Angka ini jauh lebih rendah dibanding konsumsi negara-negara Asia lainnya, seperti Singapura dan Malaysia yang sudah mencapai 1 kg/kapita/tahun. Sedangkan negara-negara Eropa, konsumsi kakao sudah mencapai lebih dari 8 kg/kapita/tahun. Saat ini, Indonesia masih menjadi produsen biji kakao terbesar ke-3 dunia, setelah Pantai Gading dan Ghana dengan produksi biji kakao tahun 2014 sebesar 370 ribu ton.
Saleh mencatat, konsumsi cokelat Indonesia di 2012 sebesar 0,2 kg/kapita/tahun, dan meningkat menjadi 0,5 kg/kapita/tahun di 2014. "Diharapkan akhir tahun 2015 (konsumsi cokelat) menjadi sebesar 0,6 kg/kapita/tahun," imbuhnya.
"Sejak tahun 2010, Kementerian Perindustrian telah mencanangkan kebijakan pengembangan industri pengolahan kakao melalui program hilirisasi," kata Saleh. Salah satu kebijakan pemerintah untuk program tersebut adalah pemberlakuan Bea Keluar (BK) Biji Kakao. Langkah ini telah berhasil mengurangi ekspor biji kakao.
"Di mana ekspor biji kakao di 2013 sebesar 188,4 ribu ton, turun menjadi 63,3 ton pada 2014," tuturnya. Sementara itu, ekspor kakao olahan Indonesia meningkat setiap tahunnya, di 2013 tercatat 196,3 ribu ton, di 2014 sebanyak 242,2 ribu ton atau meningkat 23,3%.
Pelaksanaan hari Kakao Indonesia di Yogyakarta terdiri dari berbagai rangkaian acara seperti pameran, penjualan porduk, dan pemahatan patung cokelat. "Pelaksanaan kegiatan ini ditujukan dalam rangka mengenalkan berbagai macam produk olahan cokelat di Indonesia kepada masyarakat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan konsumsi cokelat di dalam negeri," tukasnya.
Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin melanjutkan kunjungan kerjanya ke Pabrik Sarihusada, Klaten, Jawa Tengah. Di kesempatan ini, Saleh melihat langsung proses produksi dan pengepakan. Dalan sambutannya, Saleh menyampaikan bahwa konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia masih rendah dibanding negara-negara ASEAN lainnya.
"Tingkat konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia saat ini rata-rata 12,10 liter/tahun setara susu segar, masih jauh di bawah konsumsi per kapita negara-negara ASEAN lainnya," ulas Saleh di hadapan jajaran direksi PT Sarihusada, Klaten,. Misalnya konsumsi susu Malaysia sebesar 36,2 kg/kapita/tahun, Myanmar 26,7 kg/kapita/tahun, Thailand 22,2 kg/kapita/tahun, dan Filipina 17,8 kg/kapita/tahun.
"Hal ini menunjukkan bahwa masih besar potensi pasar bagi industri pengolahan susu di Indonesia," imbuhnya. Kebutuhan bahan baku susu segar dalam negeri (SSDN) untuk susu olahan saat ini sekitar 3,8 juta ton dengan pasokan bahan baku susu segar dalam negeri 798.000 ton (21 %). Sedangkan sisanya sebesar 3 juta ton (79%) masih harus diimpor dalam bentuk Skim Milk Powder, Anhydrous Milk Fat, dan Butter Milk Powder dari berbagai negara seperti Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa.
"Pertumbuhan sektor industri pengolahan susu pada tahun 2014 sebesar 14%, meningkat dibandingkan tahun 2013 sebesar 12%," tutur saleh. Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengungkapkan masih terjadi kenaikan impor biji kakao di Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya kekurangan bahan baku biji kakao dalam negeri.
"Masih terdapat kenaikan impor biji kakao, di mana tahun 2014 impor biji kakao sebesar 109,4 ribu ton," ujar Saleh. Hal ini disampaikan Saleh saat memberi sambutan di peringatan Hari Kakao Indonesia ke-3 di Ambarukmo Plaza, Yogyakarta. Angka di atas mengalami peningkatan dibanding dengan impor tahun 2013 yang 30,7 ribu ton. "Hal ini menunjukkan adanya kekurangan bahan baku biji kakao di dalam negeri," imbuhnya.
Dengan demikian, kata Saleh, perlu dilakukan peningkatan produktivitas baik melalui intensifikasi dan ekstensifikasi tanaman kakao. Selain itu, dengan masuknya beberapa investor di sektor kakao juga menjadi perhatian pemerintah. "Khususnya instansi pemerintah terkait dalam upaya penyediaan infrastruktur, seperti perbaikan sarana jalan, listri, dan peningkatan SDM," ulasnya.
Industri kakao memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja karena memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu maupun hilirnya. Pada tahun 2014, devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai US$ 1,24 miliar. "Dan memiliki potensi untuk terus ditingkatkan dengan berbagai macam produk turunan kakao bernilai tambah tinggi dengan beragam produk yang dihasilkan," tutur Saleh.
"Sejak tahun 2010, Kementerian Perindustrian telah mencanangkan kebijakan pengembangan industri pengolahan kakao melalui program hilirisasi," kata Saleh. Salah satu kebijakan pemerintah untuk program tersebut adalah pemberlakuan Bea Keluar (BK) Biji Kakao. Langkah ini telah berhasil mengurangi ekspor biji kakao.
"Di mana ekspor biji kakao di 2013 sebesar 188,4 ribu ton, turun menjadi 63,3 ton pada 2014," tuturnya. Sementara itu, ekspor kakao olahan Indonesia meningkat setiap tahunnya, di 2013 tercatat 196,3 ribu ton, di 2014 sebanyak 242,2 ribu ton atau meningkat 23,3%.
Pelaksanaan hari Kakao Indonesia di Yogyakarta terdiri dari berbagai rangkaian acara seperti pameran, penjualan porduk, dan pemahatan patung cokelat. "Pelaksanaan kegiatan ini ditujukan dalam rangka mengenalkan berbagai macam produk olahan cokelat di Indonesia kepada masyarakat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan konsumsi cokelat di dalam negeri," tukasnya.
Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin melanjutkan kunjungan kerjanya ke Pabrik Sarihusada, Klaten, Jawa Tengah. Di kesempatan ini, Saleh melihat langsung proses produksi dan pengepakan. Dalan sambutannya, Saleh menyampaikan bahwa konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia masih rendah dibanding negara-negara ASEAN lainnya.
"Tingkat konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia saat ini rata-rata 12,10 liter/tahun setara susu segar, masih jauh di bawah konsumsi per kapita negara-negara ASEAN lainnya," ulas Saleh di hadapan jajaran direksi PT Sarihusada, Klaten,. Misalnya konsumsi susu Malaysia sebesar 36,2 kg/kapita/tahun, Myanmar 26,7 kg/kapita/tahun, Thailand 22,2 kg/kapita/tahun, dan Filipina 17,8 kg/kapita/tahun.
"Hal ini menunjukkan bahwa masih besar potensi pasar bagi industri pengolahan susu di Indonesia," imbuhnya. Kebutuhan bahan baku susu segar dalam negeri (SSDN) untuk susu olahan saat ini sekitar 3,8 juta ton dengan pasokan bahan baku susu segar dalam negeri 798.000 ton (21 %). Sedangkan sisanya sebesar 3 juta ton (79%) masih harus diimpor dalam bentuk Skim Milk Powder, Anhydrous Milk Fat, dan Butter Milk Powder dari berbagai negara seperti Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa.
"Pertumbuhan sektor industri pengolahan susu pada tahun 2014 sebesar 14%, meningkat dibandingkan tahun 2013 sebesar 12%," tutur saleh. Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengungkapkan masih terjadi kenaikan impor biji kakao di Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya kekurangan bahan baku biji kakao dalam negeri.
"Masih terdapat kenaikan impor biji kakao, di mana tahun 2014 impor biji kakao sebesar 109,4 ribu ton," ujar Saleh. Hal ini disampaikan Saleh saat memberi sambutan di peringatan Hari Kakao Indonesia ke-3 di Ambarukmo Plaza, Yogyakarta. Angka di atas mengalami peningkatan dibanding dengan impor tahun 2013 yang 30,7 ribu ton. "Hal ini menunjukkan adanya kekurangan bahan baku biji kakao di dalam negeri," imbuhnya.
Dengan demikian, kata Saleh, perlu dilakukan peningkatan produktivitas baik melalui intensifikasi dan ekstensifikasi tanaman kakao. Selain itu, dengan masuknya beberapa investor di sektor kakao juga menjadi perhatian pemerintah. "Khususnya instansi pemerintah terkait dalam upaya penyediaan infrastruktur, seperti perbaikan sarana jalan, listri, dan peningkatan SDM," ulasnya.
Industri kakao memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja karena memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu maupun hilirnya. Pada tahun 2014, devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai US$ 1,24 miliar. "Dan memiliki potensi untuk terus ditingkatkan dengan berbagai macam produk turunan kakao bernilai tambah tinggi dengan beragam produk yang dihasilkan," tutur Saleh.
No comments:
Post a Comment