KDB Daewoo Securities Indonesia dalam risetnya mengingatkan, rencana Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) menaikkan suku bunga acuan bisa memicu pelarian modal. Hal ini diyakini akan membuat nilai tukar Rupiah semakin tidak menentu. "Di Indonesia, kami melihat tekanan lebih lanjut pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," ujar Taye Shim, Analis KDB Daewoo Securities dalam risetnya, Rabu (16/9).
Menurut Taye, dampak kenaikan The Fed Fund Rate akan sangat terasa di pasar ekuitas dan berpengaruh terhadap pendapatan perusahaan. Pasalnya, kenaikan bunga acuan tersebut akan mendongkrak nilai portfolio saham di AS. Hal ini kemudian membuat investor memilih untuk beralih dari pasar modal Indonesia ke AS sehingga membuat imbal hasil (yield) efek lokal menjadi lebih rendah. Akibatnya aliran dana asing akan banyak yang keluar dari Indonesia dan melemahkan mata uang rupiah.
"Nilai imbal hasil dari ekuitas (Return of Equity/ROE) diprediksi akan terkontraksi," katanya. Untuk itu, Taye menyarankan agar pelaku pasar modal mempertahankan sikap konservatif dan tidak merekomendasikan investor untuk mengambil posisi menjelang kenaikan The Fed rate.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo menilai sebaiknya Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) segera mengakhiri ketidakpastian ekonomi dengan menaikkan suku bunga acuannya pada bulan ini. Namun, dia berharap kenaikan The Fed rate tidak terlalu tinggi agar dampaknya secara global tidak terlalu besar.
"Kalau saya perhatikan, banyak negara yang juga merasa ketidakpastian di dunia sudah cukup lama dan akan baik kalau seandainya pemegang kebijakan di FOMC bisa menaikkan (suku bunga) dalam jumlah yang tidak besar, tapi mulai dinaikkan di September," ujarnya di Gedung DPR, Selasa (15/9).
Dewan Gubernur Bank Sentral AS menjadwalkan pertemuan atau Federal Open Market Committee Meeting (FOMC) pada Rabu dan Kamis, 16-17 September 2015. Rapat tertutup tersebut digelar guna membahas dan menentukan tingkat bunga acuan yang yang telah dipertahankan 0 persen selama hampir satu dekade.
No comments:
Post a Comment