket yang dipalsukan.
Menurut Krishna, total kerugian yang diakibatkan dari tindak pidana pemalsuan dokumen tersebut mencapai Rp1,4 miliar. "PT Garuda harus memberangkatkan mereka yang menukar voucher sehingga menimbulkan kerugian mencapai Rp1,4 miliar dari Garuda," kata Krishna.
Hingga kini polisi masih memeriksa pelaku untuk mengungkap praktik pemalsuan dokumen tersebut dan kemungkinan terlibatnya pelaku lain. Atas tindakannya, AS terancam dikenakan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemalsuan Dokumen dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan atau Penggelapan dengan ancaman hukuman penjara delapan tahun.
Maskapai penerbangan Garuda Indonesia menyatakan akan menindak tegas karyawannya yang terbukti melakukan kejahatan yang merugikan perusahaan. Karyawan yang terjerat tindak kriminal itu ialah marketing analis Garuda berinisial AS. Dia ditangkap Polda Metro Jaya karena memalsukan voucher tiket gratis Garuda.
“Yang bersangkutan memang karyawan Garuda Indonesia. Jadi kami menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang ada,” kata Vice President Corporate Communication Garuda Indonesia, Benny S Butarbutar, dalam keterangan tertulis kepada media, Selasa (22/9). Sanksi diberikan karena AS melanggar aturan dan etika perusahaan, serta merusak reputasi Garuda Indonesia. Perbuatan itu, ujar Benny, masuk kategori pelanggaran berat yang tidak bisa ditolerir.
“Garuda Indonesia tidak pernah mentolerir pelanggaran hukum, narkoba, atau hal lain yang bertentangan dengan hukum positif yang berlaku,” kata Benny. Ia menjamin Garuda akan bersikap kooperatif selama proses penyelidikan AS. Akibat perbuatan AS memalsukan voucher gratis Garuda, maka maskapai kini menanggung kerugian Rp1,4 miliar.
"Modusnya, pelaku adalah bagian marketing analis di PT Garuda Indonesia. Garuda mencetak voucher untuk kalangan tertentu dan tidak untuk dijualbelikan. Oleh pelaku, blangko voucher dicuri dan dijual kepada orang-orang asing," ujar Krisna dalam pesan tertulis, Selasa (22/9).
Penangkapan AS dilakukan oleh Sub 2 Kejahatan dan Kekerasan Ditkrimum yang dipimpin oleh Komisaris Jerry Siagian. Penangkapan tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan pada tanggal 20 Maret 2015. Dari tangan pelaku, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain 139 dokumen berupa complimentary voucher, tiket dan perhitungan nilai kerugian tiket yang dipalsukan.
Menurut Krishna, total kerugian yang diakibatkan dari tindak pidana pemalsuan dokumen tersebut mencapai Rp1,4 miliar. "PT Garuda harus memberangkatkan mereka yang menukar voucher sehingga menimbulkan kerugian mencapai Rp1,4 miliar dari Garuda," kata Krishna.
Hingga kini polisi masih memeriksa pelaku untuk mengungkap praktik pemalsuan dokumen tersebut dan kemungkinan terlibatnya pelaku lain. Atas tindakannya, AS terancam dikenakan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemalsuan Dokumen dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan atau Penggelapan dengan ancaman hukuman penjara delapan tahun.
Maskapai penerbangan Garuda Indonesia menyatakan akan menindak tegas karyawannya yang terbukti melakukan kejahatan yang merugikan perusahaan. Karyawan yang terjerat tindak kriminal itu ialah marketing analis Garuda berinisial AS. Dia ditangkap Polda Metro Jaya karena memalsukan voucher tiket gratis Garuda.
“Yang bersangkutan memang karyawan Garuda Indonesia. Jadi kami menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang ada,” kata Vice President Corporate Communication Garuda Indonesia, Benny S Butarbutar, dalam keterangan tertulis kepada media, Selasa (22/9). Sanksi diberikan karena AS melanggar aturan dan etika perusahaan, serta merusak reputasi Garuda Indonesia. Perbuatan itu, ujar Benny, masuk kategori pelanggaran berat yang tidak bisa ditolerir.
“Garuda Indonesia tidak pernah mentolerir pelanggaran hukum, narkoba, atau hal lain yang bertentangan dengan hukum positif yang berlaku,” kata Benny. Ia menjamin Garuda akan bersikap kooperatif selama proses penyelidikan AS. Akibat perbuatan AS memalsukan voucher gratis Garuda, maka maskapai kini menanggung kerugian Rp1,4 miliar.
Garuda Akan Bangun 4 Hanggar Baru Di Indonesia Timur
Anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk, PT Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia berencana membangun fasilitas maintenance, repair, and overhaul (MRO) di kawasan Indonesia timur dalam beberapa tahun ke depan. Keputusan ini diambil perusahaan demi mengurangi jauhnya jarak pesawat-pesawat yang beroperasi di Indonesia timur yang ingin melakukan perawatan mesin.
Richard Budihadianto, Direktur Utama GMF AeroAsia mengungkapkan manajemen bahkan sudah memikirkan lokasi yang tepat untuk membangun MRO baru ini. Di mana pilihan lokasi-lokasi tersebut adalah Makassar, Manado, hingga beberapa kota yang ada di Papua. "Karena kalau pesawat di Timur ini lokasinya sangat jauh dari pusat perawatan, makanya kami cari kota di Indonesia timur. Sebenarnya kalau hanya pesawat propeller bisa dipusatkan di Surabaya saja, namun kami pikirkan juga untuk mengakomodasi pesawat jenis lainnya," ujar Richard di kantornya, Senin (28/9).
Kendati sudah memikirkan rencana tersebut, kata Richard realiasi pembangunan fasiltias MRO akan dilakukan pasca manajemen merampungkan penambahan kapasitas di hanggar 4 Soekarno-Hatta dan rencana pembangunan hanggar 5 setelahnya. Secara lebih rinci, ia mengatakan kapasitas hanggar 4 akan beroperasi maksimal pada 2018, atau ketika 16 slot pesawat bisa dipenuhi.
Adapun urung maksimalnya kapasitas hanggar 4 sampai saat ini dilatarbelakangi oleh belum cukupnya sumber daya manusia (SDM) yang mampu melakukan segala aktivitas perawatan di fasilitas tersebut. Richard menyebut, pekerja di hanggar 4 saat ini tak lebih dari 150 orang dan diharapkan bisa bertambang 438 orang pada 2018, sehingga dapat mengerjakan perawatan pesawat sebanyak 313 pada tahun yang sama.
Sedangkan pada 2016 manajemen GMF AeroAsia menargetkan mampu memiliki 271 pegawai dan bisa mengerjakan 209 pekerjaan perawatan bagi pesawatnarrow body di hanggar tersebut. "Sumber daya hanya 150 orang di hanggar 4 dan itu dibagi ke dalam dua shift sehingga terdapat 75 orang pershift-nya. Sedangkan kita punya 16 slot, tentu saja pekerjaannya akan sangat ribet. Makanya kita putuskan untuk tidak langsung memasang kapasitas penuh di tahun-tahun awal," jelas Richard.
Sementara untuk pembangunan hanggar 5 dikhususkan untuk pesawat wide body yang eksekusi pembangunannya akan dimulai pada 2018 mendatang. "Namun kami belum memikirkan masalah pendanaan untuk hanggar 5. Tapi yang jelas, kami akan tetap manfaatkan sinergi antar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) layaknya pembangunan hanggar 4," terangnya. Sebagai informasi, saat ini pesawat wide body ditempatkan di hanggar 1 dengan jumlah slot dua pesawat saja. Di dalam fasilitas GMF AeroAsia di Soekarno-Hatta, nantinya kapasitas pesawatwide body akan ditambah tiga slot sehingga total kapasitas menjadi lima slot pesawat wide body.
Perusahaan penerbangan pelat merah, PT Garuda Indonesia Tbk berharap bisa memperoleh tambahan pendapatan dari PT Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia setelah anak usahanya di bidang perawatan dan perbaikan pesawat tersebut mulai mengoperasikan hanggar 4 di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Garuda menuntut GMF bisa memberi tambahan pendapatan US$ 68 juta dalam tiga tahun ke depan.
Direktur Utama Garuda Indonesia Arif Wibowo menjelaskan hanggar 4 dibangun untuk mengerjakan perawatan pesawat khusus narrow body dengan kapasitas 16 unit pesawat. Oleh karena itu pendapatan dari jasa perawatan pesawat narrow body diharapkan bisa meningkat dari US$ 57 juta pada tahun lalu ke angka US$ 143 juta, atau 151 persen. "Kami yakin bisa mendapatkan angka itu karena hanggar 4 GMF ini adalah hanggar pesawatnarrow body terbesar di dunia. Selain itu, kami juga melihat bahwa perawatan pesawat narrow body akan menguasai pasar perawatan pesawat pada lima tahun ke depan," ujar Arif di Jakarta, Senin (28/9).
Peningkatan pendapatan tersebut menurut Arif bisa dikejar dengan catatan GMF mampu meningkatkan volume pekerjaan pesawat narrow body dari 209 pekerjaan pada 2016 menjadi 313 pekerjaan pada 2018 nanti. "Kami harap hanggar 4 bisa berkapasitas penuh 16 slot pesawat di tahun 2018. Selain itu, pertumbuhan pendapatan dari perawatan pesawat narrow body juga diharapkan bertambah seiring dengan meningkatnya kapasitas di hanggar 4," jelasnya.
Sebagai informasi hanggar 4 GMF dibangun di atas lahan seluas 67,02 ribu meter persegi, di mana 95,5 persen diantaranya digunakan untuk area produksi. Garuda telah menghabiskan pinjaman Rp 500 miliar yang diperolehnya dari PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) untuk menggarap hanggar tersebut dengan bantuan PT Wijaya Karya Tbk.
Melengkapi ucapan Arif, Direktur Utama GMF AeroAsia Richard Budihadianto mengatakan bahwa pembangunan hanggar 4 ini sejalan dengan keinginan perusahaan untuk bisa membukukan pendapatan sebesar US$ 1 miliar pada 2020. Dengan target pendapatan perusahaan pada 2015 sebesar US$ 300 juta, setidaknya perusahaan harus menambah pendapatan usaha US$ 140 juta per tahun untuk mencapai target.
Lebih lanjut, Richard yakin bisa mencapai target pendapatan tahun ini karena sudah membukukan pendapatan US$ 199 juta pada semester I 2015. Untuk tahun depan, rencananya perusahaan akan menargetkan pendapatan sebesar US$ 390 juta, atau meningkat 30 persen dari tahun ini, dan dia yakin target itu juga bisa tercapai. “Pelanggan kami banyak, dari 59 negara di lima benua. Dengan adanya hal itu, kami harapkan nanti di 2020 bisa masuk tiga besar di Asia Tenggara dari segi nilai pendapatan," jelas Richard.
Melihat dari laporan keuangan Garuda Indonesia, GMF AeroAsia juga telah melakukan perjanjian jangka panjang untuk pemeliharaan dan perbaikan pesawat dengan PT Sriwijaya Air, Hellenic Imperial Airways, Yemen Airways, International Air Parts Pty Ltd, Gatewick Aviation Service, dan Southern Air. Sedangkan pendapatan Garuda Indonesia secara total pada semester I tahun ini Sebesar US$ 1,84 miliar di periode yang sama tahun ini. Angka ini naik tipis 5,14 persen dari angka tahun lalu sebesar US$ 1,75 miliar.
Richard Budihadianto, Direktur Utama GMF AeroAsia mengungkapkan manajemen bahkan sudah memikirkan lokasi yang tepat untuk membangun MRO baru ini. Di mana pilihan lokasi-lokasi tersebut adalah Makassar, Manado, hingga beberapa kota yang ada di Papua. "Karena kalau pesawat di Timur ini lokasinya sangat jauh dari pusat perawatan, makanya kami cari kota di Indonesia timur. Sebenarnya kalau hanya pesawat propeller bisa dipusatkan di Surabaya saja, namun kami pikirkan juga untuk mengakomodasi pesawat jenis lainnya," ujar Richard di kantornya, Senin (28/9).
Kendati sudah memikirkan rencana tersebut, kata Richard realiasi pembangunan fasiltias MRO akan dilakukan pasca manajemen merampungkan penambahan kapasitas di hanggar 4 Soekarno-Hatta dan rencana pembangunan hanggar 5 setelahnya. Secara lebih rinci, ia mengatakan kapasitas hanggar 4 akan beroperasi maksimal pada 2018, atau ketika 16 slot pesawat bisa dipenuhi.
Adapun urung maksimalnya kapasitas hanggar 4 sampai saat ini dilatarbelakangi oleh belum cukupnya sumber daya manusia (SDM) yang mampu melakukan segala aktivitas perawatan di fasilitas tersebut. Richard menyebut, pekerja di hanggar 4 saat ini tak lebih dari 150 orang dan diharapkan bisa bertambang 438 orang pada 2018, sehingga dapat mengerjakan perawatan pesawat sebanyak 313 pada tahun yang sama.
Sedangkan pada 2016 manajemen GMF AeroAsia menargetkan mampu memiliki 271 pegawai dan bisa mengerjakan 209 pekerjaan perawatan bagi pesawatnarrow body di hanggar tersebut. "Sumber daya hanya 150 orang di hanggar 4 dan itu dibagi ke dalam dua shift sehingga terdapat 75 orang pershift-nya. Sedangkan kita punya 16 slot, tentu saja pekerjaannya akan sangat ribet. Makanya kita putuskan untuk tidak langsung memasang kapasitas penuh di tahun-tahun awal," jelas Richard.
Sementara untuk pembangunan hanggar 5 dikhususkan untuk pesawat wide body yang eksekusi pembangunannya akan dimulai pada 2018 mendatang. "Namun kami belum memikirkan masalah pendanaan untuk hanggar 5. Tapi yang jelas, kami akan tetap manfaatkan sinergi antar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) layaknya pembangunan hanggar 4," terangnya. Sebagai informasi, saat ini pesawat wide body ditempatkan di hanggar 1 dengan jumlah slot dua pesawat saja. Di dalam fasilitas GMF AeroAsia di Soekarno-Hatta, nantinya kapasitas pesawatwide body akan ditambah tiga slot sehingga total kapasitas menjadi lima slot pesawat wide body.
Perusahaan penerbangan pelat merah, PT Garuda Indonesia Tbk berharap bisa memperoleh tambahan pendapatan dari PT Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia setelah anak usahanya di bidang perawatan dan perbaikan pesawat tersebut mulai mengoperasikan hanggar 4 di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Garuda menuntut GMF bisa memberi tambahan pendapatan US$ 68 juta dalam tiga tahun ke depan.
Direktur Utama Garuda Indonesia Arif Wibowo menjelaskan hanggar 4 dibangun untuk mengerjakan perawatan pesawat khusus narrow body dengan kapasitas 16 unit pesawat. Oleh karena itu pendapatan dari jasa perawatan pesawat narrow body diharapkan bisa meningkat dari US$ 57 juta pada tahun lalu ke angka US$ 143 juta, atau 151 persen. "Kami yakin bisa mendapatkan angka itu karena hanggar 4 GMF ini adalah hanggar pesawatnarrow body terbesar di dunia. Selain itu, kami juga melihat bahwa perawatan pesawat narrow body akan menguasai pasar perawatan pesawat pada lima tahun ke depan," ujar Arif di Jakarta, Senin (28/9).
Peningkatan pendapatan tersebut menurut Arif bisa dikejar dengan catatan GMF mampu meningkatkan volume pekerjaan pesawat narrow body dari 209 pekerjaan pada 2016 menjadi 313 pekerjaan pada 2018 nanti. "Kami harap hanggar 4 bisa berkapasitas penuh 16 slot pesawat di tahun 2018. Selain itu, pertumbuhan pendapatan dari perawatan pesawat narrow body juga diharapkan bertambah seiring dengan meningkatnya kapasitas di hanggar 4," jelasnya.
Sebagai informasi hanggar 4 GMF dibangun di atas lahan seluas 67,02 ribu meter persegi, di mana 95,5 persen diantaranya digunakan untuk area produksi. Garuda telah menghabiskan pinjaman Rp 500 miliar yang diperolehnya dari PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) untuk menggarap hanggar tersebut dengan bantuan PT Wijaya Karya Tbk.
Melengkapi ucapan Arif, Direktur Utama GMF AeroAsia Richard Budihadianto mengatakan bahwa pembangunan hanggar 4 ini sejalan dengan keinginan perusahaan untuk bisa membukukan pendapatan sebesar US$ 1 miliar pada 2020. Dengan target pendapatan perusahaan pada 2015 sebesar US$ 300 juta, setidaknya perusahaan harus menambah pendapatan usaha US$ 140 juta per tahun untuk mencapai target.
Lebih lanjut, Richard yakin bisa mencapai target pendapatan tahun ini karena sudah membukukan pendapatan US$ 199 juta pada semester I 2015. Untuk tahun depan, rencananya perusahaan akan menargetkan pendapatan sebesar US$ 390 juta, atau meningkat 30 persen dari tahun ini, dan dia yakin target itu juga bisa tercapai. “Pelanggan kami banyak, dari 59 negara di lima benua. Dengan adanya hal itu, kami harapkan nanti di 2020 bisa masuk tiga besar di Asia Tenggara dari segi nilai pendapatan," jelas Richard.
Melihat dari laporan keuangan Garuda Indonesia, GMF AeroAsia juga telah melakukan perjanjian jangka panjang untuk pemeliharaan dan perbaikan pesawat dengan PT Sriwijaya Air, Hellenic Imperial Airways, Yemen Airways, International Air Parts Pty Ltd, Gatewick Aviation Service, dan Southern Air. Sedangkan pendapatan Garuda Indonesia secara total pada semester I tahun ini Sebesar US$ 1,84 miliar di periode yang sama tahun ini. Angka ini naik tipis 5,14 persen dari angka tahun lalu sebesar US$ 1,75 miliar.
Saturday, September 26, 2015
36.000 Karyawan Industri Tekstil Di PHK
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 36.000 pekerja tekstil selama 2015, dari 2,56 juta yang bekerja di sektor ini. Kalangan pengusaha mendesak agar ada langkah konkret dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini sebagai solusi. Ketua Umum API Ade Sudrajat mengatakan, PHK saat ini merupakan imbas dari lesunya kondisi ekonomi global dan di dalam negeri. Kondisi ini berdampak turunnya permintaan pasar tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri hingga 50%, termasuk kinerja ekspor yang turun selama tahun ini.
Ade mengusulkan pemerintah segera bertindak konkret seperti membantu dunia usaha dari tekanan biaya produksi seperti harga bahan baku, keringanan pajak, tarif listrik dan lainnya. Selain itu, pemerintah segera melakukan perbaikan daya beli masyarakat dengan beberapa program nyata di masyarakat agar daya beli membaik. "Kita ingin ada solusi terbaik, sudah beberapa dilontarkan pemerintah," kata Ade.
Pertama, Ade mendesak pemerintah segera merealisasikan regulasi soal keberadaan kawasan logistik berikat untuk kapas sebagai bahan baku benang. Konsep ini diharapkan bisa membantu pengusaha tekstil mendapatkan bahan baku lebih efisien. Selama ini, pengusaha tekstil harus mengimpor kapas dari trader yang bahan bakunya tersedia di Singapura. Kondisi ini membuat pengusaha di dalam negeri menyimpan kapas dalam jumlah banyak di gudang. Targetnya skema ini baru akan terealisasi akhir tahun ini. "Kalau ada kawasan logistik berikat kita tak perlu banyak simpan kapas di gudang kita. Bisa menghemat ongkos seperti biaya asuransi seperti asuransi, sewa gudang, kepemilikan gudang, stok lebih efesien sampai 3-4% untuk biaya bahan baku," katanya.
Ade mengusulkan pemerintah segera bertindak konkret seperti membantu dunia usaha dari tekanan biaya produksi seperti harga bahan baku, keringanan pajak, tarif listrik dan lainnya. Selain itu, pemerintah segera melakukan perbaikan daya beli masyarakat dengan beberapa program nyata di masyarakat agar daya beli membaik. "Kita ingin ada solusi terbaik, sudah beberapa dilontarkan pemerintah," kata Ade.
Pertama, Ade mendesak pemerintah segera merealisasikan regulasi soal keberadaan kawasan logistik berikat untuk kapas sebagai bahan baku benang. Konsep ini diharapkan bisa membantu pengusaha tekstil mendapatkan bahan baku lebih efisien. Selama ini, pengusaha tekstil harus mengimpor kapas dari trader yang bahan bakunya tersedia di Singapura. Kondisi ini membuat pengusaha di dalam negeri menyimpan kapas dalam jumlah banyak di gudang. Targetnya skema ini baru akan terealisasi akhir tahun ini. "Kalau ada kawasan logistik berikat kita tak perlu banyak simpan kapas di gudang kita. Bisa menghemat ongkos seperti biaya asuransi seperti asuransi, sewa gudang, kepemilikan gudang, stok lebih efesien sampai 3-4% untuk biaya bahan baku," katanya.
Kedua, adalah soal bantuan kredit ekspor dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Harapannya bunga pinjaman kredit ekspor bisa lebih rendah dari saat ini, sehingga eksportir tekstil bisa lebih ringan dalam hal biaya ekspor. "Pemerintah bisa memberikan suku bunga lebih rendah 50% saat ekspor, termasuk saat akan membeli bahan baku kredit pinjaman yang selama ini 9%. Supaya ekspor lancar," katanya.
Ketiga, pemerintah segera merealisasikan program-program yang mendorong daya beli masyarakat seperti program percepatan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), program pedesaan, dan lain-lain.
"Keempat, yang lebih luas adalah mengenai penundan pembayaran pajak PPh badan, tapi itu nggak mungkin, itu yang sulit tapi bisa dengan bantuan skema bunga pinjaman usaha dipangkas 50% dari 13%, supaya relaksasi. Listriknya juga supaya turun tarifnya, cost nomor dua setelah bahan baku adalah listrik," katanya.
Ade menegaskan usulan-usulan tersebut akan sangat membantu dunia usaha jika terealisasi, agar beban produksinya bisa ditekan dan berdaya saing. Hasilnya adalah agar potensi PHK maupun merumahkan karyawan bisa ditekan oleh pengusaha. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat Januari-September 2015 sudah ada kurang lebih 36.000 tenaga kerja yang kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat ekonomi yang lesu. PHK terjadi di 1.800 perusahaan anggota API yang mencakup sektor hulu dan hilir tekstil dan produk tekstil (TPT) yang total tenaga kerjanya mencapai 2,56 juta orang.
"Di tekstil dan produk tekstil ada 36.000 yang PHK, kalau total di seluruh sektor mungkin ratusan ribu, bisa ditanya ke BPJS (Ketenagakerjaan) data yang di-PHK," kata Ketua Umum API Ade Sudrajat. Ade mengatakan, gelombang PHK dan karyawan dirumahkan sudah terjadi sejak November tahun lalu yang dialami oleh 1.800 perusahaan anggotanya. Ia mengatakan, jumlah PHK berbeda-beda di setiap perusahaan. Ia juga mencatat ada perusahaan yang hanya merumahkan karyawan, bahkan ada yang sampai merumahkan sekaligus PHK.
"Ada 1.800 anggota API, semua hampir melakukan PHK, ada yang 10 karyawan, 20 karyawan, 100 karyawan dan lebih. Semuanya di sektor tekstil dan garmen, di hilir lebih sedikit, yang orientasi ekspor seperti garmen," katanya. Ia mengatakan, sektor yang paling terpukul adalah sektor benang dan kain karena banyak mengandalkan pasar dalam negeri yang sepanjang tahun ini justru turun 50%. Sedangkan sektor garmen atau pakaian jadi relatif tak signifikan.
"Yang PHK hampir di semua daerah, ada juga di Jawa Barat 49% (dari data API), paling banyak," katanya. Menurut Ade, berdasarkan informasi yang didapatnya dari BPJS Ketenagakerjaan (dulu Jamsostek), jumlah yang terkena PHK cukup besar. Ia mengungkapkan selama 1-15 September saja sudah ada 112.000 orang yang kena PHK di semua sektor.
Angka ini jauh berbeda dari data resmi yang disampaikan pemerintah. Sepanjang Januari hingga akhir Agustus 2015, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat hanya ada 26.506 karyawan yang terkena PHK. Daerah dengan jumlah PHK paling besar adalah provinsi Jawa Barat dengan 12.000 orang. Selanjutnya adalah Banten dengan 5.424 orang, Jawa Timur dengan 3.219 orang, Kalimantan Timur 3.128 orang, dan DKI Jakarta 1.430 orang.
"Jadi kalau yang BPJS itu yang mengambil duit, sedangkan di ketenagakerjaan itu hanya yang melapor saja. Jadi lebih akurat orang yang mengambil duit (data BPJS)," katanya.
"Keempat, yang lebih luas adalah mengenai penundan pembayaran pajak PPh badan, tapi itu nggak mungkin, itu yang sulit tapi bisa dengan bantuan skema bunga pinjaman usaha dipangkas 50% dari 13%, supaya relaksasi. Listriknya juga supaya turun tarifnya, cost nomor dua setelah bahan baku adalah listrik," katanya.
Ade menegaskan usulan-usulan tersebut akan sangat membantu dunia usaha jika terealisasi, agar beban produksinya bisa ditekan dan berdaya saing. Hasilnya adalah agar potensi PHK maupun merumahkan karyawan bisa ditekan oleh pengusaha. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat Januari-September 2015 sudah ada kurang lebih 36.000 tenaga kerja yang kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat ekonomi yang lesu. PHK terjadi di 1.800 perusahaan anggota API yang mencakup sektor hulu dan hilir tekstil dan produk tekstil (TPT) yang total tenaga kerjanya mencapai 2,56 juta orang.
"Di tekstil dan produk tekstil ada 36.000 yang PHK, kalau total di seluruh sektor mungkin ratusan ribu, bisa ditanya ke BPJS (Ketenagakerjaan) data yang di-PHK," kata Ketua Umum API Ade Sudrajat. Ade mengatakan, gelombang PHK dan karyawan dirumahkan sudah terjadi sejak November tahun lalu yang dialami oleh 1.800 perusahaan anggotanya. Ia mengatakan, jumlah PHK berbeda-beda di setiap perusahaan. Ia juga mencatat ada perusahaan yang hanya merumahkan karyawan, bahkan ada yang sampai merumahkan sekaligus PHK.
"Ada 1.800 anggota API, semua hampir melakukan PHK, ada yang 10 karyawan, 20 karyawan, 100 karyawan dan lebih. Semuanya di sektor tekstil dan garmen, di hilir lebih sedikit, yang orientasi ekspor seperti garmen," katanya. Ia mengatakan, sektor yang paling terpukul adalah sektor benang dan kain karena banyak mengandalkan pasar dalam negeri yang sepanjang tahun ini justru turun 50%. Sedangkan sektor garmen atau pakaian jadi relatif tak signifikan.
"Yang PHK hampir di semua daerah, ada juga di Jawa Barat 49% (dari data API), paling banyak," katanya. Menurut Ade, berdasarkan informasi yang didapatnya dari BPJS Ketenagakerjaan (dulu Jamsostek), jumlah yang terkena PHK cukup besar. Ia mengungkapkan selama 1-15 September saja sudah ada 112.000 orang yang kena PHK di semua sektor.
Angka ini jauh berbeda dari data resmi yang disampaikan pemerintah. Sepanjang Januari hingga akhir Agustus 2015, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat hanya ada 26.506 karyawan yang terkena PHK. Daerah dengan jumlah PHK paling besar adalah provinsi Jawa Barat dengan 12.000 orang. Selanjutnya adalah Banten dengan 5.424 orang, Jawa Timur dengan 3.219 orang, Kalimantan Timur 3.128 orang, dan DKI Jakarta 1.430 orang.
"Jadi kalau yang BPJS itu yang mengambil duit, sedangkan di ketenagakerjaan itu hanya yang melapor saja. Jadi lebih akurat orang yang mengambil duit (data BPJS)," katanya.
Industri Makanan Dan Minuman Sebut Kondisi Resesi Ekonomi Indonesia Sudah Lampu Kuning
Pengusaha industri makanan dan minuman yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menganggap, situasi ekonomi saat ini sudah "lampu kuning". "Berdasarkan survei, ketergantungan kita terhadap dollar ini sangat berat sekali. Kita tahu secara praktis (rupiah) sudah mencapai Rp 15.000. Ini sudah 'lampu kuning' untuk kita," ujar Ketua Umum Gapmmi Adhi Lukman di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Jumat (25/9/2015).
Dia meminta agar pemerintah bisa melakukan terobosan sehingga nilai tukar rupiah tidak terus melemah. Meski mata uang negara lain juga ikut melemah terhadap dollar, kondisi rupiah saat ini sudah sangat memberatkan pengusaha. "Bahan baku kita masih banyak yang impor, ini jadi masalah. Bukan kita senang impor, tetapi karena keterpaksaan karena enggak ada di dalam negeri, dari mutu dan ketersediaan jumlahnya," kata dia.
Di tengah kondisi itu, pengusaha bimbang mengambil keputusan menaikkan harga produk. Pasalnya, daya beli masyakarat saat ini begitu lemah sehingga produk tersebut dikhawatirkan tak laku. "Jadi, perusahaan mengefisienkan diri, juga menjaga margin. Kita melihat beberapa perusahaan sudah teriak karena bottom linesudah mulai tergerus. Ini yang harus hati-hati," ucap dia.
Sebelumnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri makanan dan minuman sudah mulai terjadi karena pelemahanrupiah. Namun, skalanya belum besar seperti yang dikabarkan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor industri makanan dan minuman sudah mulai terjadi karena pelemahan rupiah. Namun, skalanya belum besar seperti yang dikabarkan.
"PHK besar-besaran belum ada tapi kalau kecil-kecilan tentu sudah mulai terjadi," ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Jumat (25/9/2015).
Menurut dia, keputusan PHK karyawan oleh perusahaan terjadi lantaran pelemahan nilai tukar rupiah. Saat ini komponen bahan baku di industri makanan minuman masih tergantung barang impor. Akibatnya, saat rupiah anjlok maka harga barang tersebut semakin mahal. Saat ini tutur Adhi, GAPMMI sedang mendata karyawan yang terkena PHK tersebut. Beberapa minggu lalu kata dia, beberapa perusahaan juga sudah melakukan pengurangan jam kerja karyawan karena membengkaknya biaya operasi.
Bila dibandingkan sektor industri lainya, misalnya industri garmen, Adhi mengatakan PHK di sektor industri makanan dan minuman masih kecil. Menurutnya, dari informasi yang dia dapat, industri garmen sudah banyak melakukan PHK kepada para karyawannya. Selain itu ucap Adhi, sisi keuangan perusahaan-perusahaan di industri makanan dan minuman juga terhempas oleh pelemahan perekonomian saat ini. Nilai keuntungan pada 2015 ini diprediksi negatif atau bila ada keuntungan masih relatif kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Dia meminta agar pemerintah bisa melakukan terobosan sehingga nilai tukar rupiah tidak terus melemah. Meski mata uang negara lain juga ikut melemah terhadap dollar, kondisi rupiah saat ini sudah sangat memberatkan pengusaha. "Bahan baku kita masih banyak yang impor, ini jadi masalah. Bukan kita senang impor, tetapi karena keterpaksaan karena enggak ada di dalam negeri, dari mutu dan ketersediaan jumlahnya," kata dia.
Di tengah kondisi itu, pengusaha bimbang mengambil keputusan menaikkan harga produk. Pasalnya, daya beli masyakarat saat ini begitu lemah sehingga produk tersebut dikhawatirkan tak laku. "Jadi, perusahaan mengefisienkan diri, juga menjaga margin. Kita melihat beberapa perusahaan sudah teriak karena bottom linesudah mulai tergerus. Ini yang harus hati-hati," ucap dia.
Sebelumnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri makanan dan minuman sudah mulai terjadi karena pelemahanrupiah. Namun, skalanya belum besar seperti yang dikabarkan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor industri makanan dan minuman sudah mulai terjadi karena pelemahan rupiah. Namun, skalanya belum besar seperti yang dikabarkan.
"PHK besar-besaran belum ada tapi kalau kecil-kecilan tentu sudah mulai terjadi," ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Jumat (25/9/2015).
Menurut dia, keputusan PHK karyawan oleh perusahaan terjadi lantaran pelemahan nilai tukar rupiah. Saat ini komponen bahan baku di industri makanan minuman masih tergantung barang impor. Akibatnya, saat rupiah anjlok maka harga barang tersebut semakin mahal. Saat ini tutur Adhi, GAPMMI sedang mendata karyawan yang terkena PHK tersebut. Beberapa minggu lalu kata dia, beberapa perusahaan juga sudah melakukan pengurangan jam kerja karyawan karena membengkaknya biaya operasi.
Bila dibandingkan sektor industri lainya, misalnya industri garmen, Adhi mengatakan PHK di sektor industri makanan dan minuman masih kecil. Menurutnya, dari informasi yang dia dapat, industri garmen sudah banyak melakukan PHK kepada para karyawannya. Selain itu ucap Adhi, sisi keuangan perusahaan-perusahaan di industri makanan dan minuman juga terhempas oleh pelemahan perekonomian saat ini. Nilai keuntungan pada 2015 ini diprediksi negatif atau bila ada keuntungan masih relatif kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Belum Krisis Ekonomi Saja ... Bank MNC Sudah PHK 120 Karyawan dan Tutup 30 Kantor Cabang
PT Bank MNC Internasional Tbk atau biasa disebut MNC Bank telah merumahkan atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 120 pegawai dan menutup 30 kantor cabang di seluruh Indonesia.
Presiden Direktur Bank MNC Internasional, Benny Purnomo mengatakan, langkah pemutusan hubungan kerja ini sejalan dengan kondisi ekonomi Indonesia yang sedang melemah. "Kami menutup cabang sekitar 30 di seluruh Indonesia dengan fokusnya ke mikro, karena kami ingin fokus ke infrastruktur pada Desember 2014," ujar Benny di Gedung MNC, Jakarta Pusat, Jumat (25/09/15).
Dia membantah pengurangan karyawan ada kaitannya dengan perlambatan ekonomi, tapi perusahaan ingin mengakselerasi pelayanan melalui teknologi. "Karena ke depan klik (era teknologi) lebih bagus, bagaimana klik bisa di akselerasi," jelas dia. Benny menambahkan, saat ini perusahaan milik Hary Tanoe ini mempunyai tiga fokus bisnis utama yakni commercial, mikro danconsumer.
Presiden Direktur Bank MNC Internasional, Benny Purnomo mengatakan, langkah pemutusan hubungan kerja ini sejalan dengan kondisi ekonomi Indonesia yang sedang melemah. "Kami menutup cabang sekitar 30 di seluruh Indonesia dengan fokusnya ke mikro, karena kami ingin fokus ke infrastruktur pada Desember 2014," ujar Benny di Gedung MNC, Jakarta Pusat, Jumat (25/09/15).
Dia membantah pengurangan karyawan ada kaitannya dengan perlambatan ekonomi, tapi perusahaan ingin mengakselerasi pelayanan melalui teknologi. "Karena ke depan klik (era teknologi) lebih bagus, bagaimana klik bisa di akselerasi," jelas dia. Benny menambahkan, saat ini perusahaan milik Hary Tanoe ini mempunyai tiga fokus bisnis utama yakni commercial, mikro danconsumer.
Friday, September 25, 2015
Cara Mengurangi dan Menghindari Pajak PPh Badan Dengan Instrumen Hutang
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat lebih dari 2 ribu perusahaan asing di Indonesia sengaja menggelembungkan utang agar terbebas dari pungutan pajak penghasilan (PPh). Hal ini yang menjadi alasan pemerintah membatasi nilai utang perusahaan yang bisa dijadikan faktor pengurang PPh maksimal empat kali dari nilai aset.
Mekar Satria Utama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP mengungkapkan, banyak penanam modal asing (PMA) yang untung besar di Indonesia tetapi terbebas dari kewajiban membayar PPh. Paling banyak adalah perusahaan pertambangan, yang menggunakan modus menimbun utang agar diperhitungkan sebagai faktor pengurang pajak.
"Secara bisnis, dari hasil menjual minyak dan hasil tambang sebenarnya untung kalau dikurangi dengan biaya produksi dan biaya operasional. Namun mereka memasukan utang dan bunga utang agar terhindar dari pajak," jelasnya. Berdasarkan hitungan DJP, jelas Mekar, lebih dari 2 ribu perusahaan asing di Indonesia yang melakukan akal-akalan serupa. Kisaran angka tersebut belum memperhitungkan jumlah perusahaan nasional yang juga melakukan modus yang sama.
"Bahkan ada satu perusahaan yang utangnya 800 kali lipat dari nilai asetnya atau debt to equity ratio (DER) 800:1. Misal asetnya Rp 1 miliar, mana ada yang mau kasih utang Rp 800 miliar. Itu tidak masuk akal, mungkin karena hubungan istimewa," ujarnya. Mekar menilai, wajar jika kemudian pemerintah melalui Kementerian Keuangan membatasi jumlah utang yang boleh jadi pengurang PPH mulai tahun depan, dengan menerapkan DER 4:1.
"Aturan ini untuk mengejar banyak PMA yang selalu mengatakan rugi dan kerugiannya bukan dari kegiatan bisnis dan produksi, melainkan dari utang," tuturnya. Menurut Mekar, ketentuan DER di bidang perpajakan telah diterapkan pada 1984, sebelum kemudian ditunda pelaksanaannya pada 1985 hingga saat ini. Praktis selama 31 tahun, katanya, ribuan perusahaan di Indonesia sengaja menggelembungkan utang untuk menghindar dari kewajiban membayar PPh.
Dengan diberlakukannya kembali DER mulai tahun depan, Mekar optimistis penerimaan negara dari setoran PPh badan akan meningkat signifikan. Namun, dia belum bisa memastikan berapa potensi PPh yang akan didapat dari penertiban modus penggelembungan utang perusahaan itu. Pemerintah menetapkan nilai utang perusahaan yang bisa jadikan faktor pengurang pajak penghasilan (PPh) maksimal empat kali lipat dari jumlah modal yang dimiliki. Ketentuan ini berlaku efektif mulai tahun depan (2016) setelah selama 31 tahun dibekukan pemerintah.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan, yang terbit pada 9 September 2015. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menegaskan besarnya perbandingan antara utang dan modal atau debt to equity ratio (DER) perusahaan yang bisa dijadikan dasar perhitungan PPh sebesar empat banding satu (4:1). Utang yang dimaksud Bambang adalah saldo rata-rata utang perusahaan dalam satu tahun pajak.
Dalam salinan PMK Nomor 169/PMK.010/2015 yang diterima CNN Indonesia, Kamis (17/9) disebutkan, pengecualian DER diberikan bagi wajib pajak (WP) badan atau perusahaan di beberapa sektor berikut:
"Dalam hal Wajib Pajak mempunyai saldo ekuitas nol atau kurang dari nol, maka seluruh biaya pinjaman Wajib Pajak bersangkutan tidak dapat diperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak," tulis Menkeu dalam beleidnya. Sejarahnya, ketentuan DER sebagai basis perhitungan PPh pernah diterapkan di era Menteri Keuangan Radius Prawiro, tepatnya pada pada 8 Oktober 1984 dengan perbandingan utang terhadap modal kala itu ditetapkan 3:1. Dasar hukum penetapan DER sebagai basis perhitungan PPh adalah Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan Antara Utang dan Modal Sendiri untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan.
Berselang enam bulan, tepatnya pada 8 Maret 1985, Radius Prawiro membekukan ketentuan DER karena dikhawatirkan dapat menghambat perkembangan dunia usaha. Sebagai payung hukumnya, terbit KMK Nomor 254/KMK.04/1985 tentang Penundaan Pelaksanaan KMK Nomor 1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan Antara Utang dan Modal Sendiri untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan.
Penundaan berlangsung sekitar 31 tahun atau sampai sekarang, sebelum dihidupkan kembali oleh Menkeu Bambang P.S. Brodjonegoro. Pemerintah memberlakukan ketentuan rasio utang terhadap modal atau debt to equity ratio (DER) sebagai dasar pengenaan pajak penghasilan (PPh) badan sebesar 4:1 mulai tahun depan. Pengecualian diberikan ke sejumlah sektor usaha, antara lain perusahaan-perusahaan pertambangan minyak dan gas (migas) serta pertambangan umum pemegang kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan, yang terbit pada 9 September 2015. "Ketentuan mengenai perbandingan utang dan modal dimaksud berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian tersebut," ujar Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro seperti dikutip dari salinan PMK Nomor 169/PMK.010/2015.
Selain sektor pertambangan, Menkeu mengatakan pengecualian juga diberikan bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor perbankan, jasa pembiayaan dan asuransi, serta infrastruktur. Selain itu, ketentuan DER 4:1 ini juga tidak berlaku bagi WP badan yang seluruh penghasilannya sudah dikenakan PPh Final. Apabila besar utang perusahaan melampaui ketentuan DER 4:1, Menkeu menegaskan biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang PPh hanya empat kali dari jumlah modal.
Biaya utang yang dimaksud Menkeu adalah bunga pinjaman, diskonto dan premium utang, biaya tambahan pinjaman, beban keuangan dalam sewa pembiayaan, biaya imbalan sebagai jaminan pengembalian utang, dan selisih kurs pinjaman asing. "Dalam hal Wajib Pajak mempunyai saldo ekuitas nol atau kurang dari nol, maka seluruh biaya pinjaman Wajib Pajak bersangkutan tidak dapat diperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak," tulis Menkeu dalam beleidnya.
Mekar Satria Utama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP mengungkapkan, banyak penanam modal asing (PMA) yang untung besar di Indonesia tetapi terbebas dari kewajiban membayar PPh. Paling banyak adalah perusahaan pertambangan, yang menggunakan modus menimbun utang agar diperhitungkan sebagai faktor pengurang pajak.
"Secara bisnis, dari hasil menjual minyak dan hasil tambang sebenarnya untung kalau dikurangi dengan biaya produksi dan biaya operasional. Namun mereka memasukan utang dan bunga utang agar terhindar dari pajak," jelasnya. Berdasarkan hitungan DJP, jelas Mekar, lebih dari 2 ribu perusahaan asing di Indonesia yang melakukan akal-akalan serupa. Kisaran angka tersebut belum memperhitungkan jumlah perusahaan nasional yang juga melakukan modus yang sama.
"Bahkan ada satu perusahaan yang utangnya 800 kali lipat dari nilai asetnya atau debt to equity ratio (DER) 800:1. Misal asetnya Rp 1 miliar, mana ada yang mau kasih utang Rp 800 miliar. Itu tidak masuk akal, mungkin karena hubungan istimewa," ujarnya. Mekar menilai, wajar jika kemudian pemerintah melalui Kementerian Keuangan membatasi jumlah utang yang boleh jadi pengurang PPH mulai tahun depan, dengan menerapkan DER 4:1.
"Aturan ini untuk mengejar banyak PMA yang selalu mengatakan rugi dan kerugiannya bukan dari kegiatan bisnis dan produksi, melainkan dari utang," tuturnya. Menurut Mekar, ketentuan DER di bidang perpajakan telah diterapkan pada 1984, sebelum kemudian ditunda pelaksanaannya pada 1985 hingga saat ini. Praktis selama 31 tahun, katanya, ribuan perusahaan di Indonesia sengaja menggelembungkan utang untuk menghindar dari kewajiban membayar PPh.
Dengan diberlakukannya kembali DER mulai tahun depan, Mekar optimistis penerimaan negara dari setoran PPh badan akan meningkat signifikan. Namun, dia belum bisa memastikan berapa potensi PPh yang akan didapat dari penertiban modus penggelembungan utang perusahaan itu. Pemerintah menetapkan nilai utang perusahaan yang bisa jadikan faktor pengurang pajak penghasilan (PPh) maksimal empat kali lipat dari jumlah modal yang dimiliki. Ketentuan ini berlaku efektif mulai tahun depan (2016) setelah selama 31 tahun dibekukan pemerintah.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan, yang terbit pada 9 September 2015. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menegaskan besarnya perbandingan antara utang dan modal atau debt to equity ratio (DER) perusahaan yang bisa dijadikan dasar perhitungan PPh sebesar empat banding satu (4:1). Utang yang dimaksud Bambang adalah saldo rata-rata utang perusahaan dalam satu tahun pajak.
Dalam salinan PMK Nomor 169/PMK.010/2015 yang diterima CNN Indonesia, Kamis (17/9) disebutkan, pengecualian DER diberikan bagi wajib pajak (WP) badan atau perusahaan di beberapa sektor berikut:
- Perbankan
- Lembaga pembiayaan
- Asuransi
- Pertambangan minyak dan gas (migas), pertambangan umum, dan pertambangan lain pemegang kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan.
- Infrastruktur
"Dalam hal Wajib Pajak mempunyai saldo ekuitas nol atau kurang dari nol, maka seluruh biaya pinjaman Wajib Pajak bersangkutan tidak dapat diperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak," tulis Menkeu dalam beleidnya. Sejarahnya, ketentuan DER sebagai basis perhitungan PPh pernah diterapkan di era Menteri Keuangan Radius Prawiro, tepatnya pada pada 8 Oktober 1984 dengan perbandingan utang terhadap modal kala itu ditetapkan 3:1. Dasar hukum penetapan DER sebagai basis perhitungan PPh adalah Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan Antara Utang dan Modal Sendiri untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan.
Berselang enam bulan, tepatnya pada 8 Maret 1985, Radius Prawiro membekukan ketentuan DER karena dikhawatirkan dapat menghambat perkembangan dunia usaha. Sebagai payung hukumnya, terbit KMK Nomor 254/KMK.04/1985 tentang Penundaan Pelaksanaan KMK Nomor 1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan Antara Utang dan Modal Sendiri untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan.
Penundaan berlangsung sekitar 31 tahun atau sampai sekarang, sebelum dihidupkan kembali oleh Menkeu Bambang P.S. Brodjonegoro. Pemerintah memberlakukan ketentuan rasio utang terhadap modal atau debt to equity ratio (DER) sebagai dasar pengenaan pajak penghasilan (PPh) badan sebesar 4:1 mulai tahun depan. Pengecualian diberikan ke sejumlah sektor usaha, antara lain perusahaan-perusahaan pertambangan minyak dan gas (migas) serta pertambangan umum pemegang kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan, yang terbit pada 9 September 2015. "Ketentuan mengenai perbandingan utang dan modal dimaksud berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian tersebut," ujar Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro seperti dikutip dari salinan PMK Nomor 169/PMK.010/2015.
Selain sektor pertambangan, Menkeu mengatakan pengecualian juga diberikan bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor perbankan, jasa pembiayaan dan asuransi, serta infrastruktur. Selain itu, ketentuan DER 4:1 ini juga tidak berlaku bagi WP badan yang seluruh penghasilannya sudah dikenakan PPh Final. Apabila besar utang perusahaan melampaui ketentuan DER 4:1, Menkeu menegaskan biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang PPh hanya empat kali dari jumlah modal.
Biaya utang yang dimaksud Menkeu adalah bunga pinjaman, diskonto dan premium utang, biaya tambahan pinjaman, beban keuangan dalam sewa pembiayaan, biaya imbalan sebagai jaminan pengembalian utang, dan selisih kurs pinjaman asing. "Dalam hal Wajib Pajak mempunyai saldo ekuitas nol atau kurang dari nol, maka seluruh biaya pinjaman Wajib Pajak bersangkutan tidak dapat diperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak," tulis Menkeu dalam beleidnya.
Pemerintah Kurangi Tarif PPh Wajib Pajak Badan Dari 25 Persen Menjadi 18 Persen
Pemerintah berencana menurunkan tarif tertinggi pajak penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan atau korporasi, dari 25 persen menjadi 18 persen. Wacana tersebut menjadi salah satu topik pembahasan di rapat kabinet di Istana Kepresidenan pada hari ini, Jumat (25/9). Sayangnya, info ini justru disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Pandjaitan yang bukan merupakan wilayah kerjanya. Menurutnya, rapat tersebut juga dihadiri oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution.
"Tadi sudah dibicarakan mengenai tax amnesty dan juga penurunan corporat tax dari 25 persen ke 18 persen. Dan kami harap itu bisa selesai dalam waktu dekat dan bisa berlaku mulai tahun depan," ujarnya usai rapat kabinet.
Selama ini, pengenaan PPH badan atas korporasi merujuk pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Mengacu pada kedua beleid tersebut, pemerintah menetapkan tarif PPh badan sebesar 25 persen dari Penghasilan Kena Pajak (PKP). Namun, bagi Wajib Pajak (WP) badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka, yang paling sedikit 40 persen sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa memperoleh tarif PPh sebesar 5 persen.
Sementara bagi perusahaan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50 persen dari tarif normalnya (25 persen) yang dikenakan atas PKP dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar
"Tadi sudah dibicarakan mengenai tax amnesty dan juga penurunan corporat tax dari 25 persen ke 18 persen. Dan kami harap itu bisa selesai dalam waktu dekat dan bisa berlaku mulai tahun depan," ujarnya usai rapat kabinet.
Selama ini, pengenaan PPH badan atas korporasi merujuk pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Mengacu pada kedua beleid tersebut, pemerintah menetapkan tarif PPh badan sebesar 25 persen dari Penghasilan Kena Pajak (PKP). Namun, bagi Wajib Pajak (WP) badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka, yang paling sedikit 40 persen sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa memperoleh tarif PPh sebesar 5 persen.
Sementara bagi perusahaan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50 persen dari tarif normalnya (25 persen) yang dikenakan atas PKP dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar
Wednesday, September 23, 2015
Pemerintah Punya Utang Baru Rp 2,5 Triliun Lewat 4 Varian Sukuk
Pemerintah menarik utang baru sebesar Rp 2,5 triliun dari pasar obligasi melalui lelang empat seri surat berharga syariah atau sukuk negara pada Selasa (22/9). Keempat seri sukuk negara yang dilelang adalah SPN-S 09032016 (reopening), PBS006 (reopening), PBS008 (reopening), dan PBS009 (reopening). Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Keuangan N.E. Fatimah, menjelaskan total penawaran yang masuk dari lelang empat seri sukuk tersebut mencapai Rp 4,67 triliun. Namun, yang dimenangkan hanya sebesar Rp 2,5 triliun.
"Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri Keuangan menetapkan hasil lelang SBSN yang dimenangkan sebesar Rp 2,5 triliun," ujar Fatimah melalui keterangan pers, Rabu (23/9).
SPN-S 09032016 merupakan sukuk negara bertenor pendek, dengan waktu jatuh tempo pada 9 Maret 2016. Dengan tingkat imbal hasil (yield) sebesar 6,93 persen, seri ini hanya dimenangkan sebesar Rp 445 miliar dari total penawaran yang masuk Rp 1,1 triliun. Lalu PBS006 merupakan sukuk negara bertenor lima tahun, dengan yield 9 persen. Jumlah yang dimenangkan pemerintah untuk seri ini sebesar Rp 580 miliar dari total penawaran yang masuk Rp 810 miliar.
Selanjutnya PBS008 , sukuk negara bertenor 10 bulan, dimenangkan dengan yield 7,6 persen. Adapu nominal yang diserap sebesar Rp 425 miliar dari total penawaran yang masuk Rp 926 miliar. Terakhir PBS009, dimenangkan pemerintah sebesar Rp 1 triliun dari toal penawaran yang masuk Rp 1,78 triliun. Obligasi bertenor tiga tahun ini dimenangkan dengan yield 8,44 persen.Pemerintah membidik pembiayaan sebesar Rp 2,5 triliun dari lelang empat seri surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk negara berbasis proyek pada Selasa (8/9).
Obligasi syariah negara yang akan dilelang adalah seri PBS006 dengan tenor lima tahun, PBS008 bertenor satu tahun, dan PBS009 bertenor tiga tahun. Terakhir adalah sukuk negara jangka pendek seri SPN-S 09032016 yang akan jatuh tempo pada 9 Maret 2016. Kementerian Keuangan dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, target indikatif dari lelang keempat sukuk negara tersebut sebesar Rp 2,5 triliun. Pembiayaan ini dalam rangka memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2015.
"Lelang SBSN tersebut akan dilaksanakan dengan menggunakan sistem pelelangan yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai agen lelang SBSN," ujar Kepala Biro Humas Kemenkeu, N.E. Fatimah, dikutip Senin (7/9). Fatimah menjelaskan lelang bersifat terbuka menggunakan metode harga beragam (multiple price). Lelang akan diikuti oleh 17 bank dan empat perusahaan sekuritas.
"Pada prinsipnya, semua pihak, investor individu maupun institusi, dapat menyampaikan penawaran pembelian (bids) dalam lelang, namun dalam pelaksanaannya penyampaian bids harus melalui peserta lelang yang telah mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan," jelas Fatimah. Pemerintah akan menerbitkan obligasi syariah atau sukuk berbasis proyek pada tahun depan, dengan target indikatif sebesar Rp 13,7 triliun.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, seperti dikutip dari salinan dokumen jawaban pemerintah atas pandangan umum fraksi-fraksi DPR,. Menkeu menyebutkan hasil dari lelang surat berharga syariah negara (SBSN) berbasis proyek itu akan digunakan untuk mendanai proyek-proyek milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) senilai Rp 7,2 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 5 triliun dan Kementerian Agama Rp 1,5 triliun.
Selain itu, Bambang mengatakan pemerintah juga merencanakan alokasi anggaran sebesar Rp 313,5 triliun yang dikhususkan untuk pembangunan infrastruktur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negeri (APBN) 2016. Menurut Menkeu, alokasi anggaran infrastruktur tersebut diarahkan untuk pembangunan konektivitas, kedaulatan pangan, energi, serta perumahan, air minum dan sanitasi.
Selain itu, lanjut Bambang, pembangunan infrastruktur juga akan diarahkan ke wilayah-wilayah terisolir, terpencil, dan terluar guna memperlancar sekaligus menekan biaya distribusi logisitik. Pembangunan koneltivitas tersebut antara lain pembangunan dan pemeliharaan ruas jalan sepanjang 375 kilometer, jembatan sepanjang 6.283,9 meter, pembangunan 4 dermaga sungai dan danau, jalur kereta api sepangjang 110,9 kilometer, renovasi pasar rakyat.
Tak hanya itu, anggaran tersebut juga difokuskan untuk memenuhi kebutuhan energi melalui fasilitasi penyelesaian pembangunan pembangkit 35 ribu mega watt, rasio elektrifikasi 90,15 persen dan kapasitas pembangkit sebesar 61,5 giga watt. Di bidang pertanian dan kelautan, anggaran diarahkan untuk pengembangan jaringan dan optimasi air seluas 500 ribu hektar, membangun kapal perintis penumpang dan barang sebanyak 94 unit, serta membangun sarana bantu navigasi pelayaran sebanyak 215 unit.
"Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri Keuangan menetapkan hasil lelang SBSN yang dimenangkan sebesar Rp 2,5 triliun," ujar Fatimah melalui keterangan pers, Rabu (23/9).
SPN-S 09032016 merupakan sukuk negara bertenor pendek, dengan waktu jatuh tempo pada 9 Maret 2016. Dengan tingkat imbal hasil (yield) sebesar 6,93 persen, seri ini hanya dimenangkan sebesar Rp 445 miliar dari total penawaran yang masuk Rp 1,1 triliun. Lalu PBS006 merupakan sukuk negara bertenor lima tahun, dengan yield 9 persen. Jumlah yang dimenangkan pemerintah untuk seri ini sebesar Rp 580 miliar dari total penawaran yang masuk Rp 810 miliar.
Selanjutnya PBS008 , sukuk negara bertenor 10 bulan, dimenangkan dengan yield 7,6 persen. Adapu nominal yang diserap sebesar Rp 425 miliar dari total penawaran yang masuk Rp 926 miliar. Terakhir PBS009, dimenangkan pemerintah sebesar Rp 1 triliun dari toal penawaran yang masuk Rp 1,78 triliun. Obligasi bertenor tiga tahun ini dimenangkan dengan yield 8,44 persen.Pemerintah membidik pembiayaan sebesar Rp 2,5 triliun dari lelang empat seri surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk negara berbasis proyek pada Selasa (8/9).
Obligasi syariah negara yang akan dilelang adalah seri PBS006 dengan tenor lima tahun, PBS008 bertenor satu tahun, dan PBS009 bertenor tiga tahun. Terakhir adalah sukuk negara jangka pendek seri SPN-S 09032016 yang akan jatuh tempo pada 9 Maret 2016. Kementerian Keuangan dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, target indikatif dari lelang keempat sukuk negara tersebut sebesar Rp 2,5 triliun. Pembiayaan ini dalam rangka memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2015.
"Lelang SBSN tersebut akan dilaksanakan dengan menggunakan sistem pelelangan yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai agen lelang SBSN," ujar Kepala Biro Humas Kemenkeu, N.E. Fatimah, dikutip Senin (7/9). Fatimah menjelaskan lelang bersifat terbuka menggunakan metode harga beragam (multiple price). Lelang akan diikuti oleh 17 bank dan empat perusahaan sekuritas.
"Pada prinsipnya, semua pihak, investor individu maupun institusi, dapat menyampaikan penawaran pembelian (bids) dalam lelang, namun dalam pelaksanaannya penyampaian bids harus melalui peserta lelang yang telah mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan," jelas Fatimah. Pemerintah akan menerbitkan obligasi syariah atau sukuk berbasis proyek pada tahun depan, dengan target indikatif sebesar Rp 13,7 triliun.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, seperti dikutip dari salinan dokumen jawaban pemerintah atas pandangan umum fraksi-fraksi DPR,. Menkeu menyebutkan hasil dari lelang surat berharga syariah negara (SBSN) berbasis proyek itu akan digunakan untuk mendanai proyek-proyek milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) senilai Rp 7,2 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 5 triliun dan Kementerian Agama Rp 1,5 triliun.
Selain itu, Bambang mengatakan pemerintah juga merencanakan alokasi anggaran sebesar Rp 313,5 triliun yang dikhususkan untuk pembangunan infrastruktur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negeri (APBN) 2016. Menurut Menkeu, alokasi anggaran infrastruktur tersebut diarahkan untuk pembangunan konektivitas, kedaulatan pangan, energi, serta perumahan, air minum dan sanitasi.
Selain itu, lanjut Bambang, pembangunan infrastruktur juga akan diarahkan ke wilayah-wilayah terisolir, terpencil, dan terluar guna memperlancar sekaligus menekan biaya distribusi logisitik. Pembangunan koneltivitas tersebut antara lain pembangunan dan pemeliharaan ruas jalan sepanjang 375 kilometer, jembatan sepanjang 6.283,9 meter, pembangunan 4 dermaga sungai dan danau, jalur kereta api sepangjang 110,9 kilometer, renovasi pasar rakyat.
Tak hanya itu, anggaran tersebut juga difokuskan untuk memenuhi kebutuhan energi melalui fasilitasi penyelesaian pembangunan pembangkit 35 ribu mega watt, rasio elektrifikasi 90,15 persen dan kapasitas pembangkit sebesar 61,5 giga watt. Di bidang pertanian dan kelautan, anggaran diarahkan untuk pengembangan jaringan dan optimasi air seluas 500 ribu hektar, membangun kapal perintis penumpang dan barang sebanyak 94 unit, serta membangun sarana bantu navigasi pelayaran sebanyak 215 unit.
Jasa Logistik Truk Perang Tarif
Persaingan usaha jasa angkutan truk semakin sengit di tengah anjloknya permintaan jasa logistik. Menyiasati perlambatan ekonomi yang terjadi, perusahaan operator truk logistik terpaksa melakukan perang tarif demi mendapatkan pesanan. Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Gemilang Tarigan menuturkan, kinerja ekonomi yang melemah membuat frekuensi pengangkutan hasil industri ke pelabuhan semakin menurun. Begitu pun halnya pengangkutan dari pelabuhan, kata Gemilang, order berkurangnya menyusul pelemahan impor akibat depresiasi Rupiah yang terus berlanjut.
"Usaha pengangkutan truk ini kan tergantung dengan demand-supply. Kalau supply-nya tetap namun permintaan berkurang, ya sekarang para perusahaan truk berlomba-lomba untuk mendapatkan pesanan. Caranya, dengan perang tarif," jelas Gemilang di Jakarta, Rabu (23/7). Perang tarif, menurut Gemilang wajar terjadi di kalangan operator truk logistik ketika pesanan sedang lesu. Namun, saat ini persaingan terasa ketat karena pelemahannya tak seperti biasanya.
Dari awal tahun hingga bulan ini, Gemilang mengatakan rata-rata telah terjadi penurunan muatan impor di pelabuhan sekitar 50 persen. Hal itu juga menyebabkan penurunan jumlah armada truk logistik yang beroperasi sebesar 50 persen. Aptrindo mencatat, saat ini tinggal 12 ribu truk angkutan logistik yang masih beroperasi sari dan ke pelabuhan. Angka tersebut menyusut drastis jika dibandingkan jumlah tahun lalu yang mencapai 24 ribu truk.
"Bahkan akibat persaingan tarif yang ketat tersebut, perusahaan truk logistik skala kecil banyak yang tak tahan dan akhirnya menyerahkan kembali truknya ke perusahaan leasing. Saya tak tahu berapa angka pastinya, tapi laporan yang masuk ke saya ada banyak," tambahnya. Lebih lanjut, ia mengatakan selama ini asosiasi telah menetapkan tarif batas bawah dan batas atas agar persaingan antaroperator truk logistik berjalan sehat. Namun, karena kondisi yang tengah terjadi tidak membaik, ia maklum banyak yang tidak mengikuti aturan tersebut.
"Jasa transportasi ini sekarang sedang dalam fase emergency. Kalau sudah begitu, penawaran pesanan apapun akan kami ambil berapapun tarif yang diminta. Namun, tetap saja ada perusahaan yang kuat ada juga yang tidak," jelas Gemilang. Kendati kinerja jasa tengah melemah, namun Gemilang yakin keadaan akan membaik hingga akhir tahun. Pasalnya, dengan adanya perluasan pelabuhan Tanjung Priok, maka diharapkan semakin banyak pesanan truk logistik dari dan ke pelabuhan itu.
"Kami harapkan angka armadanya sampai akhir tahun bisa kembali normal seperti tahun lalu. Meskipun kami paham itu agak berat," tuturnya.
"Usaha pengangkutan truk ini kan tergantung dengan demand-supply. Kalau supply-nya tetap namun permintaan berkurang, ya sekarang para perusahaan truk berlomba-lomba untuk mendapatkan pesanan. Caranya, dengan perang tarif," jelas Gemilang di Jakarta, Rabu (23/7). Perang tarif, menurut Gemilang wajar terjadi di kalangan operator truk logistik ketika pesanan sedang lesu. Namun, saat ini persaingan terasa ketat karena pelemahannya tak seperti biasanya.
Dari awal tahun hingga bulan ini, Gemilang mengatakan rata-rata telah terjadi penurunan muatan impor di pelabuhan sekitar 50 persen. Hal itu juga menyebabkan penurunan jumlah armada truk logistik yang beroperasi sebesar 50 persen. Aptrindo mencatat, saat ini tinggal 12 ribu truk angkutan logistik yang masih beroperasi sari dan ke pelabuhan. Angka tersebut menyusut drastis jika dibandingkan jumlah tahun lalu yang mencapai 24 ribu truk.
"Bahkan akibat persaingan tarif yang ketat tersebut, perusahaan truk logistik skala kecil banyak yang tak tahan dan akhirnya menyerahkan kembali truknya ke perusahaan leasing. Saya tak tahu berapa angka pastinya, tapi laporan yang masuk ke saya ada banyak," tambahnya. Lebih lanjut, ia mengatakan selama ini asosiasi telah menetapkan tarif batas bawah dan batas atas agar persaingan antaroperator truk logistik berjalan sehat. Namun, karena kondisi yang tengah terjadi tidak membaik, ia maklum banyak yang tidak mengikuti aturan tersebut.
"Jasa transportasi ini sekarang sedang dalam fase emergency. Kalau sudah begitu, penawaran pesanan apapun akan kami ambil berapapun tarif yang diminta. Namun, tetap saja ada perusahaan yang kuat ada juga yang tidak," jelas Gemilang. Kendati kinerja jasa tengah melemah, namun Gemilang yakin keadaan akan membaik hingga akhir tahun. Pasalnya, dengan adanya perluasan pelabuhan Tanjung Priok, maka diharapkan semakin banyak pesanan truk logistik dari dan ke pelabuhan itu.
"Kami harapkan angka armadanya sampai akhir tahun bisa kembali normal seperti tahun lalu. Meskipun kami paham itu agak berat," tuturnya.
Pemerintah Masih Sibuk Ambil Untung Dari Rakyat Akibat Jatuhnya Harga Minyak Dunia ... Shell Sudah Dua Kali Turunkan Harga
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengaku masih perlu mengevaluasi harga jual beberapa produk bahan bakar minyak (BBM) meski tren pelemahan harga jual minyak dunia berlanjut hingga menyentuh level US$ 46 hingga US$ 48 per barel. IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM meminta masyarakat bersabar untuk bisa menikmati harga jual BBM yang lebih rendah mengingat pemerintah masih perlu melakukan evaluasi di penghujung bulan ini.
"Sabar dulu ya. Sekarang kan masih tanggal 23," kata Wiratmaja di kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Rabu (23/9). Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto membuka peluang penurunan harga jual BBM dalam waktu dekat. Pertimbangan Dwi pada waktu itu adalah pergerakan harg aminyak mentah yang mulai stabil di kisaran US$ 40 per barel.
"Kalau harga minyaknya sudah sekitar US$ 40 per barel,cost of production-nya bisa lebih murah. Nanti tentu saja akan dibicarakan dengan Kementerian ESDM," tutur Dwi. Fahmi Radhi, Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas pernah meminta pemerintah menurunkan harga BBM lantaran saat ini nilai keekonomiannya sudah berada di bawah harga jual di Stasiun Pengisiam Bahan Bakar Umum (SPBU).
Pengamat energi dari Universitas Gajah Mada ini menilai alasan pemerintah keliru jika menolak penurunan harga BBM demi untuk menutup kerugian Pertamina. "Karena kerugian itu bukan semata-mata karena menalangi, tetapi lebih karena kesalahan inventory management. Misal keputusan membeli BBM saat harga mahal tanpa melakukan analisa pasar," tuturnya.
PT Shell Indonesia kembali menurunkan harga semua produk bahan bakarnya rata-rata sekitar 2 persen pada Kamis (3/9) mengikuti tren penurunan harga minyak mentah dunia. Berdasarkan penelusuran CNN Indonesia di Jakarta, mulai kemarin Shell menjual bensin berkadar oktan 92 atau Super seharga Rp 9.150 per liter, turun Rp 150 atau 1,6 persen dari harga sebelumnya Rp 9.300 per liter.
Lalu untuk produk V-Power atau bensin berkadar oktan 95 dijual dengan harga Rp 10.350 per liter, turun Rp 100 per liter atau 1 persen dari posisi sebelumnya Rp 10.450 per liter. Sementara itu, untuk produk Shell Diesel atau solar saat ini dibanderol di harga Rp 10.800 per liter, turun Rp 500 atau 4,4 persen dari sebelumnya Rp 11.300. Penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) ini merupakan yang kedua kali dilakukan oleh perusahaan minyak asal Belanda ini dalam sepekan terakhir.
Pada awal bulan, Shell telah menurunkan harga jual per liter Super, V-Power, dan Diesel masing-masing Rp 300; Rp 250; dan Rp 400. Hal yang sama sebelumnya juga dilakukan oleh kompetitornya PT Pertamina (Persero) dan PT Total Oil Indonesia. Pertamina selaku BUMN migas pada awal bulan ini menurunkan harga jual semua jenis BBM non penugasan rata-rata 2,75 persen.
Untuk bensin oktan 92 atau Pertamax tercatat turun Rp 300 per liter atau 2,7 persen menjadi Rp 9 ribu per liter. Lalu untuk Pertamax Plus dengan kadar oktan 95 turun Rp 300 per liter atau 2,9 persen menjadi Rp 10 ribu. Selanjutnya, diesel Pertamax Dex dijual Rp 11 ribu per liter, turun Rp 300 atau 2,6 persen dari harga sebelumnya. "Kan faktor yang menentukan pembentukan harga itu paling besar karena harga minyak (dunia). Kalau harga minyak lagi turun dan dolar tetap, harga jual minyak non subsidi Pertamina juga turun," kata Direktur Pemasaran Pertamina, Ahmad Bambang di Jakarta, Kamis (3/9).
PT Total Oil Indonesia pada awal bulan ini juga menurunkan harga bensin Performance 92, dari Rp 9.700 menjadi Rp 9.500 per liter, sedangkan Performance 95 turun dari Rp 10.800 menjadi Rp 10.600 per liter. Performance Diesel terpantau juga turun dari Rp 11.700 per liter menjadi Rp 11.300 per liter.
"Sabar dulu ya. Sekarang kan masih tanggal 23," kata Wiratmaja di kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Rabu (23/9). Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto membuka peluang penurunan harga jual BBM dalam waktu dekat. Pertimbangan Dwi pada waktu itu adalah pergerakan harg aminyak mentah yang mulai stabil di kisaran US$ 40 per barel.
"Kalau harga minyaknya sudah sekitar US$ 40 per barel,cost of production-nya bisa lebih murah. Nanti tentu saja akan dibicarakan dengan Kementerian ESDM," tutur Dwi. Fahmi Radhi, Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas pernah meminta pemerintah menurunkan harga BBM lantaran saat ini nilai keekonomiannya sudah berada di bawah harga jual di Stasiun Pengisiam Bahan Bakar Umum (SPBU).
Pengamat energi dari Universitas Gajah Mada ini menilai alasan pemerintah keliru jika menolak penurunan harga BBM demi untuk menutup kerugian Pertamina. "Karena kerugian itu bukan semata-mata karena menalangi, tetapi lebih karena kesalahan inventory management. Misal keputusan membeli BBM saat harga mahal tanpa melakukan analisa pasar," tuturnya.
PT Shell Indonesia kembali menurunkan harga semua produk bahan bakarnya rata-rata sekitar 2 persen pada Kamis (3/9) mengikuti tren penurunan harga minyak mentah dunia. Berdasarkan penelusuran CNN Indonesia di Jakarta, mulai kemarin Shell menjual bensin berkadar oktan 92 atau Super seharga Rp 9.150 per liter, turun Rp 150 atau 1,6 persen dari harga sebelumnya Rp 9.300 per liter.
Lalu untuk produk V-Power atau bensin berkadar oktan 95 dijual dengan harga Rp 10.350 per liter, turun Rp 100 per liter atau 1 persen dari posisi sebelumnya Rp 10.450 per liter. Sementara itu, untuk produk Shell Diesel atau solar saat ini dibanderol di harga Rp 10.800 per liter, turun Rp 500 atau 4,4 persen dari sebelumnya Rp 11.300. Penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) ini merupakan yang kedua kali dilakukan oleh perusahaan minyak asal Belanda ini dalam sepekan terakhir.
Pada awal bulan, Shell telah menurunkan harga jual per liter Super, V-Power, dan Diesel masing-masing Rp 300; Rp 250; dan Rp 400. Hal yang sama sebelumnya juga dilakukan oleh kompetitornya PT Pertamina (Persero) dan PT Total Oil Indonesia. Pertamina selaku BUMN migas pada awal bulan ini menurunkan harga jual semua jenis BBM non penugasan rata-rata 2,75 persen.
Untuk bensin oktan 92 atau Pertamax tercatat turun Rp 300 per liter atau 2,7 persen menjadi Rp 9 ribu per liter. Lalu untuk Pertamax Plus dengan kadar oktan 95 turun Rp 300 per liter atau 2,9 persen menjadi Rp 10 ribu. Selanjutnya, diesel Pertamax Dex dijual Rp 11 ribu per liter, turun Rp 300 atau 2,6 persen dari harga sebelumnya. "Kan faktor yang menentukan pembentukan harga itu paling besar karena harga minyak (dunia). Kalau harga minyak lagi turun dan dolar tetap, harga jual minyak non subsidi Pertamina juga turun," kata Direktur Pemasaran Pertamina, Ahmad Bambang di Jakarta, Kamis (3/9).
PT Total Oil Indonesia pada awal bulan ini juga menurunkan harga bensin Performance 92, dari Rp 9.700 menjadi Rp 9.500 per liter, sedangkan Performance 95 turun dari Rp 10.800 menjadi Rp 10.600 per liter. Performance Diesel terpantau juga turun dari Rp 11.700 per liter menjadi Rp 11.300 per liter.
Rupiah Kembali Pecahkan Rekor Rp. 14.700 Terhadap Dolar
Nilai tukar rupiah kembali mendapat tekanan dan terperosok melewati level Rp14.700 per dolar AS di pasar spot. Penundaan naiknya suku bunga AS (Fed rate) dan pemangkasan target pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi salah satu faktor pelemahan rupiah. Hingga pukul 13.25 WIB pada Rabu (23/9), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah bergerak di antara Rp14.577 hingga Rp14.730 di pasar spot. Sementara itu, kurs jual PT Bank Mandiri (Persero) Tbk ditetapkan di level Rp14.700 per dolar AS, sedangkan kurs beli berada di angka Rp14.500.
Bank Indonesia sendiri menetapkan kurs tengah rupiah di level Rp14.623 per dolar AS, melemah dari level Rp14.486 pada penetapan kemarin. Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual mengatakan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh faktor eksternal. Ia menyatakan negara emerging market penghasil komoditas hampir semuanya mengalami pelemahan mata uang karena rendahnya harga komoditas.
"Sebenarnya ini masih karena sentimen eksternal. Apalagi semua negara penghasil komoditas melemah mata uangnya, termasuk Indonesia," ujarnya saat dihubungi, Rabu (23/9). Namun, lanjutnya, faktor utama jebloknya nilai tukar rupiah adalah terkait penundaan Fed rate oleh bank sentral AS. Selain itu, terkait pemangkasan target pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh beberapa pihak baru-baru ini.
Di sisi lain, ia menilai sebenarnya pemangkasan target pertumbuhan ekonomi tersebut menunjukkan kondisi realistis bagi pelaku pasar. Namun persepsi pelaku pasar terlanjur negatif dan pesimistis hingga mengakibatkan pelemahan di pasar keuangan. "Sebenarnya pemangkasan tersebut realistis, tapi karena persepsi pasar negatif maka berimbas ke pelemahan kurs," ujar David.
Analis PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong menyatakan pelemahan kurs kali ini merupakan imbas dari tertundanya penaikan Fed rate. Selain itu, ia menilai rupiah melemah karena kinerja ekspor impor dalam negeri yang dinilai buruk. "Kalau ini reaksi dari FOMC yang tidak menaikan suku bunga, mata uang lainnya terkena tekanan. Data ekonomi kita untuk ekspor impor juga jelek sekali, pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan tidak mencapai di atas lima persen," kata dia.
Menurut Lukman, pelaku pasar menjadi cemas karena sentimen dari dalam negeri tidak bagus dan faktor eksternal tidak kunjung membaik. Ia pun menilai Bank Indonesia sudah terlihat kebingungan dalam menahan pelemahan rupiah saat ini. Menurutnya, rupiah bisa mencapai level yang jauh lebih buruk.
"BI juga sudah lama mempertahankan BI rate di level 7,5 persen, ini menandakan bahwa BI tidak tahu harus berbuat apa, harusnya itu diturunkan atau di naikkan, ini perlu dilakukan, mau dibawa kemana ini ekonomi kita. Saya rasa rupiah bisa mencapai Rp15.000 per dolar AS, karena ini juga kan mendekati awal bulan, akan ada rilis data ekonomi manufaktur, dan data lainnya," katanya.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terkoreksi signifikan mengikuti pelemahan bursa regional menyusul buruknya data ekonomi China. Indeks turun sebesar 99 poin atau 2,29 persen ke level 4.244 setelah bergerak di antara 4.239-4.308 pada Rabu (23/9). Sementara itu di pasar valuta asing, nilai tukar rupiah terkoreksi sebesar 94 poin atau 0,65 persen menjadi Rp 14.646 per dolar AS, setelah berfluktuatif di kisaran Rp 14.577-Rp 14.730 per dolar AS.
Kepala Riset PT MNC Securities, Edwin Sebayang mengatakan saat ini pasar keuangan dalam negeri sedang terkena komplikasi dari sentimen regional dan global. Terlebih, Indonesia merupakan negara pengekspor komoditas sehingga sangat rentan terhadap gejolak eksternal. “Kalau menurut saya mungkin ini sudah komplikasi. Kita dapat data dari China bahwa kinerja manufaktur turun paling rendah dalam 6,5 tahun terakhir. Jauh lebih buruk dari perkiraan. Itu berdampak kepada Indonesia yang mengekspor komoditas,” ujarnya di Jakarta, Rabu (23/9).
Pelemahan bursa saham, kata Edwin, merupakan dampak rembetan dari kejatuhan rupiah yang terkena sentimen regional. Menurutnya, hal itu membuat kinerja sektor perbankan dan emiten-emiten yang mengoleksi utang valas akan ikut terpukul.
“Pada semester I ketika rupiah jatuh mengakibatkan kinerja emiten turun 3,5 persen. Sektor pertama perbankan, dari sisi dolar yang dipinjamkan dan yang dipinjam. Kemudian emiten yang punya utang besar dalam dolar AS. Rugi selisih kurs juga bakal meningkat,” jelasnya. Menurut Edwin, tren pelemahan rupiah yang terus mendekati level Rp 15.000 per dolar AS cukup mengejutkan karena lebih cepat dari perkiraan. Fenomena ini membuat kinerja saham-saham unggulan mengalami kontraksi yang pada gilirannya membujat IHSG tertekan.
“Saya tetap melihat kinerja emiten LQ 45 bisa terkontraksi 4,5-5 persen laba bersihnya. Banyak emiten tidak menduga bahwa kejatuhan rupiah lebih cepat dari perkiraan. Apalagi kalau semakin mendekati 15.000. IHSG saat ini sedang adjust, saya lihat bisa mencapai level 4.005 untuk skenario terburuknya,” jelasnya.
Edwin menilai ada faktor lain yang turut menekan kinerja kurs dan IHSG, yakni pemangkasan target pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Asian Development Bank (ADB). Perlambatan ekonomi nasional sudah dibaca pula oleh MNC Securities yang memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,7 persen pada tahun ini. “Sudahlah, pemerintah tidak usah menyangkal bahwa saat ini tidak masuk ke masa krisis. Pasar sudah tahu, faktanya rupiah bisa mencapai 14.700 seperti ini,” jelasnya.
Mandiri Sekuritas mencatat, investor membukukan transaksi sebesar Rp 4,9 triliun, terdiri dari transaksi reguler Rp 3,36 triliun dan transaksi negosiasi Rp 1,54 triliun. Di pasar reguler, investor asing membukukan transaksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 744,92 miliar. Sebanyak 62 saham naik, 209 saham turun, 69 saham tidak bergerak, dan 215 saham tidak ditransaksikan. Sebanyak sembilan sektor melemah, dipimpin oleh sektor aneka industri yang turun 4,11 persen dan sektor keuangan yang turun 3,25 persen. Saham di sektor aneka industri yang paling terkoreksi adalah PT Eratex Djaja Tbk (ERTX) yang turun 10 persen dan PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) yang turun 9,43 persen.
Di sektor keuangan, saham yang paling melemah adalah PT Equity Development Investment Tbk (GSMF) sebesar 9,9 persen dan PT Bank Windu Kentjana International Tbk (MCOR) sebesar 7,69 persen. Dari Asia, mayoritas indeks saham terkoreksi. Kondisi itu ditunjukkan oleh indeks Kospi di Korsel yang melemah sebesar 1,89 persen, indeks Hang Seng di Hong Kong yang terkoreksi sebesar 2,26 persen, dan indeks Straits Times di Singapura yang turun sebesar 0,56 persen.
Sore ini, mayoritas indeks saham di Eropa justru menguat sejak dibuka tadi siang. Indeks FTSE100 di Inggris naik 1,36 persen, DAX di Jerman yang menguat 1,31 persen, dan CAC di Perancis yang terapresiasi 1,15 persen.
Bank Indonesia sendiri menetapkan kurs tengah rupiah di level Rp14.623 per dolar AS, melemah dari level Rp14.486 pada penetapan kemarin. Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual mengatakan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh faktor eksternal. Ia menyatakan negara emerging market penghasil komoditas hampir semuanya mengalami pelemahan mata uang karena rendahnya harga komoditas.
"Sebenarnya ini masih karena sentimen eksternal. Apalagi semua negara penghasil komoditas melemah mata uangnya, termasuk Indonesia," ujarnya saat dihubungi, Rabu (23/9). Namun, lanjutnya, faktor utama jebloknya nilai tukar rupiah adalah terkait penundaan Fed rate oleh bank sentral AS. Selain itu, terkait pemangkasan target pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh beberapa pihak baru-baru ini.
Di sisi lain, ia menilai sebenarnya pemangkasan target pertumbuhan ekonomi tersebut menunjukkan kondisi realistis bagi pelaku pasar. Namun persepsi pelaku pasar terlanjur negatif dan pesimistis hingga mengakibatkan pelemahan di pasar keuangan. "Sebenarnya pemangkasan tersebut realistis, tapi karena persepsi pasar negatif maka berimbas ke pelemahan kurs," ujar David.
Analis PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong menyatakan pelemahan kurs kali ini merupakan imbas dari tertundanya penaikan Fed rate. Selain itu, ia menilai rupiah melemah karena kinerja ekspor impor dalam negeri yang dinilai buruk. "Kalau ini reaksi dari FOMC yang tidak menaikan suku bunga, mata uang lainnya terkena tekanan. Data ekonomi kita untuk ekspor impor juga jelek sekali, pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan tidak mencapai di atas lima persen," kata dia.
Menurut Lukman, pelaku pasar menjadi cemas karena sentimen dari dalam negeri tidak bagus dan faktor eksternal tidak kunjung membaik. Ia pun menilai Bank Indonesia sudah terlihat kebingungan dalam menahan pelemahan rupiah saat ini. Menurutnya, rupiah bisa mencapai level yang jauh lebih buruk.
"BI juga sudah lama mempertahankan BI rate di level 7,5 persen, ini menandakan bahwa BI tidak tahu harus berbuat apa, harusnya itu diturunkan atau di naikkan, ini perlu dilakukan, mau dibawa kemana ini ekonomi kita. Saya rasa rupiah bisa mencapai Rp15.000 per dolar AS, karena ini juga kan mendekati awal bulan, akan ada rilis data ekonomi manufaktur, dan data lainnya," katanya.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terkoreksi signifikan mengikuti pelemahan bursa regional menyusul buruknya data ekonomi China. Indeks turun sebesar 99 poin atau 2,29 persen ke level 4.244 setelah bergerak di antara 4.239-4.308 pada Rabu (23/9). Sementara itu di pasar valuta asing, nilai tukar rupiah terkoreksi sebesar 94 poin atau 0,65 persen menjadi Rp 14.646 per dolar AS, setelah berfluktuatif di kisaran Rp 14.577-Rp 14.730 per dolar AS.
Kepala Riset PT MNC Securities, Edwin Sebayang mengatakan saat ini pasar keuangan dalam negeri sedang terkena komplikasi dari sentimen regional dan global. Terlebih, Indonesia merupakan negara pengekspor komoditas sehingga sangat rentan terhadap gejolak eksternal. “Kalau menurut saya mungkin ini sudah komplikasi. Kita dapat data dari China bahwa kinerja manufaktur turun paling rendah dalam 6,5 tahun terakhir. Jauh lebih buruk dari perkiraan. Itu berdampak kepada Indonesia yang mengekspor komoditas,” ujarnya di Jakarta, Rabu (23/9).
Pelemahan bursa saham, kata Edwin, merupakan dampak rembetan dari kejatuhan rupiah yang terkena sentimen regional. Menurutnya, hal itu membuat kinerja sektor perbankan dan emiten-emiten yang mengoleksi utang valas akan ikut terpukul.
“Pada semester I ketika rupiah jatuh mengakibatkan kinerja emiten turun 3,5 persen. Sektor pertama perbankan, dari sisi dolar yang dipinjamkan dan yang dipinjam. Kemudian emiten yang punya utang besar dalam dolar AS. Rugi selisih kurs juga bakal meningkat,” jelasnya. Menurut Edwin, tren pelemahan rupiah yang terus mendekati level Rp 15.000 per dolar AS cukup mengejutkan karena lebih cepat dari perkiraan. Fenomena ini membuat kinerja saham-saham unggulan mengalami kontraksi yang pada gilirannya membujat IHSG tertekan.
“Saya tetap melihat kinerja emiten LQ 45 bisa terkontraksi 4,5-5 persen laba bersihnya. Banyak emiten tidak menduga bahwa kejatuhan rupiah lebih cepat dari perkiraan. Apalagi kalau semakin mendekati 15.000. IHSG saat ini sedang adjust, saya lihat bisa mencapai level 4.005 untuk skenario terburuknya,” jelasnya.
Edwin menilai ada faktor lain yang turut menekan kinerja kurs dan IHSG, yakni pemangkasan target pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Asian Development Bank (ADB). Perlambatan ekonomi nasional sudah dibaca pula oleh MNC Securities yang memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,7 persen pada tahun ini. “Sudahlah, pemerintah tidak usah menyangkal bahwa saat ini tidak masuk ke masa krisis. Pasar sudah tahu, faktanya rupiah bisa mencapai 14.700 seperti ini,” jelasnya.
Mandiri Sekuritas mencatat, investor membukukan transaksi sebesar Rp 4,9 triliun, terdiri dari transaksi reguler Rp 3,36 triliun dan transaksi negosiasi Rp 1,54 triliun. Di pasar reguler, investor asing membukukan transaksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 744,92 miliar. Sebanyak 62 saham naik, 209 saham turun, 69 saham tidak bergerak, dan 215 saham tidak ditransaksikan. Sebanyak sembilan sektor melemah, dipimpin oleh sektor aneka industri yang turun 4,11 persen dan sektor keuangan yang turun 3,25 persen. Saham di sektor aneka industri yang paling terkoreksi adalah PT Eratex Djaja Tbk (ERTX) yang turun 10 persen dan PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) yang turun 9,43 persen.
Di sektor keuangan, saham yang paling melemah adalah PT Equity Development Investment Tbk (GSMF) sebesar 9,9 persen dan PT Bank Windu Kentjana International Tbk (MCOR) sebesar 7,69 persen. Dari Asia, mayoritas indeks saham terkoreksi. Kondisi itu ditunjukkan oleh indeks Kospi di Korsel yang melemah sebesar 1,89 persen, indeks Hang Seng di Hong Kong yang terkoreksi sebesar 2,26 persen, dan indeks Straits Times di Singapura yang turun sebesar 0,56 persen.
Sore ini, mayoritas indeks saham di Eropa justru menguat sejak dibuka tadi siang. Indeks FTSE100 di Inggris naik 1,36 persen, DAX di Jerman yang menguat 1,31 persen, dan CAC di Perancis yang terapresiasi 1,15 persen.
Tarif Inap Kontainer Dinaikan Pemerintah Sebesar 18 Ribu Persen
Pemerintah memastikan akan segera menaikkan biaya denda bagi kontainer atau peti kemas yang telah melewati batas waktu penumpukan di pelabuhan menjadi Rp 5 juta per hari. Angka tersebut naik 18.081 persen dari tarif dasar pinalti sebesar Rp 27.200 per hari untuk peti kemas ukuran 20 kaki dan naik 8.520 persen dari sebelumnya Rp 58 ribu per hari untuk peti kemas 40 kaki.
Deputi II Bidang Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Agung Kuswandono mengatakan atasannya yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli telah menyurati Menteri Perhubungan Ignasius Jonan untuk menyiapkan aturan baru terkait denda peti kemas yang sudah melalui tahap custom post clearance audit, namun masih menginap di pelabuhan.
“Pada hari keempat menginap, Pak Menko minta dikenakan denda Rp 5 juta per peti kemas per hari. Kalau besoknya belum diangkat tambah lagi Rp 5 juta, begitu seterusnya,” ujar Agung di kantornya, Jakarta, Rabu (23/9). Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Satuan Tugas (Satgas) Dwelling Time tersebut memastikan uang yang dikumpulkan dari denda itu nantinya akan masuk ke kas negara dan tidak lagi masuk ke kas operator pelabuhan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 117 tahun 2015 tentang Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu Penumpukan (Long Stay) di Pelabuhan Tanjung Priok, batas inap peti kemas di pelabuhan adalah tiga hari. Jangka waktu itu diberikan pemerintah agar pemilik peti kemas bisa mencari truk pengangkut.
Apabila melebihi batas waktu penumpukan tiga hari, lanjut Agung, importir harus membayar denda/tarif inap di pelabuhan sebesar Rp 27.500 per hari per peti kemas ukuran 20 kaki. Tarif denda itu dinilai sangat rendah sehingga dimanfaatkan oknum importir yang sudah memiliki Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) untuk menimbun barang di pelabuhan Tanjung Priok. “Jadi kami pernah memeriksa dokumen di Jakarta International Container Terminal (JICT). Di situ sudah jelas ada izin dari Bea Cukai untuk mengeluarkan peti kemasnya katakanlah 1 Maret. Namun ada tulisan tangan di bawahnya yang memperpanjangnya sampai 15 Maret. Rupanya ada deal sendiri di bawahnya ini,” kata Agung.
Deputi II Bidang Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Agung Kuswandono mengatakan atasannya yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli telah menyurati Menteri Perhubungan Ignasius Jonan untuk menyiapkan aturan baru terkait denda peti kemas yang sudah melalui tahap custom post clearance audit, namun masih menginap di pelabuhan.
“Pada hari keempat menginap, Pak Menko minta dikenakan denda Rp 5 juta per peti kemas per hari. Kalau besoknya belum diangkat tambah lagi Rp 5 juta, begitu seterusnya,” ujar Agung di kantornya, Jakarta, Rabu (23/9). Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Satuan Tugas (Satgas) Dwelling Time tersebut memastikan uang yang dikumpulkan dari denda itu nantinya akan masuk ke kas negara dan tidak lagi masuk ke kas operator pelabuhan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 117 tahun 2015 tentang Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu Penumpukan (Long Stay) di Pelabuhan Tanjung Priok, batas inap peti kemas di pelabuhan adalah tiga hari. Jangka waktu itu diberikan pemerintah agar pemilik peti kemas bisa mencari truk pengangkut.
Apabila melebihi batas waktu penumpukan tiga hari, lanjut Agung, importir harus membayar denda/tarif inap di pelabuhan sebesar Rp 27.500 per hari per peti kemas ukuran 20 kaki. Tarif denda itu dinilai sangat rendah sehingga dimanfaatkan oknum importir yang sudah memiliki Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) untuk menimbun barang di pelabuhan Tanjung Priok. “Jadi kami pernah memeriksa dokumen di Jakarta International Container Terminal (JICT). Di situ sudah jelas ada izin dari Bea Cukai untuk mengeluarkan peti kemasnya katakanlah 1 Maret. Namun ada tulisan tangan di bawahnya yang memperpanjangnya sampai 15 Maret. Rupanya ada deal sendiri di bawahnya ini,” kata Agung.
Agung berharap Kementerian Perhubungan (Kemenhub) segera menerbitkan revisi ketentuan tarif inap peti kemas itu. Dengan demikian, importir tidak lagi berpikir untuk menimbun barang di pelabuhan. Menurut Agung, pelabuhan itu seharusnya hanya menjadi tempat bongkar muat bukan gudang penimbunan.
“Kalau bisa secepatnya (kenaikan tarif denda berlaku), tergantung Menteri Perhubungan kapan bisa membuat aturan itu,” kata Agung. Ditemui di tempat sama, Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Kemenhub Antonius Tonny Budiono mengungkapkan besaran tarif denda sebesar Rp 5 juta akan dibicarakan lebih lanjut oleh tim satgas. Selanjutnya, pemberlakuan tarif denda itu nantinya hanya akan berlaku di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Kalau di pelabuhan lain kan tidak ada masalah di dwelling time, yang ada masalah kan di Tanjung Priok (karena) ada permainan antara operator pelabuhan dan si importir. Si importir tidak punya gudang jadi barangnya diinapkan karena dendanya sedemikian murah,” kata Tonny.
Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) mengkritik rencana pemerintah menerapkan sanksi denda sebesar Rp 5 juta per kontainer per hari yang menginap melebihi waktu normal. Penalti tersebut dinilai ALI tidak jelas dan membingungkan para pengusaha logistik nasional. Ketua Umum ALI Zaldy Masita memahami bahwa rencana kebijakan penalti tersebut merupakan upaya pemerintah mengurangi waktu bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan.
Namun, ia mengungkapkan bahwa lamanya waktu inap terkadang bukan karena kesengajaan importir, tetapi kerap kali karena kesalahan otoritas pelabuhan maupun 18 Kementerian atau Lembaga (K/L) yang mengurusi bongkar muat di pelabuhan. "Rencana kebijakan ini masih kurang jelas. Kalau memang salah importir oke mungkin bisa dikenakan ke mereka, tapi kalau ini salahnya otoritas pelabuhan atau 18 K/L nanti penaltinya dibayar oleh siapa? Importir lagi?" jelas Zaldy kepada CNN Indonesia melalui sambungan telepon, Rabu (23/7).
Dari keseluruhan kasus penimbunan kontainer yang terlampau lama di pelabuhan, Zaldy mengatakan hanya sekitar 20 persen yang murni kesalahan importir. Menurutnya, sebagian besar importir tak bisa mengeluarkan kontainernya akibat lambatnya penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) yang melibatkan operator pelabuhan dan 18 K/L tersebut. "Kalau misalkan begitu, tak adil kan kalau penalti diberikan ke importir. Memang cara ini kami anggap efektif untuk mengurangi dwelling time, namun kami minta objeknya diperiksa lagi," jelasnya.
Setali tiga uang dengan Zaldy, Sektetaris Jenderal Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Ridwan Tento juga mempertanyakan objek pengenaan penalti tersebut. Pasalnya, saat ini juga tengah terjadi dualisme peraturan yang mengatur kapan peti kemas itu keluar dari pelabuhan.
Peraturan yang dimaksud Ridwan adalah Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 117 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa pengeluaran kontainer dari pelabuhan bisa dilakukan oleh pengusaha, dan pengusaha bisa menginapkan kontainernya di pelabuhan selama tiga hari untuk mencari truk angkutan di pelabuhan.
Namun, jelas Ridwan, ternyata peraturan itu berbanding terbalik dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa barang baru boleh keluar dari pelabuhan jika sudah disetujui oleh petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di pelabuhan. Apabila lamanya waktu inap petikemas terjadi karena adanya dualisme peraturan ini, ia mempertanyakan objek pengenaan penalti tersebut.
"Di sini ada bentrokan peraturan. Kalau misalnya pihak regulator masih menggunakan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 117 Tahun 2015, maka importir tak bisa disalahkan. Kadang lamanya waktu inap itu tidak pernah disebabkan oleh kami, sebagai importir kan kami inginnya barang cepat keluar dari pelabuhan," jelas Ridwan. Di samping itu, ia menjelaskan, kalau lamanya waktu inap petikemas juga disebabkan oleh waktu operasional otoritas pelabuhan. Ia mencotohkan, kadang petikemas yang tiba di pelabuhan pada hari Jumat minimal baru bisa diambil pada hari Senin karena pelabuhan tak beroperasi pada akhir pekan.
"Dan lamanya waktu tinggal petikemas saat weekend itu juga bukan salah importir. Kalau memang kebijakan otoritas pelabuhan seperti itu, apakah kami juga yang kena denda? Atau otoritas pelabuhan yang kena denda? Rencana kebijakan ini masih kurang jelas," kata Ridwan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli telah mengirim surat ke Kementerian Perhubungan untuk menetapkan angka penalti sebesar Rp 5 juta per kontainer per hari untuk petikemas yang sudah memasuki fase post custom clearance. Pasalnya, denda inap sebesar Rp 27.500 per kontainer per hari untuk kontainer ukuran 20 kaki masih terlalu murah dan rawan penyalahgunaan.
“Kalau bisa secepatnya (kenaikan tarif denda berlaku), tergantung Menteri Perhubungan kapan bisa membuat aturan itu,” kata Agung. Ditemui di tempat sama, Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Kemenhub Antonius Tonny Budiono mengungkapkan besaran tarif denda sebesar Rp 5 juta akan dibicarakan lebih lanjut oleh tim satgas. Selanjutnya, pemberlakuan tarif denda itu nantinya hanya akan berlaku di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Kalau di pelabuhan lain kan tidak ada masalah di dwelling time, yang ada masalah kan di Tanjung Priok (karena) ada permainan antara operator pelabuhan dan si importir. Si importir tidak punya gudang jadi barangnya diinapkan karena dendanya sedemikian murah,” kata Tonny.
Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) mengkritik rencana pemerintah menerapkan sanksi denda sebesar Rp 5 juta per kontainer per hari yang menginap melebihi waktu normal. Penalti tersebut dinilai ALI tidak jelas dan membingungkan para pengusaha logistik nasional. Ketua Umum ALI Zaldy Masita memahami bahwa rencana kebijakan penalti tersebut merupakan upaya pemerintah mengurangi waktu bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan.
Namun, ia mengungkapkan bahwa lamanya waktu inap terkadang bukan karena kesengajaan importir, tetapi kerap kali karena kesalahan otoritas pelabuhan maupun 18 Kementerian atau Lembaga (K/L) yang mengurusi bongkar muat di pelabuhan. "Rencana kebijakan ini masih kurang jelas. Kalau memang salah importir oke mungkin bisa dikenakan ke mereka, tapi kalau ini salahnya otoritas pelabuhan atau 18 K/L nanti penaltinya dibayar oleh siapa? Importir lagi?" jelas Zaldy kepada CNN Indonesia melalui sambungan telepon, Rabu (23/7).
Dari keseluruhan kasus penimbunan kontainer yang terlampau lama di pelabuhan, Zaldy mengatakan hanya sekitar 20 persen yang murni kesalahan importir. Menurutnya, sebagian besar importir tak bisa mengeluarkan kontainernya akibat lambatnya penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) yang melibatkan operator pelabuhan dan 18 K/L tersebut. "Kalau misalkan begitu, tak adil kan kalau penalti diberikan ke importir. Memang cara ini kami anggap efektif untuk mengurangi dwelling time, namun kami minta objeknya diperiksa lagi," jelasnya.
Setali tiga uang dengan Zaldy, Sektetaris Jenderal Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Ridwan Tento juga mempertanyakan objek pengenaan penalti tersebut. Pasalnya, saat ini juga tengah terjadi dualisme peraturan yang mengatur kapan peti kemas itu keluar dari pelabuhan.
Peraturan yang dimaksud Ridwan adalah Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 117 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa pengeluaran kontainer dari pelabuhan bisa dilakukan oleh pengusaha, dan pengusaha bisa menginapkan kontainernya di pelabuhan selama tiga hari untuk mencari truk angkutan di pelabuhan.
Namun, jelas Ridwan, ternyata peraturan itu berbanding terbalik dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa barang baru boleh keluar dari pelabuhan jika sudah disetujui oleh petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di pelabuhan. Apabila lamanya waktu inap petikemas terjadi karena adanya dualisme peraturan ini, ia mempertanyakan objek pengenaan penalti tersebut.
"Di sini ada bentrokan peraturan. Kalau misalnya pihak regulator masih menggunakan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 117 Tahun 2015, maka importir tak bisa disalahkan. Kadang lamanya waktu inap itu tidak pernah disebabkan oleh kami, sebagai importir kan kami inginnya barang cepat keluar dari pelabuhan," jelas Ridwan. Di samping itu, ia menjelaskan, kalau lamanya waktu inap petikemas juga disebabkan oleh waktu operasional otoritas pelabuhan. Ia mencotohkan, kadang petikemas yang tiba di pelabuhan pada hari Jumat minimal baru bisa diambil pada hari Senin karena pelabuhan tak beroperasi pada akhir pekan.
"Dan lamanya waktu tinggal petikemas saat weekend itu juga bukan salah importir. Kalau memang kebijakan otoritas pelabuhan seperti itu, apakah kami juga yang kena denda? Atau otoritas pelabuhan yang kena denda? Rencana kebijakan ini masih kurang jelas," kata Ridwan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli telah mengirim surat ke Kementerian Perhubungan untuk menetapkan angka penalti sebesar Rp 5 juta per kontainer per hari untuk petikemas yang sudah memasuki fase post custom clearance. Pasalnya, denda inap sebesar Rp 27.500 per kontainer per hari untuk kontainer ukuran 20 kaki masih terlalu murah dan rawan penyalahgunaan.
Subscribe to:
Posts (Atom)