Bank Credit Agricole menganalisa krisis yang merebak di Mesir dua pekan terakhir menyebabkan negara Seribu Piramida itu merugi Rp 2,78 triliun per hari. Bank tersebut bahkan merevisi estimasi pertumbuhan ekonomi Mesir dari semula 5,3 persen turun menjadi 3,7 persen.
Credit Agricole mengestimasi tahun ini Mesir akan mengalami defisit anggaran hingga 12,3 persen, lebih tinggi 4,1 persen dari estimasi sebelum terjadi krisis nasional. Pengeluaran pemerintah akan membengkak untuk mensubsidi kebutuhan pokok masyarakat. Harga komoditas pangan di Mesir telah melambung tinggi bahkan sebelum krisis terjadi.
Di sisi lain, pendapatan negara juga dipastikan menurun. Bank itu yakin investor, baik asing maupun domestik, akan melenggang dari pasar modal Mesir. “Mereka yang tahun-tahun lalu menahan diri memindahkan modal dari Mesir ke negara lain pasti akan memindahkannya saat ini,” demikian tertulis dalam laporan bank itu.
Credit Agricole memprediksi Mesir juga kehilangan potensi pendapatan dari sektor pariwisata. Pada 2010, sektor pariwisata berkontribusi 6 persen untuk Produk Domestik Bruto. “Pendapatan sektor pariwisata dengan mudah jatuh kurang dari US$ 5,5 miliar. Credit Agricole menyebut menurunnya pendapatan sektor pariwisata harus ditutup dari sumber lain,” kata John Sfakianakis, kepala ekonomis Credit Agricole.
Saat ini, 40 persen dari total 80 juta penduduk Mesir hidup dengan penghasilan di bawah USD 2 per hari. Tingkat pengangguran mencapai 10 prsen. Sedangkan inflasi pangan dapat mencapai 17 persen per tahun, menyebabkan biaya hidup yang semakin tinggi bagi setiap lapisan masyarakat.
No comments:
Post a Comment