Dileep mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut terdapat tiga agenda utama yang dibahas. Pertama, status restrukturisasi utang. Kedua, pengajuan revisi restrukturisasi utang. Ketiga adalahupdate kinerja perseroan. Sementara yang keempat adalah langkah perseroan selanjutnya. “Rincian masih ditunggu. Makanya, terlalu dini untuk berkomentar saat ini,” katanya.
Ia mengungkapkan, tujuan manajemen tidak berubah yaitu tetap konsisten untuk mencari cara menghadapi pelemahan harga batubara yang di luar kendali manajemen. Dileep menyatakan perseroan bakal menurunkan utang ke tingkat yang berkelanjutan untuk menghindari risiko default(gagal bayar). “Selanjutnya, memperkuat struktur permodalan melalui utang untuk swap ekuitas, baik yang terdaftar maupun yang tak terdaftar. Hal itu memungkinkan perusahaan untuk membiayai inisiatif operasional dan melunasi utang secepatnya,” jelas Dileep.
Selain itu, lanjutnya, adalah dengan memperkuat struktur manajemen dan organisasi. Dileep juga menyatakan manajemen akan memperbaiki transparansi dan tata kelola perusahaan. Sementara yang terakhir adalah memberikan hasil yang optimal untuk seluruh pemangku kepentingan dan perusahaan. Lebih lanjut, Dileep merinci, utang berbunga perseroan saat ini sekitar US$ 3,98 miliar. Opsi yang ditawarkan manajemen adalah, pertama tetap dipertahankan US$ 1,2 miliar sebagai utang. Kedua, utang China Investment Corporation (CIC) dikonversi menjadi saham BUMI dan ekuitas tidak tercatat.
“Ketiga, menjamin peminjam dengan menawarkan proposal utang ditukar ekuitas berdasarkan kesepakatan valuasi. Keempat, convertible bond (CB) akan dikonversi menjadi obligasi wajib konversi. CB juga akan dikonversi menjadi ekuitas pada akhir tahun ke lima,” ungkapnya. Seperti diketahui, sebelumnya Bumi mendapatkan perpanjangan tempo penangguhan utang selama lima bulan oleh Pengadilan Singapura. Adapun perpanjangan tempo tersebut diputuskan mulai Kamis, 21 Mei 2015 dan berakhir pada 24 Oktober 2015 mendatang.
Sebelumnya, sebanyak tiga anak usaha Bumi Resources di Singapura mengajukan perlindungan pengadilan di Amerika untuk setiap aset dan utang senilai US$ 1 miliar pada Desember lalu.
Secara rinci, tiga anak usaha perseroan yang memiliki utang adalah: Bumi Capital Pte. Ltd. melalui Surat Berharga Bergaransi Senior (Guaranteed Senior Secured Notes) senilai US4 300 juta dengan bunga 12 persen; Bumi Investment Pte. Ltd. selaku penerbit Surat Berharga Bergaransi Senior (Guaranteed Senior Secured Notes) senilai US$ 700 juta dengan bunga 10,75 persen; Enercoal Resources Pte. Ltd. melalui Obligasi Konversi Bergaransi (Guaranteed Convertible Bonds) senilai US$ 375 juta berkupon 9,25 persen.
Sebelumnya, Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan kegagalan kebanyakan perusahaan tambang batubara Indonesia adalah karena kurang bijaknya pengelolaan dana ketika harga batubara sedang menguat, seperti pada 2008.
“Salah satunya adalah Bumi, yang punya kebiasaan membeli aset dengan cara berutang. Pada akhirnya hal itu menjadi senjata makan tuan karena sejak awal manajemen kurang bijak,” ujar Satrio. Perusahaan tambang batubara milik Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk dikabarkan telah memperoleh perpanjangan pembayaran surat utang atau obligasi untuk tiga anak usahanya. Dari hasil putusan Pengadilan Singapura, Kamis (21/5) lalu emiten bertiker BUMI tersebut memperoleh moratorium pembayaran utang obligasi selama lima bulan ke depan.
Lantas apa yang akan dilakukan perseroan pasca mendapatkan moratorium tersebut?
“Tujuan utama sebenarnya adalah mengurangi utang sebesar US$ 2 miliar hingga US$ 2,5 miliar pada akhir tahun ini,” ungkap Dileep Srivastava, Direktur dan Corporate Secretary Bumi Resources kepada CNN Indonesia, beberapa waktu lalu. Seperti diketahui, Bumi Resources mendapatkan perpanjangan waktu pembayaran utang selama lima bulan untuk tiga anak usahanya yakni Bumi Capital Pte. Ltd., Bumi Investment Pte. Ltd., dan Enercoal Resources Pte. Ltd.
Sebelumnya, moratorium tadi pernah diperoleh perseroan dengan jangka waktu 6 bulan, mulai 24 November 2014 hingga 24 Mei 2015. Adapun dengan pemberian moratorium lanjutan, jatuh tempo pembayaran utang obligasi Bumi Resources diperpanjang hingga 24 Oktober 2015.
Dari data yang dihimpun CNN Indonesia, total utang yang memperoleh perpanjangan kewajiban pembayaran tadi mencapai US$ 1,37 miliar atau berkisar Rp 17 triliun. Rinciannya: Bumi Capital Pte. Ltd. melalui Surat Berharga Bergaransi Senior (Guaranteed Senior Secured Notes) senilai US$ 300 juta dengan bunga 12 persen; Bumi Investment Pte. Ltd. selaku penerbit Surat Berharga Bergaransi Senior (Guaranteed Senior Secured Notes) senilai US$ 700 juta dengan bunga 10,75 persen; dan Enercoal Resources Pte. Ltd. melalui Obligasi Konversi Bergaransi (Guaranteed Convertible Bonds) senilai US$ 375 juta berkupon 9,25 persen.
"Untuk mencapai tujuan tadi, kami telah berdiskusi dengan semua pemberi pinjaman termasuk bank dan pemegang obligasi," tambah Dileep. Menilik laporan keuangan Bumi Resources per September 2014, utang jangka pendek perseroan tercatat sebesar US$ 4,09 miliar atau setara dengan Rp 52,6 triliun. Secara rinci, utang tersebut terdiri atas pinjaman jangka pendek sebesar US$ 133 juta, pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu 1 tahun sebesar US$ 3,58 miliar, serta obligasi konversi senilai US$ 375 juta.
Adapun jumlah utang tersebut meningkat 92,04 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$ 2,13 miliar. Dengan adanya lonjakan utang tadi, mau tak mau beban bunga dan keuangan perusahaan bertiker BUMI tersebut terus membengkak. Untuk menyiasati hal tadi, manajemen mengklaim telah memiliki sejumlah skenario untuk menutupi kewajiban yang harus dibayarkan tiap tahun. “Kami terbuka untuk semua pilihan yang tersedia, termasuk kemitraan strategis sinergis dalam aset dan mempercepat perkembangan aset, utang untuk ekuitas terdaftar dan tidak terdaftar, juga restrukturisasi utang sehingga sisa utang dapat berkelanjutan dan diperbaiki,” jelasnya.
Secara paralel, lanjut Dileep, pihaknya pun mengaku akan berfokus pada peningkatan volume produksi, mengoptimalkan biaya dan meningkatkan efisiensi operasional. Hal ini akan ditempuh dengan cara memperkaya campuran, mengurangi rasio pengupasan, pemotongan biaya, hingga persiapan untuk tren kenaikan sektor batu bara ketika waktunya datang. “Untuk setiap US$ 10 per ton kenaikan harga batubara akan berarti tambahan US$ 7 per ton bagi laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) perseroan,” ungkapnya.
Meski telah menjelaskan cara pengurangan utang, kata Dileep, pihaknya tak menampik bahwa hingga kini Bumi Resources belum bisa menyampaikan laporan keuangan tahunan 2014 karena perseroan masih berjibaku dengan perhitungan utang. Jika merujuk pada beleid yang berlaku, tentu saja hal ini menyalahi Peraturan Pasar Modal Nomor X.K.2 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.: Kep-346/BL/2011 tanggal 5 Juli 2011 tentang Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten Atau Perusahaan Publik dan Peraturan Bursa Efek Indonesia No. I-E mengenai Kewajiban Penyampaian Informasi.
Dimana sesuai aturan BEI, laporan keuangan audit 2014 harus sudah disampaikan paling lambat 31 Maret 2015. Jika emiten telat menyampaikan laporan keuangan sampai 30 hari kalender terhitung sejak batas akhir seharusnya, maka BEI akan menjatuhkan sanksi tertulis I. “Kami sampaikan bahwa Perseroan belum dapat menyampaikan Laporan Keuangan Konsolidasian Tahunan Perseroan untuk periode satu tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014 (audited) karena saat ini Perseroan masih menunggu konfirmasi utang dari beberapa kreditor Perseroan,” tulis manajemen dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (8/4).
Masih mengacu beleid BEI, jika pada hari kalender ke-31 hingga ke-60 belum juga menyampaikan, maka sanksi tertulis II akan melayang. Sanksi ini pun akan disertai dengan denda senilai Rp 50 juta. Selanjutnya, jika pada hari kalender ke-61 hingga ke-90, perseroan masih membandel, maka bursa akan memberi peringatan tertulis III plus denda Rp 150 juta.
Dimana sesuai aturan BEI, laporan keuangan audit 2014 harus sudah disampaikan paling lambat 31 Maret 2015. Jika emiten telat menyampaikan laporan keuangan sampai 30 hari kalender terhitung sejak batas akhir seharusnya, maka BEI akan menjatuhkan sanksi tertulis I. “Kami sampaikan bahwa Perseroan belum dapat menyampaikan Laporan Keuangan Konsolidasian Tahunan Perseroan untuk periode satu tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014 (audited) karena saat ini Perseroan masih menunggu konfirmasi utang dari beberapa kreditor Perseroan,” tulis manajemen dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (8/4).
Masih mengacu beleid BEI, jika pada hari kalender ke-31 hingga ke-60 belum juga menyampaikan, maka sanksi tertulis II akan melayang. Sanksi ini pun akan disertai dengan denda senilai Rp 50 juta. Selanjutnya, jika pada hari kalender ke-61 hingga ke-90, perseroan masih membandel, maka bursa akan memberi peringatan tertulis III plus denda Rp 150 juta.
No comments:
Post a Comment