Wednesday, September 16, 2015

Gubernur BI Harapkan The Fed Segera Naikan Suku Bunga Tapi Tidak Tinggi Agar Ekonomi Tidak Kolaps

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo menilai sebaiknya Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) segera mengakhiri ketidakpastian ekonomi dengan menaikkan suku bunga acuannya pada bulan ini. Namun, dia berharap kenaikanThe Fed rate tidak terlalu tinggi agar dampaknya secara global tidak terlalu besar.

"Kalau saya perhatikan, banyak negara yang juga merasa ketidakpastian di dunia sudah cukup lama dan akan baik kalau seandainya pemegang kebijakan di FOMC (Rapat Dewan Gubernur Bank Sentral AS) bisa menaikkan (suku bunga) dalam jumlah yang tidak besar, tapi mulai dinaikkan di September," ujarnya di Gedung DPR, Selasa (15/9).

Agus mengatakan, banyak survei ekonomi yang memperkirakan The Fed baru akan mulai menaikkan suku bunga acuannya pada Desember 2015. Namun, Mantan Menteri Keuangan ini meyakini The Fed punya kajian dan basis data yang kuat untuk menentukan posisi suku bunganya agar daya saing ekonomi Negeri Paman Sam terjaga dalam jangka panjang.

"Jadi kita yang ada di bagian dunia, khususnya seperti Indonesia di bagian negara berkembang, yang kita lakukan adalah menyiapkan diri dan persiapan diri kita tentu adalah harus bisa membaca bagaimana perkembangan eksternal, bagaimana tren domestik dan kita bagaimana mengantisipasinya," tutur Agus.

BI selaku otoritas moneter, kata Agus, memastikan akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan ekonomi yang hati-hati dan konsisten untuk menjaga agar inflasi sesuai dengan target yang ditetapkan. Namun spesifik untuk jangka pendek, lanjut Agus, BI akan melakukan mengelola likuiditas secara lebih efektif guna meredam dampak langsung dari gejolak eksternal.  "Khususnya untuk (stabilisasi) rupiah, menjaga supply and demand valas, dan juga mengelola cadangan devisa kita dengan optimum," tuturnya.

Dewan Gubernur Bank Sentral AS menjadwalkan pertemuan atau Federal Open Market Committee Meeting (FOMC) pada Rabu dan Kamis, 16-17 September 2015. Rapat tertutup tersebut digelar guna membahas dan menentukan tingkat bunga acuan yang yang telah dipertahankan 0 persen selama hampir satu dekade.

FOMC ini terkait erat dengan rencana normalisasi kebijakan moneter AS seiring dengan mulai pulihnya perekonomian Negeri Paman Sam. Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) menjadwalkan pertemuan atau Federal Open Market Committee Meeting (FOMC) pada Rabu dan Kamis, 16-17 September 2015. Rapat tertutup tersebut digelar guna membahas dan menentukan tingkat bunga acuan yang yang telah dipertahankan 0 persen selama hampir satu dekade.
Pasar merespon beragam informasi yang dirilis The Fed melalui situs resminya itu. Bank sentral Kansas, Kansas City Fed, dalam makalah terbarunya meramalkan The Fed kemungkinan besar tidak akan menaikkan suku bunga acuannya pada FOMC pekan ini. Kendati demikian, segala kemungkinan harus diantisipasi karena akan berdampak terhadap perekonomian.

Dikutip dari CNBC, Kansas City Fed menyatakan, perubahan di pasar keuangan dan ekonomi AS telah mengurangi impor dari perubahan suku bunga pinjaman antarbank. Jonathan Willis dan Guangye Cao dalam riset Kansas City Fed menjelaskan sebelum tahun 1985, The Fed secara tak terduga memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin dan berhasil meningkatkan 0,2 persen jumlah pekerjaan selama dua tahun berikutnya. Namun, pasca 1994, dampak kebijakan suku bunga The Fed terhadap lapangan kerja relatif tidak signifikan.

Ini jelas bermasalah, mengingat The Fed memasang target suku bunga super rendah dengan tujuan untuk mendukung kesinambungan penciptaan lapangan kerja secara maksimal. Artinya, alat moneter The Fed untuk membantu perekonomian AS sudah tumpul.  Ekonomi AS secara perlahan menunjukkan pemulihan setelah dihantam resesi besar pada 2008. Namun, tanda tanya muncul apakah pemulihan sudah benar-benar sudah terjadi atau justru Negeri Paman Sam kembali terjebak di tengah-tengah krisis. Tingkat suku bunga acuan The Fed yang masih terus dipertahankan di level terendahnya, 0 persen yang memunculkan tanda tanya tersebut.

Berdasarkan analisa sejumlah ekonom dan pakar bursa di Wall Street, kenaikan The Fed rate akan menjadi bencana baru yang bisa menyeret perekonomian global ke dalam resesi dan membuat kejatuah bursa saham.  Banyak orang berdebat dan menganggap The Fed bodoh jika bertindak sekarang. Beberapa pihak yang menyurakan agar The Fed rate ditahan antara lain Dana Moneter Internasional (IMF), mantan Menteri Keuangan AS Larry Summers dan Dewan Editorial New York Times.

Alasan mereka menyuarakan itu adalah laju inflasi yang masih di bawah target The Fed sebesar 2 persen. Selain itu, perlambatan ekonomi di banyak negara, terutama China yang mengkhawatirkan bursa saham AS juga menjadi dasar pertimbangannya.

Namun, muncul arguman tandingan yang menyatakan: "tidak akan pernah ada waktu yang tepat untuk menaikkan suku bunga". Pertanyaannya adalah, bukan apakah saat ini waktu yang tepat, melainkan apakah sekarang kondisinya sudah cukup baik untuk The Fed bertindak.  Namun, jika pada akhirnya The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya dari 0 persen menjadi sekitar 0,125 persen atau 0,25 persen, ini dinilai bukan langkah besar. Pasalnya, The Fed telah mempertahankan suku rendah begitu lama dan membuat pelaku ekonomi takut akan perubahan .

Pasar saham telah berayun liar dalam beberapa pekan terakhir setiap indikator yang dijadikan dasar penetapan suku bunga menunjukan perbaikan. Selama 10 pekan terakhir, pasar saham AS mengalami volatilitas tinggi dan itu sebagian besar disebabkan oleh ketidakpastian kebijakan moneter The Fed.

Ketidak pastian ini dinilai banyak kalangan tidak sehat. Perlu diingat The Fed telah memberi sinyal akan menaikkan suku bunga acuannya pada 2015 selama hampir satu tahun. Bahkan, petunjuk ini secara eksplisit telah diberikan The Fed sejak 2012, ketika salah seorang anggotanya mengatakan "suku bunga akan lebih tinggi dari 0 persen pada akhir 2014".

Statistik menunjukkan lapangan kerja di AS meningkat berangsur-angsur sejak 1999, di mana pad atahun ini rata-rata lebih dari 200 ribu pekerjaan baru tercita setiap bulannya. Sementara di pasar, trennya terus meningkat hingga lebih dari 200 persen sejak Maret 2009. Investor tentu berterima kasih terhadap The Fed selama ini, tapi sekarang ada kekhawatiran muncul gelembung lain jika suku bunga rendah terus dipertahankan untuk jangka waktu yang lebih lama.

"Semakin lama Anda mempertahankan bunga 0 persen, semakin besar ekses pasar keuangan terjadi dan semakin besar risiko dislokasi keuangan dan resesi global berikutnya, " tulis Albert Edwards dari dalam catatan pekan lalu Societe Generale Global Strategist.

Menurutnya, Desember tahun ini atau tahun depan kondisie ekonomi China dan belahan dunia lainnya bisa saja lebih baik atau justru lebih buruk dari saat ini. Tidak ada yang bisa memprediksi soal itu. Namun, menaikan 25 basis poin The Fed rate pada September ini dinilainya langkah bijak yang bisa dilakukan oleh Janet L. Yellen dan timnya di bank sentral AS.

No comments:

Post a Comment