”Beberapa jenis manufaktur yang sudah bergeser adalah garmen, alas kaki, aksesori, dan mesin-mesin ringan. Usaha mereka tutup karena serbuan produk impor murah, terutama dari China. Akibatnya PHK (pemutusan hubungan kerja) tak terhindarkan,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Djimanto seusai membuka lokakarya pelatihan bertema ”Mengkaji Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Ketenagakerjaan” di Jakarta, Senin (7/2).
Djimanto mencontohkan surutnya sektor manufaktur pada industri alas kaki. Dari total tenaga kerja sekitar 1,5 juta orang, sepanjang tahun 2010 sebanyak 300.000 orang di antaranya terpaksa di-PHK. Mereka membuat jumlah penganggur semakin bertambah.
Menurut dia, imbas dari surutnya sektor manufaktur adalah penggemukan di sektor perdagangan. Pergeseran tersebut terutama terjadi pada industri skala kecil. Kemudahan mendapatkan produk serupa dengan harga lebih murah membuat mereka dengan cepat beralih menjadi pedagang.
”Daya saing industri kecil masih lemah. Mereka masih berbiaya tinggi. Pemerintah seharusnya hirau dengan kondisi tersebut. Kalau tidak dipikirkan, jumlah produsen akan terus menipis,” kata Djimanto.
Peter van Rooij, Direktur Organisasi Perburuhan Internasional di Indonesia, mengatakan, liberalisasi perdagangan harus disikapi dengan bijak dengan menyiapkan sejumlah instrumen kebijakan yang tepat. ”Alasan itulah yang mendorong kami menggelar lokakarya penerapan sistem neraca sosial ekonomi dan analisis multiplier (pengganda) sebagai perangkat memperkirakan potensi dampak perdagangan bebas bagi perekonomian Indonesia,” katanya
No comments:
Post a Comment