Di April 2015 lalu, jumlah cadangan devisa Indonesia kembali turun menjadi US$ 110,9 miliar, dari jumlah di akhir Maret US$ 111,6 miliar. Sebelumnya di Maret 2015, cadangan devisa Indonesia juga menurun. Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Peter Jacobs mengatakan, penurunan cadangan devisa ini diakibatkan meningkatnya pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selain itu cadangan devisa juga digunakan untuk stabilisasi nilai tukar dolar AS.
"Namun demikian, posisi cadangan devisa per akhir April 2015 masih cukup membiayai 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor, dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," jelas Peter dalam keterangannya, Jumat (8/5/2015).
BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Belakangan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur Bank Indonesia (BI) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sering melakukan koordinasi di Istana Negara. Banyak pihak berpikir, BI diintervensi oleh pemerintah dalam pengambilan kebijakannya. Belakangan ini kabar ini sempat santer dibicarakan, benarkah?
Gubernur BI, Agus Martowardojo mengatakan, BI tidak pernah mau diintervensi. Karena sesuai undang-undang, BI merupakan lembaga independen. Beberapa kali sempat terlontar keinginan pemerintah agar BI menurunkan tingkat suku bunga acuannya (BI Rate), sehingga bunga kredit makin murah. Ini dianggap langkah pemerintah mengintervensi BI.
Agus Marto mengatakan, BI terus menjaga kestabilan ekonomi dalam negeri dan akan berkoordinasi rutin dengan pemerintah, selaku pemegang otoritas fiskal. "Kita akan menjaga, bukan diintervensi. Jangan dipelintir. Bukan diintervensi, mikir pun saya nggak akan diintervensi, jadi kami akan koordinasi dengan pemerintah, kami independen, Indonesia dalam keadaan baik, kita punya media, tolong lebih jaga, kalau seandainya jelek saya bilang jelek, penyesuaian BBM itu baik," tegas Agus Marto dalam Peluncuran Buku dan Diskusi Kajian Stabilitas Keuangan No.24, 'Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik', di Gedung BI, Jakarta, Jumat (8/5/2015).
Dia mengatakan, di kuartal pertama ini, pencairan anggaran belum lancar karena adanya perubahan sejumlah nomenklatur kementerian. "Jangan bawa-bawa negara ini dibawa nggak betul, kok di luar dipuji-puji, kok di sini begini. Temen-teman kadang mau cari kalimat untuk membenturkan, tolong dijaga," kata Agus Marto. "Waktu krisis itu kita sakit, kita dulu rapat sampai malam, pagi," tegas Agus Marto lagi.Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2015 melambat menjadi 4,7%. Menurut Bank Indonesia (BI), angka pertumbuhan ekonomi tersebut wajar. Salah satu penyebabnya adalah penurunan harga komoditas.
"Mau percaya Gubernur BI atau isu di pasar? Ada Rp 280 triliun dana bank yang ada di BI, kalau kita siap untuk melakukan penarikan kredit akan disalurkan. pertumbuhan ekonomi 4,7% itu wajar, dilihat dari penurunan dari mineral karena memang sedang menyesuaikan. Jadi kuartal pertama ini masih persiapan, kuartal dua akan lebih cepat," tutur Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo.
Hal ini disampaikan Agus Marto dalam Peluncuran Buku dan Diskusi Kajian Stabilitas Keuangan No.24, 'Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik', di Gedung BI, Jakarta, Jumat (8/5/2015). Mantan Menteri Keuangan dan Direktur Utama Bank Mandiri ini mengatakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini masih bisa di kisaran 5,4-5,8%. "Batas bawahnya 5,4%, tahun lalu 5,1%. Jadi masih dalam keadaan baik, karena kita ada ruang. Tapi dunia diwaspadai menjaga likuiditas. Jadi pertumbuhannya yang sehat," kata Agus marto.
BI, lanjut Agus Marto, berkomitmen menjaga kondisi makro ekonomi tetap sehat. Bila likuiditas bank cukup, maka BI siap mendorong kredit. Namun, dia mewaspadai soal kebijakan moneter global, contohnya adalah wacana kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral AS, The Fed.
Cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2015 tercatat US$ 110,9 miliar, turun US$ 700 juta dibanding US$ 11,6 miliar pada akhir bulan sebelumnya. Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs mengungkapkan bahwa penurunan itu terutama didorong oleh meningkatnya pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah.
Namun, Peter melanjutkan, posisi cadangan devisa per akhir April 2015 masih cukup untuk membiayai 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. "Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan," ujar Peter. Sebelumnya, pada Maret 2015, posisi cadangan devisa Indonesia per akhir Maret 2015 tercatat turun US$ 3,9 miliar, yakni sebesar US$ 111,6 miliar dari US$ 115,5 miliar pada Februari 2015.
No comments:
Post a Comment