Pengamat ekonomi dari Institute for Development Economy and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan dampak dari perlambatan ekonomi sangat berpengaruh terhadap industri dalam negeri. “Hampir seluruhnya terjadi penurunan,” ujar Enny saat dihubungi , Rabu, 6 April 2015.
Enny menambahkan, beberapa industri yang terdampak dari perlambatan ekonomi diantaranya industri kertas, karet, elektronik, farmasi, logam dasar, serta tekstil. Sebab, terjadi penurunan ekspor karena persoalan daya saing yang masih kurang. Sementara itu, tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat juga mengalami penurunan karena harga jual yang meningkat.
Menurut Enny, masyarakat lebih mengutamakan bahan pokok seperti listrik dan bahan bakar untuk bisa melakukan aktivitas. Masyarakat terpaksa mengorbankan kebutuhan sandang untuk dapat membeli kebutuhan primer. “Dengan begitu permintaan sandang menurun drastis. ini yang membuat produksi langsung anjlok.” . Selain itu, ujar Enny, biaya impor dan suku bunga yang tinggi juga menjadi kendala merosotnya pertumbuhan industri. “Bahan baku impor menjadi lebih mahal, tapi daya beli turun,” ujar dia.
Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2015 sebesar 4,71 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu 5,21 persen. Jika dibandingkan dengan kuartal keempat 2014 angka pertumbuhan ekonomi turun 0,18 persen. Setidaknya ada tiga penyebab utama melambatnya ekonomi di kuartal pertama 2015.
Ekonom dari Bank Central Asia, David Sumual, khawatir perlambatan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2015 berefek bak bola salju. Sampai akhir kuartal I 2015, baik produsen maupun konsumen sama-sama mengerem ekspansi dan konsumsi mereka.
"Saya khawatir ada kemungkinan ini keterusan ngeremnya," kata David saat dihubungi, Rabu, 6 Mei 2015. Menurut David, salah satu sebab perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I karena perekonomian global juga mengalami perlambatan. Selain itu, belanja pemerintah di kuartal pertama 2015 juga sangat lemah. Pada kuartal pertama tahun lalu, belanja pemerintah mencapai 6 persen, sementara pada kuartal I tahun ini baru 2,2 persen.
"Untungnya pertumbuhan ekonomi kali ini masih tertolong dengan tingginya konsumsi rumah tangga," kata David. Untuk itu, kata David, pemerintah harus segera menggenjot belanja infrastruktur. Sebab dana masyarakat yang sebelumnya cukup banyak karena adanya subsidi BBM, kini sudah tak ada lagi. Dana itu sudah ditarik oleh pemerintah yang rencananya akan dibelanjakan ke pembangunan infrastruktur.
"Kalau tak segera dibelanjakan dana pemerintah itu, dikhawatirkan malah memperlambat pertumbuhan ekonomi," kata David.
Kemarin, Selasa, 5 Mei 2015, Badan Pusat Statistik merilis angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2015 mencapai 4,71 persen. Angka itu melambat dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,14 persen. Pertumbuhan tertinggi dari sisi produksi dicapai oleh lapangan usaha informasi dan komunikasi sebesar 10,53 persen. Sementara dari sisi pengeluaran dicapai oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,01 persen. Adapun pada tahun ini pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7 persen.
Menurut Kepala BPS, Suryamin, negara mitra dagang utama Indonesie juga mengalami perlambatan ekonomi. Cina mengkoreksi pertumbuhan ekonominya dari 7,4 menjadi 7,0 persen. Begitu juga dengan Singapura yang mengkoreksi pertumbuhan ekonominya dari 4,9 menjadi 2,1 persen.
No comments:
Post a Comment