PT Bank Rakyat Indonesia Tbk menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi sejak awal tahun membuat perseroan menjaga likuiditas valuta asing (valas) dengan memperketat penyaluran kredit non-rupiah. Seperti diketahui, berdasarkan data kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terus melemah sejak awal tahun. Kurs tengah pada Selasa (8/9) tercatat di level 14.285 per dolar Amerika Serikat (AS), jeblok 14,83 persen dari angka penutupan akhir 2014 di level 12.440.
Sekretaris Perusahaan BRI Budi Satria mengatakan nilai tukar rupiah yang semakin terpuruk terhadap dolar AS di semester II 2015 membuat sebagian masyarakat mengkhawatirkan terulangnya kembali krisis ekonomi seperti yang pernah terjadi pada 1998. “Kekhawatiran tersebut dianggap wajar, karena sebagian masyarakat berpendapat bahwa krisis yang terjadi di 1998 disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah yang tidak terkendali,” ujar Budi dalam keterangan resmi, Rabu (9/9).
Namun ia menilai kemungkinan terulangnya krisis ekonomi seperti yang terjadi 17 tahun lalu cukup kecil, mengingat kalangan perbankan sebagai urat nadi perekonomian nasional telah banyak belajar dari pengalaman pelemahan nilai tukar sebelumnya. “Otoritas moneter dan pengawas perbankan juga relatif lebih siap dengan perangkat pengendali krisis,” kata Budi.
Menurutnya, bagi BRI ada dua hal yang menjadi prioritas utama dalam menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah. Yang pertama adalah menjaga likuiditas valuta asing (valas) dan berikutnya adalah menjaga kualitas kredit valas. “Hingga kini rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) valas BRI berada di kisaran 50-60 persen, dan kami akan upayakan posisi tersebut akan tetap terjaga sampai dengan akhir tahun,” ungkap Budi.
Untuk menjaga tingkat likuiditas tetap berada di level aman, strategi yang dijalankan oleh BRI di antaranya memastikan dana valas yang ada telah mencukupi kebutuhan dan proyeksi pertumbuhan kredit valas BRI. Dalam hal penyaluran kredit, sebagian besar kredit BRI disalurkan ke sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang relatif tidak terkena dampak langsung pelemahan rupiah.
Sedangkan secara persentase, jumlah kredit valas yang telah disalurkan oleh BRI hingga saat ini hanya sekitar 10-11 persen dibanding total kredit yang sudah disalurkan oleh BRI secara keseluruhan dengan rasio NPL (Non Performing Loan) gross BRI di kredit valas tetap terjaga di kisaran 1,2 – 1,4 persen. “Bank BRI memang sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit valas,” tutur Budi.
Selain mengerem ekspansi kredit di sektor yang berpeluang besar terkena dampak pelemahan nilai tukar, kata Budi, BRI juga akan memprioritaskan penyaluran kredit valasnya ke sektor yang pendapatannya juga dalam bentuk valas. Terlebih, lanjutnya, dengan adanya peraturan dari Bank Indonesia mengenai kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi di dalam negeri, BRI optimis permintaan terhadap valas akan semakin berkurang.
“Kami berharap hal tersebut akan memberikan dampak positif bagi penguatan nilai tukar rupiah terhadap valas,” ujar Budi.
No comments:
Post a Comment