Penegasan dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S Alisjahbana, bahwa birokrasi dan sumber daya manusia di negeri ini perlu ditingkatkan untuk modal peningkatan daya saing, jelas sebuah pukulan. Sindiran bagi birokrasi dan SDM tadi jelas berkaitan dengan pegawai negeri sipil.
Armida bilang, laju pembangunan ekonomi berjalan lamban antara lain karena kinerja SDM dan birokrasi yang tidak mendukung. Tidak berkualitas. Sebuah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.
SDM dan birokrasi yang tidak mendukung ini erat berkaitan dengan semangat pelayanan. Padahal menjadi pegawai, entah pegawai pada sebuah lembaga swasta atau pegawai negeri, maka sikap dasar melayani ini adalah sebuah keharusan. Sebuah kewajiban.
Pegawai sebuah lembaga swasta jelas harus melayani mitranya. Apalagi sebagai sebuah lembaga atau perusahaan yang bergerak di sektor jasa, maka pelayanan adalah sebuah kata kunci meraih sukses. Bahkan sebuah kunci keberhasilan yang bisa melegenda. Katakan saja seperti hotel, perbankan, maskapai penerbangan, hingga rumah sakit.
Keharusan, kewajiban serupa juga melekat tak terlepaskan dari PNS. Apalagi saat sekarang ini, setelah pemerintah terus meningkatkan anggaran belanja pegawai dari tahun ke tahun dalam lima tahun ini. Tak ada istilah penghasilan yang minim sehingga melayani seadanya.
Misalnya, belanja pegawai pemerintah pusat terus meningkat dari Rp 54,254 triliun tahun 2005 menjadi Rp 180,824 triliun tahun 2011. Peningkatan ini karena ada remunerasi dan berbagai bonus bagi PNS.
Memilih menjadi PNS jelas harus menjadi abdi masyarakat, bangsa, dan negara. Dan pemerintah dalam Road Map Birokrasi 2010-2025 bertekad mewujudkan tata pemerintahan yang baik dengan birokrasi pemerintah yang profesional, berintegrasi tinggi, serta menjadi pelayan masyarakat dan abdi negara.
PNS tak bisa lain menjadi pelayan. Melayani setiap warga masyarakat yang datang memerlukan jasa yang disediakan instansi atau lembaga pemerintahan yang ada. Lagi pula, asal paham saja bahwa pemerintah bisa meningkatkan gaji, bonus, dan remunerasi bagi PNS itu karena dana yang diperoleh dari para pembayar pajak, yakni masyarakat.
Menjadi abdi, pelayan, melayani sebenarnya harga mati bagi siapa saja, baik individu, kelompok, masyarakat, dan bangsa untuk bisa maju. Apalagi di era dengan persaingan berusaha demikian ketat. Tanpa sikap melayani, jelas akan tertinggal dan terlindas.
Sinyalemen Menteri PPN ini jelas harus ditindaklanjuti dengan langkah perbaikan. Contoh menumbuhkan sikap melayani ini harus diperlihatkan sejak dari pimpinan hingga level pegawai terendah. Penghargaan dan hukuman pantas diterapkan serius untuk mencapai SDM dan birokrasi yang melayani. Sudah saatnya mulai sekarangMenteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana mengatakan hal itu dalam konferensi pers membahas isu pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, kesenjangan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan, Jumat (18/2) di Jakarta.
Armida mengungkapkan, pekerjaan rumah yang tergolong besar adalah berbagai hal yang terkait SDM dan birokrasi. Tanpa dukungan SDM dan birokrasi yang berkualitas, pertumbuhan ekonomi akan berjalan lebih pelan.
Indonesia perlu belajar dari Korea Selatan dan China karena SDM mereka siap menunjang pertumbuhan.
”Kita masih harus mengejar (kemampuan SDM mereka). Juga perbaikan kinerja birokrasi karena birokrasi yang bisa memfasilitasi semua,” katanya.
Peluang investasi
Kesiapan SDM dan dukungan birokrasi itu diperlukan untuk meningkatkan daya saing nasional. Hal ini diperlukan karena ada peluang pasar yang membutuhkan daya saing yang tinggi. Armida mencontohkan, industri manufaktur di Jepang sangat potensial mengalir investasi ke Indonesia. Mereka sedang mencari sasaran investasi baru.
Selama ini China menjadi pilihan utama tempat investasi Jepang. Akan tetapi, sekarang Jepang juga mempunyai masalah dengan China.
Di sisi lain ada kejenuhan perekonomian China akibat terlalu pesatnya pertumbuhan serta biaya produksi yang mulai mahal karena upah buruh meningkat. Indonesia bisa memanfaatkan peluang agar menjadi tempat investasi bagi industri manufaktur Jepang.
Bagi investor asing, Indonesia menjadi salah satu pilihan berinvestasi karena kelas menengah ekonomi Indonesia terus bertumbuh. Indonesia juga menjadi pilihan karena memiliki perkembangan demokrasi berjalan baik dan stabilitas politik terjaga.
”Kita akan tangani masalah penurunan daya saing. Tidak apa-apa ada masalah, kita atasi masalahnya,” katanya.
Armida menyatakan, pembangunan perekonomian sesungguhnya digerakkan swasta. Pemerintah membuat kebijakan yang lebih adil dan inklusif sehingga terjadi pertumbuhan yang berkualitas
No comments:
Post a Comment