Direktur Keuangan Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan bahwa sudah seharusnya instrumen fiskal tidak hanya dilihat sebagai sumber utama penerimaan negara. Namun, unsur fiskal juga harus bisa membantu meningkatkan konsumsi serta investasi, mengingat kedua variabel tersebut adalah dua dari empat unsur utama pembentuk pertumbuhan ekonomi.
"Peran fiskal tidak bisa menciptakan economic growth, tapi bisa mendukung percepatan konsumsi dan investasi. Apalagi konsumsi kita mengambil porsi 50-an persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kalau pemerintah bisa mengakomodasi daya beli, maka dampak ke perekonomian akan sangat besar," tutur pria yang akrab disapa Tiko, di Jakarta, Kamis (10/9).
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini semakin melemah dari angka 4,71 persen di kuartal I ke 4,67 persen di kuartal II. Dari angka tersebut, konsumsi swasta tetap memegang porsi terbesar yaitu sebesar 56 persen di kuartal I dan 56,07 persen di kuartal II.
Kendati demikian, pertumbuhan konsumsi rumah tangga malah menurun dari 5,1 persen di kuartal I 2015 menjadi 4,9 persen di kuartal berikutnya. Dalam menangani hal tersebut, Tiko berharap pemerintah juga mau memperlonggar kebijakan fiskal dari sisi suplai agar masyarakat bisa mendapatkan barang dengan harga yang relatif lebih murah dari sebelumnya.
"Dari sisi supply misalkan ada pengurangan bea impor untuk materi produksi yang tak bisa diproduksi dalam negeri, sehingga harga barang bisa lebih murah juga. Meningkatkan daya beli masyarakat tidak hanya penetrasi ke sisi demand, namun bisa juga lewat sisi supply," tambahnya.
Jika kedua hal tersebut dijalankan secara bersamaan, Tiko berharap kinerja kredit perbankan juga ikut membaik tak hanya bagi kredit konsumsi, namun juga kredit produksi. Pasalnya, saat ini memang industri perbankan perlu mendapat stimulus dari sisi permintaan kredit mengingat kinerjanya sepanjang tahun ini terbilang menurun.
Sebagai gambaran, Bank Indonesia (BI) sampai harus merevisi target pertumbuhan kredit perbankan menjadi 11 hingga 13 persen dari angka semula 16 hingga 17 persen. Hal tersebut dilakukan sebagai implikasi dari kinerja kredit perbankan yang hanya tumbuh sepanjang 10,2 persen pada semester I 2015. "Salah satu penyebab demand kredit turun karena daya beli yang juga menurun. Memang hal itu perlu distimulasi," katanya.
Sebagai gambaran, Bank Indonesia (BI) sampai harus merevisi target pertumbuhan kredit perbankan menjadi 11 hingga 13 persen dari angka semula 16 hingga 17 persen. Hal tersebut dilakukan sebagai implikasi dari kinerja kredit perbankan yang hanya tumbuh sepanjang 10,2 persen pada semester I 2015. "Salah satu penyebab demand kredit turun karena daya beli yang juga menurun. Memang hal itu perlu distimulasi," katanya.
No comments:
Post a Comment