Sunday, September 13, 2015

Saudi Aramco Setuju Bangun Kilang US$ 10 Miliar Setelah Porsi Bagi Hasil Dinaikan Pemerintah

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan memberikan kemudahan perizinan bagi perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Arab Saudi, Aramco dalam membangun kilang di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, Jokowi berhasil mengantongi komitmen investasi sebesar US$ 10 miliar dari hasil pertemuannya dengan sejumlah pengusaha Arab Saudi hari ini (13/9).

Namun untuk mau menanamkan uangnya di Indonesia, manajemen Aramco meminta pemerintah memberikan fasilitas pembebasan pajak yang menurutnya telah diinstruksikan sang presiden untuk dapat diberikan oleh Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro. Pemerintah menyatakan bakal menawarkan porsi bagi hasil (entitlement) yang menarik atas hasil eksploitasi beberapa wilayah kerja (WK) minyak dan gas bumi (migas) konvensional yang ditawarkan per September 2015. "Jadi porsi bagi hasil minyak sudah tidak seperti biasanya di angka 15 persen. Begitu juga dengan gas di angka 30 persen," ujar Djoko, Jumat (11/9).

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Djoko Siswanto mengungkapkan hal ini dilakukan guna mendongkrak minat para pengusaha (investor) di tengah lesunya bisnis migas dalam beberapa waktu terakhir. Sebelumnya pemerintah telah membuka peluang investasi untuk pembangunan empat kilang minyak baru di Indonesia dengan kapasitas olah masing-masing 300 ribu barel per hari (bph).

Menurut Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Aramco tidak hanya berniat membangun kilang namun juga tangki timbun di Indonesia. “Aramco juga ingin membangun jalur distribusi langsung ke Indonesia. Di mana lokasi kilangnya nanti, akan diatur lebih lanjut,” kata Pramono dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Minggu (13/9).

Selain memberlakukan penghapusan pajak penghasilan dalam waktu tertentu (Tax Holiday) dan memangkas komponen pembentukan setoran PPh (Tax Allowance), pemerintah juga bakal membebaskan pengenaan Pajak Penambahan Nilai (PPN) dan bea masuk (BM) bagi barang-barang yang dibutuhkan di dalam pembangunan proyek kilang tersebut.

Untuk mendukung rencana itu, saat ini pemerintah tengah menyiapkan beberapa payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) untuk menjamin investasi yang bakal ditanamkan para investor. Dua diantaranya mengenai penetapan PT Pertamina (Persero) sebagai pembeli produk kilang (offtaker), hingga penyediaan tanah apabila proyek tersebut dijalankan dengan skema kerjasama pemerintah dan swasta atau yang dikenal public private partnership (PPP).

"Untuk lahan, yang jelas pemerintah sudah siapkan di Bontang, Kaltim dan di Pulau Jawa. Ada juga investor (skema lain) yang mau bangun di Jawa Timur dan Aceh tapi tidak mau kami rinci agar harga tanah disana tidak melonjak naik karena ada proyek ini," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja, Kamis (10/9) lalu

Seperti yang diketahui, pemerintah baru saja membuka penawaran 8 WK Migas konvensional yang terdiri dari 2 WK yang ditawarkan melalui mekanisme Penawaran Langsung dan 6 WK lainnya ditawarkan dengan melalui mekanisme Lelang Reguler. Dari beberapa WK tadi, Djoko bilang Pemerintah bakal memberikan porsi entitilement minyak berkisar 30 persen sampai 35 persen untuk kontraktor (contractor take). Sementara untuk gas, katanya besaran porsi entitlement yang ditawarkan mencapai 35 persen sampai 40 persen.

Dimana dari 8 WK yang ditawarkan, pembagian entitlement sebesar 30 persen bagi kontraktor hanya berlaku untuk tiga WK Migas meliputi: South West Bengara, Rupat Labuhan, dan Nibung. Sedangkan untuk gas, hanya WK South West Bengara yang porsi bagi hasil kontraktornya mencapai 35 persen,

"Besarannya tergantung pada lokasi dan tingkat kesulitan lapangan migas tersebut," tutur Djoko. Selain memperbesar porsi bagi hasil, Djoko menegaskan pemerintah juga akan memberikan insentif fiskal berupa pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selama masa eksplorasi. Selain meringankan beban operasional, tambahnya upaya pembebesan PBB juga dilakukan lantaran pada masa eksplorasi kontraktor belum memperoleh profit.

"Selain PBB, kita akan mencoba mengusulkan kembali kepada Kemenkeu, agar seluruh yang terkait dengan kegiatan eksplorasi untuk dibebaskan karena selama kegiatan eksplorasi belum ada profit," tambahnya. Adapun kemudahan lain yang ditawarkan meliputi mekanisme pembuatan perizinan yang saat ini sudah dapat dilakukan melalui program perizinan terpadu satu pintu (PTSP)

No comments:

Post a Comment