Friday, September 11, 2015

Perbankan Berharap Belum Krisis Seperti 1998 Walau Ekonomi Loyo

Kendati perekonomian dan kinerja perbankan tengah melambat, namun pihak perbankan yakin kondisi ini tak akan berujung seperti krisis finansial tahun 1998. Pasalnya, meskipun indikator-indikator industri perbankan tengah melemah, namun hal tersebut belum dianggap berbahaya.

Seperti dijelaskan oleh Komisaris Independen PT Bank Mandiri, Goei Siauw Hong, tingkat kredit bermasalah (NPL) dan juga rasio kecukupan modal (CAR) industri perbankan terbilang masih aman. Pada tahun itu, NPL industri perbankan berada di angka 53 persen dan CAR berada pada posisi minus 15,7 persen.

"Kendati demikian, saya tak bilang bahwa kini tak terjadi krisis. Memang masih ada krisis finansial akibat indikator perbankan melambat, tapi levelnya tak separah pada tahun 1998. Saya tak bisa komparasi berapa perbandingannya, tapi kondisi kini lebih baik dibandingkan 17 tahun yang lalu," terang Goei ketika ditemui selepas mengisi acara di Malang, Jumat (11/9).

Seperti yang telah diketahui, sepanjang semester I tahun ini, kredit hanya bertumbuh 10,4 persen, atau lebih kecil dibanding angka tahun kemarin yang sebesar 12,5 persen. Selain itu, NPL juga meningkat dari 2,16 persen pada akhir tahun lalu menjadi 2,58 persen pada semester I tahun ini.

Kendati demikian, ia menilai saat ini indikator makroekonomi masih tetap stabil sehingga pihak perbankan optimis kondisi industri keuangan akan membaik tak lama lagi. Jika pemerintah mau memberikan stimulasi pada daya beli masyarakat, maka hal itu juga akan berpengaruh kepada kinerja industri perbankan juga.

"Tapi pemerintah harus hati-hati juga dalam memberikan kebijakan untuk mestimulasi daya beli masyarakat. Seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), itu bagus, tapi tak bisa menciptakan produktifitas. Kalau mau, insentif pemerintah lebih ke arah sektor produksi, sehingga biaya kebutuhan lebih murah, daya beli masyarakat bisa terkerek," tambahnya.

Senada dengan Goei, Direktur Keuangan PT Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo, mengatakan bahwa kondisi makroekonomi Indonesia saat ini masih lebih baik dibanding negara-negara berkembang lainnya, sehingga tidak tepat apabila Indonesia kini masuk ke dalam fase krisis. Ia mencontohkan, kendati pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga semester I tengah lebih kecil sebesar 8,4 persen, namun hal ini lebih baik dibanding Brazil dan Rusia yang kini tengah mengalami resesi.

"Secara indikator makroekonomi kita masih membaik, jadi saya rasa kita belum masuk ke arah fase seperti itu. Selain itu, kondisi perkreditan kita juga berbeda dengan 1998. Pada tahun itu, pertumbuhan kredit meningkat, tapi tak digunakan untuk fungsi produktifitas," jelasnya.

Lebih lanjut ia menambahkan, saat itu penggunaan kredit diakomodasi oleh konglomerasi pemerintah, sehingga pembayaran utang-utang terkesan diabaikan. Maka dari itu, tak heran apabila pada saat itu pertumbuhan kredit mencapai 25,2 persen dan loan-to-deposit ratio (LDR) di angka 85 persen namun NPL tercatat sebesar 53 persen, atau meningkat 6,5 kali lipat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 7,2 persen. "Hasilnya pada saat itu penarikan uang besar-besaran dan 16 bank tutup. Tapi untuk saat ini, kami tak melihat kemungkinan akan lebih buruk dari saat itu," jelasnya.

No comments:

Post a Comment