Andi mengatakan, walau sudah keluar hanggar, pesawat N219 tersebut belum akan diterbangkan, karena baru berupa prototipe. Ia menargetkan, pesawat made in Bandung tersebut sudah bisa lolos uji terbang pada 2016. "Belum terbang. Mungkin tahun depan. Jadi itu prototipe ya. Itu masih panjang prosesnya sebelum dijual," ungkap Andi. Ia menambahkan, proses panjang yang harus dilalui N219 mulai dari desain, penyelesaian prototipe, sampai yang paling penting mendapat sertifikasi dari Kementerian Perhubungan.
"Semua itu sudah dilalui baru bisa dijual. Proses paling dekat adalah keluar hanggar, artinya sudah lebih dari setengah proses yang dilewati untuk sampai ke tahap komersil. Artinya desain sudah jadi, rancangan komponen sudah jadi, tinggal terbang dan testing. testing kalau lolos ya bisa dijual," tutup Andi.
Walau masih dalam tahap protoipe, N219 sudah ditunggu pembelinya. Pembeli pesawat N219 ini adalah PT Nusantara Buana Air (PT NBA), PT Aviastar Mandiri, dan PT Trigana Air Service. Hari ini, Kementerian BUMN menggelar acara 'Pameran Indonesia Hebat' dalam rangka HUT ke-70 Republik Indonesia. Pameran ini diikuti oleh 58 BUMN. Berbagai hasil karya BUMN, seperti panser, pesawat tanpa awak, traktor, dan sebagainya dipamerkan dalam acara ini.
Ada yang cukup menarik perhatian pengunjung, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) memajang prototype alias purwarupa dari kokpit, kabin, dan flight simulator pesawat N219 yang ditargetkan bisa mulai diproduksi 2017 mendatang. Pesawat ini dibuat di pabrik PTDI yang berlokasi di Bandung.
"N219 sekarang sudah tahap prototype. Ini potongan dari bagian kabin," kata Kepala Divisi Pengembangan dan Pemasaran PTDI, Ade Yuyu Wahyuna di Istora Senayan, Jakarta. Sambil menunjukkan purwarupa kabin, Ade menjelaskan, pihaknya masih berupaya mengembangkan lebih jauh purwarupa kabin N219 agar nyaman untuk penumpang. "Yang penting kita jualan kabin dulu, karena yang penting penumpang merasa nyaman. Kalau penumpang nyaman, pasti banyak yang berminat membeli pesawatnya," tuturnya.
Saat memasuki kabin, masih terlalu pendek untuk penumpang dengan tinggi di atas 170 cm. Selain itu, belum terdapat bagasi untuk tas penumpang. Kedua kekurangan inilah yang akan segera disempurnakan PTDI agar kabin semakin nyaman. Tapi, kursi sudah terasa nyaman, tidak sempit dan empuk, kaca samping kabin juga cukup lebar. "Kita masih improve (pengembangan) terus, masih optimalisasi desain. Kita masih kembangkan bagasi, kita tipiskan bagian atas kabin agar kepala tidak mentok," ujarnya.
Selain purwarupa kabin, pengunjung juga bisa mencoba menerbangkan pesawat N219 dengan flight simulator yang tersedia di stan PTDI, begitu juga dengan purwarupa kokpit. "Ini protoype kokpit. Kemudian ada flight simulator," kata Ade. Ade menambahkan, pesawat N219 ini cocok untuk penerbangan perintis ke daerah-daerah terpencil yang landasannya pendek. Kelas N219 kira-kira sama dengan Twin Otter, tapi lebih baru dan nyaman. Biaya operasi N219 tergolong murah.
"Pesawat ini nantinya untuk penerbangan perintis, daerah yang landing-nya susah. N219 bisa mendarat di landasan pendek, panjang landasan cukup 400 meter. Jadi pesawat ini bisa berhenti di kota-kota kecil," tutupnya. Sejak BJ Habibie berhasil menerbangkan pesawat N250 pada 20 tahun lalu, industri penerbangan di Indonesia masih bertahan. Pemerintah terus mendorong Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pesawat terbang terus makin tinggi.
Saat ini, TKDN industri pesawat terbang sudah dibuat di dalam negeri baru mendekati 40%. Rencananya TKDN bisa mencapai 40% akan terus ditingkatkan dalam 5 tahun mendatang bisa mencapai 60%. "Saat ini masih di bawah (TKDN) itu yang sparepartnya. Kita akan mendorong terus kalau bisa sampai 60%. Dengan begitu, industri komponen di dalam negeri bisa kembali pulih. Dengan demikian, airline kita tidak harus ke luar negeri (untuk membeli pesawat)," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin ditemui usai Pengukuhan Pengurus Indonesian Aircraft and Component Manufacture Assosiation (Inacom) di Ruang Garuda, Kementerian Perindustrian
Pentingnya kemampuan memproduksi komponen lokal yaitu untuk melepaskan ketergantungan dari komponen impor. "Kalau kita bisa bikin komponen pesawat, itu menunjukkan kemandirian dirgantara. kalau kita bikin pesawat, komponennya dari luar itu berarti kita ketergantungan. Ketergantungan terjadi berarti kita sangat lemah dan itu berbahaya," jelas Hasbi Assidiq, Direktur Industri Maritim, Kedirgantaraan dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian.
Pesawat yang sudah ada saat ini, TKDN-nya akan mencapai 40%. Saat ini PT DI di Bandung sedang mengembangkan N219 yang merupakan rancang bangun murni 100% orang Indonesia. "Akan mengejar 40% dan diharapkan pada 2019 akan mencapai 60%. Kita mengejar TKDN ini," tambahnya. Hasbi menjelaskan, industri dalam negeri sudah ada beberapa yang bisa membuat komponen dari interior hingga komponen mesin.
"Interiornya dan bahkan part—part engine (mesin) nya. Indonesia sudah ada beberapa industri engineering (permesinan) itu sudah bisa membuat part yang high precission yang diekspor untuk kebutuhan Boeing dan Airbus. Itu buatan PT STI Tangerang yang punya peralatan proses produksi cukup canggih dan bisa ekspor," jelasnya. Keuntungannya bila TKDN terus naik maka bisa menjadi nilai tambah bagi industri pesawat buatan di dalam negeri.
"Pesawat itu harganya mahal karena komponennya mahal. Mahal juga karena engineeringnya mahal. Itu nilai tambah yang membuat harga mahal. Pesawat yang didesain langsung oleh insinyur Indonesia. Itu yang buat jadi mahal. Di situlah kelebihannya kalau kita menguasai teknologi tinggi, duitnya lebih banyak daripada teknologi rendah. Komponen menyumbang 80% dari seluruh biaya pembuatan pesawat," katanya.
Sebanyak 23 perusahaan di bidang industri kedirgantaraan hari ini membentuk wadah organisasi bernama Indonesian Aircraft and Component Manufacture Assosiation (Inacom). Bertempat di Ruang Garuda lantai 2 Gedung Kementerian Perindustrian, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta. Inacom melakukan pengukuhan pengurus dan sarasahen industri kedirgantaraan nasional.
"Tonggak awal perkembangan industri pesawat udara nasional N250 mampu mengudara pada 10 Agustus 1995 (20 tahun lalu). Hal ini membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia mampu dan menguasai tekonologi tinggi. Namun, setelah itu pengembangan pesawat udara berjalan lambat," kata Menperin Saleh Husen, dalam sambutannya pada Pengukuhan Inacom dan Sarasehan Industri Kedirgantaraan Nasional di Ruang Garuda Lantai 2 Kementerian Perindustrian
Berdirinya Inacom, kata Menperin, dijiwai oleh semangat mengembalikan kejayaan kedirgantaraan nasional serta upaya untuk mengembalikan kemampuan teknologi kedirgantaraan nasional. "Dengan berdirinya Asosiasi Inacom ini diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan dan pengembangan industri pesawat udara nasional serta berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan, penumbuhan investasi, serta penguasaan teknokogi tinggi," jelas Saleh.
Saleh melanjutkan, perhatian terhadap perkembangan industri kedirgantaraan Indonesia saat ini tertuju pada pembuatan purwarupa pesawat N—219 yang diharapkan akan menjadi sarana dalam membangun konektivitas daerah terpencil. N-219 juga menjadi penanda tumbuhnya industri komponen pesawat terbang di dalam negeri.
"Industri pesawat dan komponen pesawat terbang merupakan bidang yang berani dan tidak mudah. Kami ingin berkontribusi dalam pembangunan nasional di bidang pengembangam industri pesawat terbang. Kami sepakat untuk berhimpun dalam Inacom. Semoga Inacom bisa berperan aktif dalam industri kedirgantaraan Indonesia," kata Ketua Inacom Andi Alisjahbana.
Inacom menjadi wadah berhimpunnya 23 anggota mencakup perusahaan-perusahaan besar maupun kecil. "Ada industri pesawat PTDI, industri komponen manufaktur, desain, tool, jasa engineering, interior dan lainnya," jelas Andi yang saat ini sekaligus menjabat Direktur Teknologi PT Dirgantara Indonesia (PTDI). Seluruh anggota yang tergabung punya nilai investasi Rp 5,4 triliun serta menyerap 7.244 orang tenaga kerja.
No comments:
Post a Comment