Era perdagangan bebas ASEAN yang akan berlaku akhir tahun ini dinilai menjadi ancaman bagi warga Bali. Sebab, perusahaan raksasa bakal makin mencengkeram industri pariwisata dan menyingkirkan kekuatan pemodal lokal di Pulau Dewata. “Karena itulah, potensi lokal harus bergandengan tangan mengkampanyekan fair trade atau perdagangan yang berkeadilan sebagai perlawanan,” kata Gung Alit dari Yayasan Mitra Bali dalam perayaan World Fair Trade Day 2015, Senin, 4 April 2015.
Menurut Gung Alit, saat ini saja, orang asing sudah sangat leluasa membangun jaringan bisnisnya di Bali. “Ada travel agent Jepang yang membawa turis Jepang ke hotel dan restoran milik orang Jepang. Orang Bali hanya menjadi pelayannya saja,” ujarnya.
Jika orang Bali saat ini kelihatan masih banyak yang makmur, menurut dia, itu karena sebagian besar telah menjual tanahnya. Gung Alit mengajak warga Bali, khususnya kalangan pariwisata, menilai ulang kondisi ini. “Kita harus jujur, siapa yang paling diuntungkan oleh industri pariwisata sekarang ini,” ucapnya.
Warga lokal, tutur dia, sudah semestinya mulai meningkatkan posisi tawar dengan meminta pengusaha yang berinvestasi di pulau tersebut menerapkan prinsip-prinsip perdagangan yang berkeadilan. Yayasan Mitra Bali sendiri menerapkan prinsip itu dalam perdagangan di industri kerajinan. Misalnya, keterbukaan dalam penentuan harga dengan perajin, pembayaran 50 persen upah kerja sebelum barang dikerjakan, dukungan untuk menerapkan produksi yang ramah lingkungan, serta adanya kesamaan hak antara tukang pria dan perempuan.
Untuk mengkampanyekan fair trade, mereka juga bekerja sama dengan band Bali, Nosstress, dengan meluncurkan album Viva Fair Trade. Lirik lagu dalam album berisi lima lagu yang seluruhnya berbahasa Inggris itu ditulis Agung Alit, yang terinspirasi dari sepuluh prinsip global fair trade. Album ini akan diedarkan dalam pertemuan-pertemuan internasional gerakan fair trade dan kepada warga Bali.
Masyarakat Ekonomi Asean akan diberlakukan mulai akhir tahun ini. Menurut Direktur Jendral Kerja Sama Asean kementrian Luar negeri RI I Gusti Agung Wisakapuja, Indonesia memiliki kekurangan dan kelebihan dalam menyongsong MEA. "Indonesia tidak mempunyai daya saing yang bagus, itu kerugiannya," kata Gusti kepada Tempo seusai menghadiri seminar Implementasi MEA di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Senin, 4 April 2015.
Menjelang dibukanya MEA, ujar Gusti, pasar di Indonesia harus dibuka lebar-lebar bagi negara anggota ASEAN. Di sisi lain, masyarakat pun harus mampu berkompetisi dengan negara lainnya di Asean. “Kualitas produk barang kita harus lebih berkompetitif dengan yang lainnya, begitupun sumber daya manusianya," kata dia.
Itu sebabnya, kata Gusti, pola pikir masyarakat Indonesia harus diubah. Ketika masyarakat menyadari kerugian yang akan diderita pasca diberlakukannya MEA, mereka harus bisa memutarbalikan potensi kerugian itu menjadi keuntungan. Menurut Gusti, aspek kerugian itu menjadi tantangan yang harus dilewati oleh masyarakat Indonesia ketika digulirkannya MEA. “Dengan memperbaiki daya saing kerugian ini kita bisa konvert menjadi keuntungan,” katanya.
MEA, di sisi lain, akan menjadi sebuah kesempatan dan tentunya akan menjadi keuntungan. "Di luar Indonesia pasarnya lebih banyak pasar Asean, ada sekitar 360 juta pasar di luar Indonesia, itu keuntungan yang harus kita manfaatkan dan ada bonus demografi yang besar sekali,” ucapnya.
Makanya, Gusti menghimbau terjadi sinergisitas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam mempersiapkan diri menghadapi MEA. Saat ini, ucap Gusti, ada sekitar 3 daerah yang menyatakan siap menyongsong MEA. “Diantaranya DKI Jakarta, Jawa Timur dan Sumatra Barat,” ujarnya.
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat RI, Arief Suditomo menegaskan harus adanya proses sosialisasi berkesinambungan yang dilakukan Pemda guna kesiapan menyongsong MEA itu. Dengan begitu, menurut dia, sumber daya manusia akan setara atau lebih unggul dari SDM Negara lainnya di Asean. “Di masa depan, seiring meningkatnya kualitas SDM, kita akan mampu mengekspor tenaga ahli yang memiliki daya saing,” kata Arief.
No comments:
Post a Comment