Thursday, September 3, 2015

Inflasi Bali Alami Penurunan Pertama Sejak Tahun 2015

Tekanan Inflasi di Bali mengalami penurunan di bulan Agustus 2015 setelah Juli bulan lalu mengalami puncak tertinggi selama tujuh bulan pertama tahun 2015.  Dewi Setyowati, Wakil Ketua Tim Pengendalian Inflasi Daerah(TPID) Provinsi Bali mengatakan Bali mengalami inflasi sebesar 0,31 persen atau 7,05 (yoy). "Meskipun demikian, akumulasi inflasi Bali masih cukup rendah. Ini sesuai dengan pola musiman dimana inflasi pasca hari raya dan komen peak season kembali mereda di bulan Agustus," katanya, Kamis (3/9/2015).

Dewi Setyowati yang juga sebagai Pimpinan Kantor Perwakilan BI Provinsi Bali ini juga menyampaikan bahwa segala upaya TPID dilakukan untuk menekan lajunya inflasi. TPID yang menggandeng Badan Pusat Statistik ini melakukan sosialisasi terkait dengan metode pengarahan inflasi dan koordinasi sehubungan dengan informasi terkini perkembangan inflasi.  "Kami sudah lakukan sosialisasi. Secara spasial, peningkatan tekanan inflasi terjadi di seluruh kota sampel perhitungan inflasi di Provinsi Bali terutama kota Denpasar," tambahnya.

Sinergitas upaya pengendalian inflasi dilakukan melalui kegiatan pasar murah, operasi pasar, sidak, pengelolaan ekspektasi dan pantauan jalur distribusi. Terjaganya inflasi di kisaran 0,93 persen pada bulan Juli lalu, dinilai bukan hasil dari kesuksesan pemerintah. Analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Dani Setiawan menganggap terjaganya inflasi, disebabkan oleh daya beli masyarakat yang rendah.

"Saya kira hal tersebut banyak didorong oleh lesunya permintaan di dalam negeri, atau dalam bahasa lain, konsumsi domestik yang mengalami pelemahan," kata Dani Setiawan saat dihubungi. Lesunya perekonomian dalam negeri menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat. Bahkan pada bulan ramadhan dan hari raya Idul Fitri lalu di mana pada tahun-tahun sebelumnya telah menyebabkan inflasi tinggi, pada tahun ini hal tersebut tidak terjadi karena daya beli masyarakat yang rendah.

Ia mengakui, pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk menjaga pasokan barang, dan menstabilkan harga. Namun pengaruhnya terhadap rendahnya inflasi pada bulan Juli, tidak sebesar pengaruh dari rendahnya daya beli masyarakat. Dani menyayangkan sikap pemerintah. Karena di tengah-tengah menurunnya daya beli masyarakat, pemerintah tidak kunjung menurunkan suku bunga kredit bagi masyarakat menengah. Hal itu pun membuat masyarakat kelas menengah ke bawah semakin terhimpit.

"Praktis perlindungan dari sisi fiskal minim, untuk dapat mempertahankan tingkat kesejahteraan masyarakat," jelasnya. Namun demikian, pemerintah berpendapat lain. Diberitakan sebelumnya, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengklaim rendahnya inflasi merupakan hasil jerih payah pemerintah. Ia menyebut kebijakan-kebijakan untuk menjaga pasokan barang, dan harga, telah membuat inflasi terjaga.

Hal itu juga yang membuat pada ramadhan dan hari raya Idul Fitri lalu, harga-harga tetap terjaga. Ia menolak pendapat-pendapat, yang menyebutkan rendahnya inflasi dikarenakan daya beli masyarakat yang rendah. Ia memastikan pada ramadhan dan hari raya Idul Fitri lalu, daya beli masyarakat tetap tinggi.

"Kalau Lebaran orang tidak melihat (kondisi ekonomi). Orang-orang ingin kebutuhan yang sama, (seperti) opor ayam, telur," katanya.

No comments:

Post a Comment