Hal itu diungkapkan Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Jember sekaligus Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Rudi Wibowo, Rabu (16/2), saat dihubungi di Jember, Jawa Timur, menanggapi keinginan BI meningkatkan koordinasi dengan pemerintah untuk meredam tingginya risiko inflasi akibat kenaikan harga pangan.
Menurut Rudi, bila BI memprakarsai koordinasi dengan pemerintah, memang seharusnya harus ada koordinasi dan selalu begitu. Selama ini peran dari sektor finansial agak berjarak dan tidak selaras dengan sektor riil.
”Koordinasi antara sektor riil dan finansial harus dilakukan terus-menerus, terutama yang terkait dengan UMKM dan sektor pertanian,” katanya. Sekarang ini para pengambil kebijakan selalu mengklaim iklim makro bagus. Padahal, bila melihat ke sektor riil, penyakitnya tampak.
Terkait peningkatan produksi pangan, kata Rudi, sudah seharusnya kebijakan moneter BI mampu mendorong iklim investasi yang kondusif karena peningkatan produksi dan produktivitas pangan memerlukan dukungan kebijakan moneter yang bisa mendukungnya.
Misalnya saja terkait investasi dalam pembangunan fisik, seperti infrastruktur dasar pertanian, semisal jalan, bendungan, jaringan irigasi, dan listrik. Selain itu, juga investasi di bidang penelitian untuk menghasilkan benih-benih kualitas unggul, serta investasi untuk mendorong pengembangan alat-alat pertanian.
Dukungan kebijakan dalam mendorong investasi juga bisa diberikan untuk peralatan pascapanen dan teknologi pengolahan, selain juga dukungan permodalan bagi petani dan pelaku usaha yang masuk di sektor pertanian, baik budidaya maupun pengolahan.
Rudi menegaskan, pertumbuhan ekonomi makro yang bagus tidak mencerminkan pertumbuhan secara keseluruhan. Apalagi, disparitas di antara yang menikmati peningkatan pertumbuhan ekonomi semakin lebar. ”Distribusi pendapatan kita kurang begitu bagus. Kalau itu terjadi di sektor pertanian, bagaimana membuat sektor pertanian menjadi lebih produktif,” katanya.
Menteri Pertanian Suswono menyatakan, untuk mengamankan target produksi gabah dan beras, termasuk surplus enam juta ton beras pada 2011, pemerintah berencana membagikan benih padi varietas tahan wereng, yakni Inpari 13, dan membuat embung-embung di setiap kecamatan. Saat ini penyediaan benih Inpari sudah dimulai dengan menyiapkan benih sebar untuk satu periode tanam, yakni pada musim kemarau II.
”Banyak waduk mengalami pendangkalan. Pengerukan tidak realistis. Sebagai gantinya, kita buat embung, minimal satu di tiap kecamatan,” kata Suswono.
Tahun ini pihaknya juga menargetkan pembukaan lahan baru seluas 70.000 hektar. Jika ini tercapai, ditambah dengan realisasi program Food Estate di Merauke, ia optimistis, surplus beras bisa mencapai target.
Pengadaan alat pengering gabah, saat ini, sudah mulai berjalan, tetapi untuk mencapai realisasi pengadaan 1.000 unit, pihaknya sedang menghitung kekurangannya
No comments:
Post a Comment