”Hingga saat ini izin tersebut masih belum turun,” kata Ketua Bidang Hubungan Kemasyarakatan Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Herman Heru Suprobo saat dihubungi, Kamis (3/2) di Jakarta. Padahal, para eksportir batu bara telah mengajukan izin itu sejak November 2009.
Sejauh ini sudah ada belasan kapal yang membayar biaya keterlambatan (demurrage) karena masalah izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) khusus pengangkutan dan penjualan tidak dimiliki eksportir. Mereka harus membayar biaya sandar atau denda 25.000 dollar AS-30.000 dollar AS per hari.
Dari enam pemain besar, ada 60-70 kapal yang tidak bisa berjalan dengan kapasitas rata-rata 50.000 ton per kapal. Hal ini berarti ada sekitar 3,5 juta ton batu bara yang tidak bisa diekspor dan saat ini masih tertahan di sejumlah pelabuhan di Indonesia. ”Sudah dua minggu berlalu, ekspor batu bara yang dilakukan pedagang terkendala,” kata Ketua Umum APBI Bob Kamandanu.
Hal tersebut karena perusahaan eksportir batu bara itu belum mempunyai IUP OP khusus pengangkutan dan penjualan dari Menteri ESDM sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Terkait hal itu, Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan melarang untuk sementara waktu para perusahaan surveyor untuk menerbitkan laporan surveyor bagi batu bara yang akan diekspor. Hal ini diterapkan sampai para eksportir itu memiliki IUP OP khusus.
Pada 15 Desember 2009 Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara telah mengeluarkan surat penjelasan atas pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 itu. Surat itu berisi penjelasan bahwa izin yang dimaksud sedang dalam proses di Kementerian ESDM.
Namun, surat penjelasan itu, menurut Kementerian Perdagangan, telah dinyatakan menyalahi ketentuan yang telah ditetapkan. Hal itu karena dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan PP 23/2010 telah dijelaskan bahwa IUP OP khusus pengangkutan dan penjualan lintas provinsi harus diterbitkan Menteri ESDM.
”Kami telah mengirim surat kepada Menteri ESDM pada 24 Januari lalu yang isinya memohon agar IUP OP itu segera diterbitkan, tetapi belum ada jawaban,” kata Bob Kamandanu. Padahal, jika tidak segera diterbitkan, hal ini akan menghambat penerimaan negara dan merugikan perusahaan tambang batu bara. Bagi pengusaha batu bara, kondisi ini menyebabkan stok batu bara di tempat penyimpanan penuh karena bahan tambang itu tidak masuk kapal.
No comments:
Post a Comment