Friday, February 25, 2011

Kenaikan Harga Minyak Bumi Picu Keuntungan Bagi Produsen Biofuel

Kenaikan harga minyak bumi akibat instabilitas politik di kawasan Timur Tengah harus menjadi peluang bagi Indonesia. Pemerintah harus membuat kebijakan konkret mengembangkan pasar bahan bakar nabati yang dapat menjadi insentif bagi produsen.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Muhammad Fadhil Hasan dalam kunjungan ke Redaksi Kompas di Jakarta, Kamis (24/2). Turut hadir, antara lain, Sekretaris Umum Gapki Joko Supriyono, Eddy Martono, Purboyo Guritno, Sekretaris Gapki Sumatera Utara yang juga Ketua Panitia Pelaksana Perayaan 100 Tahun Kelapa Sawit di Indonesia Timbas Prasad Ginting, dan Ketua Komite Tetap Perkebunan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rudyan Kopot yang diterima Pemimpin Redaksi Kompas Rikard Bagun.

”Pendekatan biofuel harus ke pasar, jangan produk. Pemerintah tinggal mewajibkan produsen otomotif agar memasang converter agar kendaraan bermotor bisa menggunakan bahan bakar nabati sehingga pasar biofuel akan tumbuh,” ujar Fadhil.

Indonesia memproduksi 21,6 juta ton minyak kelapa sawit mentah (CPO) tahun 2010 dan mengekspor 15,5 juta ton di antaranya. Adapun konsumsi domestik masih rendah, baru 5,6 juta ton per tahun.

Joko mendesak pemerintah tidak memakai pendekatan fiskal semata terhadap industri perkelapasawitan nasional. ”Bea keluar yang berlaku sekarang sudah agresif, bukan lagi progresif dan kebijakan ini menurunkan daya saing CPO Indonesia,” ujarnya.

Pengusaha menuntut komitmen pemerintah mendukung pengembangan industri hilir CPO yang fokus, misalnya, biodiesel.

Sebenarnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (BBN) untuk menggairahkan industri hilir BBN. Aturan ini meningkatkan konsumsi BBN secara bertahap sampai 20 persen tahun 2025.

Ketentuan wajib pakai biodiesel untuk industri 2,5 persen sejak Oktober 2008 naik menjadi 5 persen mulai Januari 2010, lalu jadi 10 persen pada tahun 2015, 15 persen pada Januari 2020, dan 20 persen pada Januari 2025. Adapun sektor transportasi nonsubsidi sejak Januari 2009 mulai menyerap minimal 1 persen dan 3 persen per Januari 2010, 7 persen per Januari 2015, 10 persen per Januari 2020, dan 20 persen per Januari 2025.

Berbekal aturan ini, konsumsi biodiesel naik. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan memaparkan, pasar domestik menyerap biodiesel 223.000 kiloliter (kl) dari produksi 450.000 kl tahun 2010.

”Ini sama dengan menghemat impor minyak selama empat hari,” ujar Paulus.

Meski volume ini masih jauh dari kapasitas produksi biodiesel nasional sebesar 3,8 juta kl per tahun, produsen biodiesel nasional mulai melihat pertumbuhan konsumsi yang positif.

Implementasi Permen ESDM Nomor 32/2008 utuh bisa meningkatkan konsumsi biodiesel sampai 900.000 kl tahun 2011.

”Lepas dari soal harga, apalagi harga minyak bumi jenis Brent sudah 120 dollar AS per barrel, Indonesia harus punya sumber energi dalam negeri sebesar-besarnya. Kalau bergantung pada impor, ketahanan energi lemah,” ujar Paulus.

No comments:

Post a Comment