Keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) yang menahan suku bunga membuat dampak positif dan negatif. Beberapa spekulasi makin bermunculan pasca pengumuman The Fed, ada yang memperkirakan suku bunga AS naik tahun ini namun ada juga yang meyakini tahun depan. Direktur Eksekutif Mandiri Institute, Destry Damayanti mengatakan soal bunga the Fed yang tidak berubah, dampak negatifnya bagi Indonesia membuat ketidakpastian, namun ada sisi positifnya.
Menurut Destry efek positifnya adalah memberikan waktu untuk BI atau pemerintah untuk fokus membuat kebijakan domestik sehingga tidak dipengaruhi tekanan oleh The Fed. "Kalau bunga The Fed naik, dalam short time kalau ada gejolak kita bisa duga," kata di acara diskusi Energi Kita ddi Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta. Ia menambahkan dampak negatifnya adalah ketidakpastian akan timbul, karena ada yang meyakini pada Oktober bunga The Fed akan naik. Namun ada yang meyakini bunga The Fed baru akan naik tahun depan.
"Saya melihatnya nggak mungkin pada 2015 naik, karena Amerika hati-hati dengan situasi ekonomi China yang ekonominya melambat dalam. Sekarang dia (China) sudah all out, menurunkan suku bunga, menurunkan pajak penjualan, PPh segala macam, tapi kurang berhasil," katanya. Menurutnya dengan melihat ekonomi riil China yang masih melemah ada kemungkinan China terus melakukan depresiasi mata uang untuk mendorong ekspornya. Dampaknya bagi Amerika dan Eropa, barang-barang impornya kurang kompetitif dengan China, saat AS menaikkan suku bunga.
"Amerika bakal mikir, kalau saya naikin bunga , investasi saya pasti kena. Investasi berarti kena ke sisi supply Amerika. Jadi sementara si China ini terus masuk dengan barang yang lebih murah karena ada depresiasi Yuan tersebut. Akhirnya, aku melihat di Amerika ada kemungkinan untuk menggeser lebih lama lagi kenaikan The Fed," katanya. Ia mengatakan saat ini BI memang masih fokus untuk menekan sisi permintaan (demand) dolar AS dalam mengantisipasi tekanan dari The Fed terkait menjaga rupiah. Misalnya soal pembatasan transaksi dolar AS maksimal US$ 25.000 per bulan di dalam negeri.
"Kami berharap kebijakan ini juga dikembangkan dari sisi supply-nya. Yang dilakukan BI sekarang adalah memperkaya instrumen moneternya. Sekarang belum," katanya. Selain itu, yang dibutuhkan pelaku bisnis adalah pendalaman di sektor keuangan soal hedging kurs. BI punya salah satu peraturan mengharuskan dunia yang punya utang luar negeri harus mengamankan 50% utangnya dalam waktu 3 bulan. "Berarti harus masuk ke hedging, dia harus masuk ke pasar derivatif. Kita tahu utang luar ngeri swasta besar sekali, ada sekitar US$ 195 miliar dan 20% dalam jangka waktu 1- 2 tahun, akan besar sekali kebutuhan dolar," katanya.
Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) akhirnya menahan tingkat suku bunga acuannya. Hal ini dilakukan karena dinilai masih adanya kekhawatiran soal perlambatan ekonomi global dan kerawanan untuk perekonomian AS sendiri. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai keputusan tersebut akan memperpanjang ketidakpastian bagi investor. Sehinga memungkinkan gejolak masih akan terus berlanjut sampai waktu yang tidak ditentukan.
"Terlihat memang data AS belum menunjang atau belum mendukung keputusan mereka untuk menaikkan tingkat bunga, salah satunya laju inflasi yang dirasa bersifat rentan di AS. Di samping pertumbuhan yang belum juga menjanjikan," ujar Bambang dalam keterangannya. "Dengan itu tetunya kita harus tetap menjaga kondisi perekonomian kita, karena dengan belum adanya kepastian tingkat bunga tersebut yang terjadi adalah akan terus terjadi spekulasi antara mata uang dolar dengan semua mata uang negara dunia khusus mata uang negara emerging market, termasuk indonesia," tegasnya.
Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap akan berupaya untuk menjaga stabilitas sektor keuangan dan perekonomian secara keseluruhan. Ini sudah dimulai dengan berbagai kebijakan yang diluncurkan beberapa waktu lalu. "Karena itu pemerintah dan BI serta OJK akan selalu menjaga stabilitas ekonomi stabilitas sektor keuangan agar bisa melewati masa-masa yang tidak mudah ini, terutama masa-masa yang penuh ketidapkastian, sambil melihat arah nantinya AS menentukan kebijakan tingkat bunga," ungkap Bambang.
No comments:
Post a Comment