“Sebenarnya ada hal-hal positif seperti berhasil dalam menghadapi ketimpangan sosial dan masyarakat desa. Namun secara umum Nawacita dan APBN disusun berbeda dengan situasi yang aktual. Kondisi global berbeda dan sulit diprediksi,” ujarnya di Jakarta, Selasa (15/9). Menurutnya, tantangan eksternal saat ini dinilai lebih sulit dari saat RAPBN 2016 disusun. Salah satu yang jadi sorotan dunia sekarang adalah perkembangan ekonomi China yang kian tidak menentu.
“China sulit ditebak. Kalau pertumbuhan China melemah, maka implikasinya akan sulit bagi kita. Saya pesimistis ekonomi global bisa tumbuh di atas 3 persen. Dan jika tahun ini Indonesia tumbuh di level 4,7 persen, maka tahun depan akan sulit bisa mencapai 5,5 persen,” jelasnya. Perkembangan ekonomi China yang tidak bisa diraba berimbas pada kemerosotan harga minyak dunia. Jika ekonomi China melemah, maka permintaan komoditas juga akan merosot termasuk minyak.
“Kita juga selaku eksportir komoditas juga pasti terkena imbas. Namun jika harga minyak turun, di sisi lain subsidi kita bisa ditekan,” jelasnya. Sementara dari asumsi nilai tukar rupiah, Prasetyantoko menilai target APBN 2016 di level Rp 13.800 per dolar akan sulit dicapai. Ia menjelaskan, secara fundamental, level rupiah saat ini seharusnya tidak selemah realitasnya.
“Nilai tukar ini memang kalau dihitung secara fundamental harusnya Rp 12.500 sampai Rp 13 ribu per dolar. Tapi saat ini kan sudah Rp 14 ribu dan cenderung melemah. Hal ini susah diprediksi,” jelasnya. Ekonom CORE Indonesia Akhmad Akbar Susamto mengingatkan bahwa bagaimanapun arah kebijakan fiskal yang dibuat pemerintah melalui APBN tidak dapat berdiri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah terkait perekonomian nasional.
“Di luar urusan fiskal masih ada hal-hal lain yang juga sangat penting bagi upaya mendorong laju perekonomian. Mulai dari stabilitas nilai tukar rupiah, harga domestik hingga deregulasi dan debirokratisasi,” ujarnya. Akhmad menilai, sinergi dan integrasi antara kebijakan fiskal dan non-fiskal ini menjad kunci penting dalam mengatasi berbagai masalah perekonomian nasional yang kompleks. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro meminta seluruh komisi maupun Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk fleksibel dan realistis dalam melakukan pembahasan asumsi makro yang tercantum dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.
“Waktu kita mencantumkan asumsi dalam nota keuangan, semua berdasarkan rentang yang disepakati dengan DPR. Namun kita tentu harus realistis, melihat kondisi yang sebenarnya. Terutama setelah China mendevaluasi mata uang dan perkembangan terakhir lainnya,” ujar Bambang usai bertemu pimpinan DPR tadi malam di Gedung DPR.
Pertemuan itu sendiri menurut Bambang dilakukan pemerintah untuk menyamakan pandangan akan kondisi perekonomian nasional dan global terkini, yang akan terkait erat dengan asumsi makro dan target-target yang harus dicapai dalam pembahasan RAPBN 2016. “Tentunya kita harus keluar dengan asumsi yang lebih realistis, kira-kira begitu kesepakatannya dengan pimpinan DPR agar pembahasannya nanti bersama Komisi XI dan Badan Anggaran lancar,” jelasnya.
Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memastikan ekonomi Indonesia tahun depan masih akan dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dunia yang makin sulit untuk diprediksi. “Ekonomi dunia saat ini sangat dinamis, susah untuk memprediksi. Jadi kita harus melihat pada angka yang terakhir, kira-kira nilai tukar berapa, pertumbuhan ekonomi berapa yang kira-kira paling cocok untuk menggambarkan ekonomi tahun depan,” kata Bambang.
Ia menyebut sampai hari ini kondisi pasar dunia sangat buruk, tidak hanya terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah pusat menginstruksikan seluruh kementerian/lembaga dan meminta bantuan pemerintah daerah untuk bisa membantu meningkatkan belanjanya.
Sebagai informasi, berikut adalah indikator ekonomi makro yang diusulkan pemerintah dalam RAPBN 2016:
- Pertumbuhan Ekonomi 5,5 persen
- Inflasi 4,7 persen
- Nilai tukar Rp 13.400 per dolar
- Suku bunga SPN 3 bulan 5,5 persen
- Harga minyak mentah Indonesia US$ 60 per barel
- Lifting minyak 830 ribu barel per hari
- Lifting gas 1.155 ribu barel setara minyak per hari
No comments:
Post a Comment