Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mendapatkan kabar baik. Pertumbuhan lapangan usaha perikanan naik di atas 8%, atau di atas sektor pertanian lainnya. "Nih. Laporan perekonomian Indonesia dirilis BI (Bank Indonesia) hari ini menunjukkan pertumbuhan lapangan usaha perikanan. Naik di atas 8%, sektor pertanian dan lainnya di bawah 5%. Ini dari BI saya dapat," jelas Susi di Gedung Mina Bahari I, kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Jumat (29/4/2016).
Susi mengatakan, investasi sektor perikanan juga yang paling tinggi dari sektor pertanian lainnya. Untuk investasi ini, Susi menegaskan, hanya investor dalam negeri yang boleh melakukan investasi di perikanan tangkap. Sementara untuk investor asing hanya boleh untuk sektor pengolahan saja.
Menurut Susi, akan ada kerja sama dengan Thailand untuk pendirian industri pengolahan di beberapa pulau seperti Aceh, lalu di sejumlah pulau di Indonesia Timur. "Pengalengan tuh murah. Di-frozen, fillet. Tadi Malaysia juga kan, menteri itu minta ekspornya ditambah. Karena kebutuhan lokalnya kurang. Dia sudah tidak ekspor. Ekspor dia sudah dikurangi. Sekarang dia impor lebih banyak," kata Susi.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menilai kebijakan Menteri Perikanan Susi Pudjiastuti saat ini sudah bagus. Kendati demikian, kebijakan ini belum diikuti oleh industrilisasi perikanan yang intensif. Akibatnya, banyak pelaku usaha perikanan dan karyawan menganggur, utamanya di Kawasan Timur Indonesia (KTI). "Kebijakan Ibu Susi sudah tepat utamanya di hulu industri perikanan kita. Tapi di hilirnya misalnya di olahannya kita belum lihat ada geliat yang cukup," ujar Wakil Ketua Umum dan Koordinator Kadin KTI Andi Rukman Karumpa di Jakarta,
Andi mengatakan, kebijakan Susi merupakan respons atas tingginya angka pencurian ikan dan dominannya penguasaan asing atas industri perikanan di masa lalu. Akibatnya negara selalu mengalami kerugian ratusan triliun rupiah per tahun. Menteri Susi kemudian memberantas pencurian ikan, mencabut izin bongkar-muat ikan di tengah laut (transshipment), melarang penggunaan alat tangkap merusak, dan menjaga keberlanjutan sumber daya ikan dengan memilah dan memilih komoditas ikan yang boleh diperdagangkan.
"Kebijakan ini pada hulunya sudah bagus. Beliau mendekonstruksi sistem di industri perikanan sebelumnya yang merugikan negara dan nelayan namun menguntungkan pencuri ikan," ujar Andi. Upaya yang dilakukan Menteri Susi sukses menjadikan Indonesia sebagai pemilik ikan terbanyak di dunia.
"Pencurian berkurang, produksi melambat, dampaknya deposit ikan menjadi terbesar sedunia. Jadi, saat ini laut kita ikannya melimpah ruah gara-gara kebijakan Ibu Susi. Tapi kita mau apakan ikan yang banyak ini, sementara di darat banyak yang menganggur," ujar Andi.
Andi memaparkan dari data yang dimilikinya, misalnya, perairan Laut Cina Selatan merupakan wilayah dengan total potensi perikanan terbesar, yakni mencapai 1,05 juta ton dengan komposisi ikan terbanyak pelagis kecil 59 persen, demersal 32 persen dan pelagis besar 6 persen. Selat Makassar menyimpan potensi terbesar kedua sebanyak 929 ribu ton yang terdiri atas pelagis kecil 65 persen, pelagis besar 21 persen dan demersal 9 persen.
Wilayah lain yang memiliki sumber daya perikanan terbanyak berikutnya adalah Laut Arafura sebanyak 855 ribu ton, Laut Jawa 836 ribu ton dan Teluk Tomini 595 ribu ton. Kemudian diikuti Samudera Hindia di barat Sumatera sebanyak 565 ribu ton dan Samudera Hindia sisi selatan pulau Jawa sebanyak 491 ribu ton. Wilayah perairan dengan potensi perikanan lebih kecil di kisaran 300 ribu ton adalah Laut Sulawesi, Laut Banda, Selat Malaka Samudera Pasifik.
Sayangnya, ujar Andi, kebijakan ini belum diikuti oleh industrialisasi perikanan secara intensif, sistematis, dan integratif. Hal inilah yang membuat pelaku usaha dan industri yang sebelumnya sudah tutup, terlalu lama menganggur dan belum memiliki kepastian melanjutkan usaha di industri ini.
"Hilirisasinya belum jelas semacam apa, masih minim kepastian," ujar Andi. Andi mengatakan, ada jutaan anak buah kapal dan nelayan yang menganggur, serta 200 buah kapal besar tidak melaut, dan kapal kayu buatan dalam negeri berukuran 100 GT-300 GT menganggur sebanyak 1.000 buah. Termasuk, kapal cantrang dengan ukuran 30 GT-100 GT yang berhenti beroperasi sekitar 1.000 buah.
Andi melanjutkan, deindustrialisasi perikanan ini hampir sama kondisinya dengan dampak dari kebijakan hilirisasi pertambangan dan mineral. "Kita mendukung kebijakan ini sebab harus ada nilai tambah bagi perekonomian kita. Tapi, Kadin ingin melihat industrialisasi dan hilirisasi perikanan ini dapat segera efektif," ujar Andi.
Hilirisasi tersebut misalnya penyediaan kapal dan alat tangkap, penebaran benih ikan, pembangunan cold storage, serta pembangunan pasar ikan terintegrasi. Tak hanya itu, ketersediaan modal, investasi, dan infrastruktur penunjang.
Sebagaimana diketahui, pemerintah menargetkan produksi ikan terus meningkat hingga mencapai 6,9 juta ton pada 2019, naik dari produksi 2015 sebesar 6,2 juta ton. Selain itu, pemerintah juga berupaya menjadikan ikan sebagai produk pangan utama bagi masyarakat yang ditunjukkan dari peningkatan konsumsi ikan nasional dari 40,9 kilogram per kapita per tahun penjadi 54,4 kilogram per kapita per tahun
Friday, April 29, 2016
PGN Raih Laba Rp 1,36 Triliun Dalam 3 Bulan Pertama 2016
Kinerja PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) tetap baik di tengah harga minyak dunia yang mengalami penurunan signifikan serta nilai tukar rupiah yang berfluktuasi. Sepanjang triwulan I-2016, emiten berkode PGAS itu membukukan pendapatan bersih sebesar US$ 720,39 juta, naik sebesar US$ 24,02 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 696,37 juta.
Peningkatan pendapatan tersebut antara lain adalah hasil kontribusi dari beroperasinya pipa transmisi gas bumi Kalija I yang dioperasikan PT Kalimantan Jawa Gas dan peningkatan pendapatan dari Saka Energi Indonesia, anak usaha PGN di hulu migas.
Laba operasi pada triwulan I-2016 sebesar US$ 157,85 juta, naik sebesar US$ 5,21 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 152,65 juta. Adapun EBITDA sebesar US$ 230,33 juta, naik sebesar 13,74 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 216,58 juta. Sementara laba bersih sebesar US$ 100,65 juta atau sekitar Rp 1,36 triliun (rata-rata kurs di triwulan I-2016 Rp 13.535) pada triwulan I-2016, walau kondisi perekonomian global dan nasional sedang mengalami perlambatan.
"Untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan, kami melakukan berbagai upaya efisiensi sehingga mampu mencetak laba di tengah kondisi perekonomian yang sedang mengalami perlambatan," kata Sekretaris Perusahaan PGN, Heri Yusup, dalam keterangan tertulis, Jumat (29/4/2016). Selama periode Januari-Maret 2016, perusahaan gas milik negara itu menyalurkan gas bumi sebesar 1.643 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 1.567 MMSCFD.
Rinciannya, volume gas distribusi sebesar 797 MMSCFD, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 796 dan volume transmisi gas bumi sebesar 846 MMSCFD, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 771 MMSCFD.
Heri mengatakan, sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan perekonmian nasional, perusahaan pelat merah itu optimistis kinerja perusahaan juga akan semakin baik. Meskipun kondisi perekonomian mengalami perlambatan, PGN tetap mengembangkan infrastruktur gas bumi untuk memperluas pemanfaatan gas bumi bagi masyarakat.
Heri mengungkapkan, PGN akan semakin agresif membangun infrastruktur gas bumi nasional untuk meningkatkan pemanfaatan produksi gas nasional. Selama setahun terakhir PGN membangun lebih dari 860 kilometer pipa gas bumi. Pada akhir 2014 infrastruktur pipa gas PGN sepanjang 6.161 km dan saat ini mencapai 7.026 km atau setara dengan 76% pipa gas bumi hilir nasional.
Tambahan infrastruktur pipa gas tersebut mulai dari pipa transmisi Kalija I sepanjang lebih dari 200 km dan penambahan jaringan pipa distribusi di wilayah eksisting. Saat ini PGN juga hampir merampungkan pengerjaan proyek pipa di kawasan bisnis Nagoya, Batam sepanjang 18,3 km.Selain itu juga sedang mengerjakan pembangunan pipa Muara Karang-Muara Bekasi sepanjang 45 km, serta proyek-proyek pembangunan pipa gas bumi lainnya yang tersebar di berbagai daerah.
Sampai dengan triwulan I-2016, PGN menyalurkan gas bumi ke lebih dari 116.400 pelanggan rumah tangga, 1.879 usaha kecil, mal, hotel, rumah sakit, restoran hingga rumah makan, serta 1.576 industri skala besar dan pembangkit listrik. Pelanggan PGN tersebar di berbagai wilayah mulai dari Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara dan Sorong Papua.
Peningkatan pendapatan tersebut antara lain adalah hasil kontribusi dari beroperasinya pipa transmisi gas bumi Kalija I yang dioperasikan PT Kalimantan Jawa Gas dan peningkatan pendapatan dari Saka Energi Indonesia, anak usaha PGN di hulu migas.
Laba operasi pada triwulan I-2016 sebesar US$ 157,85 juta, naik sebesar US$ 5,21 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 152,65 juta. Adapun EBITDA sebesar US$ 230,33 juta, naik sebesar 13,74 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 216,58 juta. Sementara laba bersih sebesar US$ 100,65 juta atau sekitar Rp 1,36 triliun (rata-rata kurs di triwulan I-2016 Rp 13.535) pada triwulan I-2016, walau kondisi perekonomian global dan nasional sedang mengalami perlambatan.
"Untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan, kami melakukan berbagai upaya efisiensi sehingga mampu mencetak laba di tengah kondisi perekonomian yang sedang mengalami perlambatan," kata Sekretaris Perusahaan PGN, Heri Yusup, dalam keterangan tertulis, Jumat (29/4/2016). Selama periode Januari-Maret 2016, perusahaan gas milik negara itu menyalurkan gas bumi sebesar 1.643 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 1.567 MMSCFD.
Rinciannya, volume gas distribusi sebesar 797 MMSCFD, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 796 dan volume transmisi gas bumi sebesar 846 MMSCFD, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 771 MMSCFD.
Heri mengatakan, sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan perekonmian nasional, perusahaan pelat merah itu optimistis kinerja perusahaan juga akan semakin baik. Meskipun kondisi perekonomian mengalami perlambatan, PGN tetap mengembangkan infrastruktur gas bumi untuk memperluas pemanfaatan gas bumi bagi masyarakat.
Heri mengungkapkan, PGN akan semakin agresif membangun infrastruktur gas bumi nasional untuk meningkatkan pemanfaatan produksi gas nasional. Selama setahun terakhir PGN membangun lebih dari 860 kilometer pipa gas bumi. Pada akhir 2014 infrastruktur pipa gas PGN sepanjang 6.161 km dan saat ini mencapai 7.026 km atau setara dengan 76% pipa gas bumi hilir nasional.
Tambahan infrastruktur pipa gas tersebut mulai dari pipa transmisi Kalija I sepanjang lebih dari 200 km dan penambahan jaringan pipa distribusi di wilayah eksisting. Saat ini PGN juga hampir merampungkan pengerjaan proyek pipa di kawasan bisnis Nagoya, Batam sepanjang 18,3 km.Selain itu juga sedang mengerjakan pembangunan pipa Muara Karang-Muara Bekasi sepanjang 45 km, serta proyek-proyek pembangunan pipa gas bumi lainnya yang tersebar di berbagai daerah.
Sampai dengan triwulan I-2016, PGN menyalurkan gas bumi ke lebih dari 116.400 pelanggan rumah tangga, 1.879 usaha kecil, mal, hotel, rumah sakit, restoran hingga rumah makan, serta 1.576 industri skala besar dan pembangkit listrik. Pelanggan PGN tersebar di berbagai wilayah mulai dari Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara dan Sorong Papua.
PTPP Kembali Bagi Deviden Senilai Rp 148 Milyar
BUMN bidang konstruksi, PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) membagikan dividen Rp 148 miliar atau Rp 30,58 per lembar saham. Dividen ini setara 20% dari perolehan laba bersih perseroan tahun buku 2015 yang sebesar Rp 740 miliar.
"Perseroan membayar dividen sebesar Rp148 miliar atau Rp 30,58/saham kepada pemegang saham. Itu sekitar 20% dari laba bersih. Usulan tersebut telah disetujui dan disahkan dalam RUPS, sehingga dapat dibayarkan oleh perseroan pada awal Juni 2016," kata Direktur Utama PTPP, Tumiyana usai RUPS di kantor PTPP, Jakarta, Jumat (29/4/2016).
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), PTPP melaporkan kenaikan pendapatan menjadi Rp 14,21 triliun atau naik 14,4% dibandingkan 2014 yang sebesar Rp 12,42 triliun. Menurut Tumiyana, keberhasilan kinerja perseroan tidak hanya dibuktikan dari melonjaknya laba bersih tahun 2015. Di triwulan I 2016 ini, perseroan kembali berhasil membukukan kinerja positif.
Pada kuartal I 2016, jelas Tumiyana, perusahaan konstruksi pelat merah ini telah membukukan pendapatan usaha Rp 2,59 triliun atau tumbuh 30,57% daripada periode sebelumnya sebesar Rp 1,98 triliun.
"Keberhasilan ini disebabkan telah berjalannya program transformasi bisnis dengan didukung dengan semua lini bisnis perseroan, yaitu konstruksi, properti, EPC, investasi, pra cetak dan peralatan, selain itu program efisiensi juga terus diterapkan oleh perseroan," pungkas dia.
"Perseroan membayar dividen sebesar Rp148 miliar atau Rp 30,58/saham kepada pemegang saham. Itu sekitar 20% dari laba bersih. Usulan tersebut telah disetujui dan disahkan dalam RUPS, sehingga dapat dibayarkan oleh perseroan pada awal Juni 2016," kata Direktur Utama PTPP, Tumiyana usai RUPS di kantor PTPP, Jakarta, Jumat (29/4/2016).
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), PTPP melaporkan kenaikan pendapatan menjadi Rp 14,21 triliun atau naik 14,4% dibandingkan 2014 yang sebesar Rp 12,42 triliun. Menurut Tumiyana, keberhasilan kinerja perseroan tidak hanya dibuktikan dari melonjaknya laba bersih tahun 2015. Di triwulan I 2016 ini, perseroan kembali berhasil membukukan kinerja positif.
Pada kuartal I 2016, jelas Tumiyana, perusahaan konstruksi pelat merah ini telah membukukan pendapatan usaha Rp 2,59 triliun atau tumbuh 30,57% daripada periode sebelumnya sebesar Rp 1,98 triliun.
"Keberhasilan ini disebabkan telah berjalannya program transformasi bisnis dengan didukung dengan semua lini bisnis perseroan, yaitu konstruksi, properti, EPC, investasi, pra cetak dan peralatan, selain itu program efisiensi juga terus diterapkan oleh perseroan," pungkas dia.
Tata Cara Praktik Outsourcing Yang Benar Sesuai Dengan Undang Undang
Hingga saat ini belum banyak yang tahu bagaimana praktik usaha outsourcing atau alih daya yang tepat sesuai undang-undang ketenagakerjaan. Direktur Utama ISS Indonesia, Elisa Lumbantoruan, menjawab pertanyaan yang paling umum terkait perusahaan outsourcing. Bagaimana perjanjian kerja antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan pemberi kerja?
"Perjanjianya itu perjanjian kerja biasa. Artinya perusahaan outsourcing membuat perjanjian kerja untuk menyediakan layanan tertentu secara khusus kepada user (perusahan pemberi kerja) sesuai dengan bidang keahlian perusahaan yang outsourcing yang bersangkutan," kata Elisa dalam diskusi di Jakarta, Jumat (29/4/2016)
Misalnya di ISS, Elisa menjelaskan, layanan yang diberikan seperti security (tenaga keamanan), cleaning service (layanan kebersihan) dan sebagainya. Perusahaan lain bisa juga berbentuk layanan IT, provider call center, transportasi pegawai dan banyak lagi. Selain itu, bidang pekerjaan outsourcing tidak mencakup dari bisnis utama perusahaan pengguna. Misalnya, perusahaan telekomunikasi tak boleh mempekerjakan pegawai outsourcing untuk pekerjaan berkaitan telekomunikasi.
Sedangkan penghasilan perusahaan outsourcing ditetapkan atas perjanjian dengan perusahaan pengguna. "Ada dua jenis ya. Yang harus tahu itu yang benarnya seperti apa? Yang benar, saat perjanjian kerja harus disepakati bahwa komponen kontrak kerja yang harus dibayarkan adalah 90% untuk upah kerja dan tunjangan-tunjangan. Baru 10% adalah manajemen fee.
"Perusahaan outsourcing yang benar tidak akan menganggu porsi yang 90% itu. Dan yang 10% dari kontrak itu baru lah untuk perusahaan outsourcingnya sebagai pendapat. Nggak semuanya digunakan untuk membayar gaji pengelola perusahaan, tapi ada juga untuk pelatihan-pelatihan peningkatan mutu tenaga kerja." tambah Elisa.
Elisa menjelaskan, yang perlu diketahui, ada praktik outsourcing yang salah juga. Bagaimana pun, ada sajauser yang menawar murah. Tentu saja ada konsekuensi bagi perusahaan outsourcing yang mau ambil kontrak murah itu. Gaji jelas ditekan seminim mungkin supaya masuk dengan harga yang ditawarkan.
Kemudian, pendapatan perusahaan outsourcing juga bukan dari kontrak penyediaan biaya manajemen, tetapi dari memangkas gaji karyawannya. Itu praktik yang salah, tapi justru banyak dilakukan. Sistem outsourcing di Indonesia punya kesan yang kurang baik. Kalangan pekerja berpandangan bahwa perusahaan outsourcing memangkas pendapatan yang harusnya mereka dapat dari perusahaan pemberi kerja.
Direktur Utama ISS Elisa Lumbatoruan mengatakan, pendapat tersebut kurang tepat karena berdasarkan pemahaman yang kurang terkait sistem pengupahan. "Sebenarnya yang terjadi tidak seperti itu. Dalam perjanjian kerja, khususnya yang kami terapkan di ISS ada perhitungan pendapatan yang diperoleh seorang karyawan," tutur dia memulai penjelasannya di Kaffein, Jakarta, Jumat (29/4/2016).
Ia menjelaskan, dalam perjanjian kerja antara perusahaan outsourcing atau penyedia jasa dengan perusahaan pemberi kerja atau yang lebih dikenal sebagai user, umumnya diperhitungkan bahwa biaya yang dibayarkan untuk satu orang karyawan adalah 1,8 kali dari upahnya. Secara sederhana, bila seorang pegawai outsourcing memiliki gaji Rp 1 juta, maka dari perusahaan user yang dibayarkan adalah Rp 1,8 juta. Lalu kenapa yang dibayarkan hanya Rp 1 juta?
"Nah, jadi perhitungannya gini, kan gaji dia misal Rp 1 juta, kemudian ada biaya untuk bayar Jamsostek, dan biaya-biaya jaminan kerja yang lain. Ditambah lagi 1/12 gaji yang bila diakumulasi setahun akan jadi THR (Tunjangan Hari Raya). Jadi begitu perhitungannya," kata Elisa. Namun, hal ini sering disalahartikan oleh pekerja yang kurang pengetahuan. Mereka beranggapan bahwa seharusnya pendapatan yang mereka peroleh lebih besar dari yang seharusnya mereka dapat saat ini.
"Padahal, kalau mereka tahu, sebenarnya uang itu semua untuk mereka. Namun ada yang diserahkan dalam bentuk gaji penuh, sebagiannya untuk membayar jaminan-jaminan tadi sesuai undang-undang ketenagakerjaan," tutur dia.
Perusahaan alih daya atau biasa disebut outsourcing kerap diidentikkan dengan masalah hubungan ketenagakerjaan di Indonesia. Sehingga banyak yang menolak keberadaan outsourcing di Indonesia. Pengamat kebijakan publik dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Hadi Subhan berpandangan, tak ada yang salah dengan keberadaan outsourcing. Lalu mengapa outsourcing sering dikeluhkan banyak tenaga kerja di Indonesia?
"Ada dua hal yang menyebabkan keruwetan masalah outsourcing di Indonesia," kata Subhan dalam diskusi berjudul Outsourcing dan Penciptaan Lapangan Kerja di Kaffein, Jakarta, Jumat (29/4/2016). Pertama, kata dia, adalah keberadaan oknum yang melanggar undang-undnag outsourcing. Oknum itu, menurut Subhan, bisa datang dari sisi perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing maupun perusahaan yang menyelenggarakan outsourcing.
"Contoh pelanggaran yang dilakukan perusahan pengguna outsourcing adalah perusahaan yang menyelenggarakan telekomunikasi tapi justru yang di-outsourcing-kan adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan telekomunikasi. Itu kan core bisnis, sesuai undang-undang itu nggak boleh, berarti dia melanggar," kata dia. Sementara contoh untuk pelanggaran yang dilakukan perusahaan penyelenggara outsourcing adalah masalah pemenuhan hak tenaga kerja outsourcing.
"Ada perusahaan yang mau melaksanakan outsourcing, tapi nggak mau ikut aturan mainnya. Misalnya gaji nggak dibayarkan sesuai UMR (Upah Minimum Regional), tidak memberikan tunjangan yang sesuai, tak mengikutkan karyawan Jamsostek atau sekarang namanya BPJS Ketenagakerjaan," papar Subhan. Subhan melanjutkan, masalah kedua penyebab keruwetan outsourcing di Indonesia adalah minimnya pengawasan. Ketika terjadi kesalahan katakanlah seperti perusahaan telekomunikasi di atas, itu tidak ditindak tegas oleh Pemerintah.
"Karena tidak ditindak tegas, makin lama makin banyak yang melanggar. Pelanggarannya makin masif. Tapi ketika makin banyak yang melanggar, pemerintah makin kelimpungan, yang disalahkan penyelenggaranya. Penyelenggara outsourcing dikambinghitamkan seolah perusahaan outsourcing itu salah," ungkap dia.
Menurutnya, keberadaan outsourcing tidak salah, hanya saja banyak oknum yang melanggar dan didiamkan oleh penegak hukum sehingga membuat sektor ini kian buruk citranya di dunia kerja Indonesia. "Yang tidak tepat pada outsourcing bukan pada aspek legalnya, tetapi pada implementasinya. Pada penegakan hukumnya," tegas dia. Hadir dalam diskusi kali ini juga adalah Direktur INDEF, Enny Srihartati dan Direktur Utama ISS Elisa Lumbatoruan.
Salah satu masalah outsourcing di Indonesia adalah penegakan hukum. Ini karena kurangnya ketersediaan tenaga pengawas, sehingga penegakan hukum menjadi hal yang nyaris mustahil di lakukan. "Di Jawa Timur ada 35.000 perusahaan tapi tenaga pengawas hanya sekitar 160 orang. Bagaimana mungkin bisa diawasi ada pelanggaran atau tidak kalau tenaga pengawasnya minim," ujar Subhan.
Masalah kedua, tidak adanya anggaran pengawasan disediakan pemerintah. "Sekarang bagaimana kalau pengawas mau mengawasi, kalau anggarannya nggak tersedia. Transportasinya tidak disediakan dan sebagainya. Memang itu pengawas disuruh naik undur-undur (sejenis serangga yang berjalan mundur). Jadi di situ masalahnya," ujar dia.
Tak adanya pengawasan ini menyebabkan banyak pelanggaran dalam pelaksanaan outsourcing alias alih daya. Dari mulai pengupahan yang minim dan tidak sesuai ketentuan, hingga tidak adanya kejelasan nasib pekerja.
"Perjanjianya itu perjanjian kerja biasa. Artinya perusahaan outsourcing membuat perjanjian kerja untuk menyediakan layanan tertentu secara khusus kepada user (perusahan pemberi kerja) sesuai dengan bidang keahlian perusahaan yang outsourcing yang bersangkutan," kata Elisa dalam diskusi di Jakarta, Jumat (29/4/2016)
Misalnya di ISS, Elisa menjelaskan, layanan yang diberikan seperti security (tenaga keamanan), cleaning service (layanan kebersihan) dan sebagainya. Perusahaan lain bisa juga berbentuk layanan IT, provider call center, transportasi pegawai dan banyak lagi. Selain itu, bidang pekerjaan outsourcing tidak mencakup dari bisnis utama perusahaan pengguna. Misalnya, perusahaan telekomunikasi tak boleh mempekerjakan pegawai outsourcing untuk pekerjaan berkaitan telekomunikasi.
Sedangkan penghasilan perusahaan outsourcing ditetapkan atas perjanjian dengan perusahaan pengguna. "Ada dua jenis ya. Yang harus tahu itu yang benarnya seperti apa? Yang benar, saat perjanjian kerja harus disepakati bahwa komponen kontrak kerja yang harus dibayarkan adalah 90% untuk upah kerja dan tunjangan-tunjangan. Baru 10% adalah manajemen fee.
"Perusahaan outsourcing yang benar tidak akan menganggu porsi yang 90% itu. Dan yang 10% dari kontrak itu baru lah untuk perusahaan outsourcingnya sebagai pendapat. Nggak semuanya digunakan untuk membayar gaji pengelola perusahaan, tapi ada juga untuk pelatihan-pelatihan peningkatan mutu tenaga kerja." tambah Elisa.
Elisa menjelaskan, yang perlu diketahui, ada praktik outsourcing yang salah juga. Bagaimana pun, ada sajauser yang menawar murah. Tentu saja ada konsekuensi bagi perusahaan outsourcing yang mau ambil kontrak murah itu. Gaji jelas ditekan seminim mungkin supaya masuk dengan harga yang ditawarkan.
Kemudian, pendapatan perusahaan outsourcing juga bukan dari kontrak penyediaan biaya manajemen, tetapi dari memangkas gaji karyawannya. Itu praktik yang salah, tapi justru banyak dilakukan. Sistem outsourcing di Indonesia punya kesan yang kurang baik. Kalangan pekerja berpandangan bahwa perusahaan outsourcing memangkas pendapatan yang harusnya mereka dapat dari perusahaan pemberi kerja.
Direktur Utama ISS Elisa Lumbatoruan mengatakan, pendapat tersebut kurang tepat karena berdasarkan pemahaman yang kurang terkait sistem pengupahan. "Sebenarnya yang terjadi tidak seperti itu. Dalam perjanjian kerja, khususnya yang kami terapkan di ISS ada perhitungan pendapatan yang diperoleh seorang karyawan," tutur dia memulai penjelasannya di Kaffein, Jakarta, Jumat (29/4/2016).
Ia menjelaskan, dalam perjanjian kerja antara perusahaan outsourcing atau penyedia jasa dengan perusahaan pemberi kerja atau yang lebih dikenal sebagai user, umumnya diperhitungkan bahwa biaya yang dibayarkan untuk satu orang karyawan adalah 1,8 kali dari upahnya. Secara sederhana, bila seorang pegawai outsourcing memiliki gaji Rp 1 juta, maka dari perusahaan user yang dibayarkan adalah Rp 1,8 juta. Lalu kenapa yang dibayarkan hanya Rp 1 juta?
"Nah, jadi perhitungannya gini, kan gaji dia misal Rp 1 juta, kemudian ada biaya untuk bayar Jamsostek, dan biaya-biaya jaminan kerja yang lain. Ditambah lagi 1/12 gaji yang bila diakumulasi setahun akan jadi THR (Tunjangan Hari Raya). Jadi begitu perhitungannya," kata Elisa. Namun, hal ini sering disalahartikan oleh pekerja yang kurang pengetahuan. Mereka beranggapan bahwa seharusnya pendapatan yang mereka peroleh lebih besar dari yang seharusnya mereka dapat saat ini.
"Padahal, kalau mereka tahu, sebenarnya uang itu semua untuk mereka. Namun ada yang diserahkan dalam bentuk gaji penuh, sebagiannya untuk membayar jaminan-jaminan tadi sesuai undang-undang ketenagakerjaan," tutur dia.
Perusahaan alih daya atau biasa disebut outsourcing kerap diidentikkan dengan masalah hubungan ketenagakerjaan di Indonesia. Sehingga banyak yang menolak keberadaan outsourcing di Indonesia. Pengamat kebijakan publik dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Hadi Subhan berpandangan, tak ada yang salah dengan keberadaan outsourcing. Lalu mengapa outsourcing sering dikeluhkan banyak tenaga kerja di Indonesia?
"Ada dua hal yang menyebabkan keruwetan masalah outsourcing di Indonesia," kata Subhan dalam diskusi berjudul Outsourcing dan Penciptaan Lapangan Kerja di Kaffein, Jakarta, Jumat (29/4/2016). Pertama, kata dia, adalah keberadaan oknum yang melanggar undang-undnag outsourcing. Oknum itu, menurut Subhan, bisa datang dari sisi perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing maupun perusahaan yang menyelenggarakan outsourcing.
"Contoh pelanggaran yang dilakukan perusahan pengguna outsourcing adalah perusahaan yang menyelenggarakan telekomunikasi tapi justru yang di-outsourcing-kan adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan telekomunikasi. Itu kan core bisnis, sesuai undang-undang itu nggak boleh, berarti dia melanggar," kata dia. Sementara contoh untuk pelanggaran yang dilakukan perusahaan penyelenggara outsourcing adalah masalah pemenuhan hak tenaga kerja outsourcing.
"Ada perusahaan yang mau melaksanakan outsourcing, tapi nggak mau ikut aturan mainnya. Misalnya gaji nggak dibayarkan sesuai UMR (Upah Minimum Regional), tidak memberikan tunjangan yang sesuai, tak mengikutkan karyawan Jamsostek atau sekarang namanya BPJS Ketenagakerjaan," papar Subhan. Subhan melanjutkan, masalah kedua penyebab keruwetan outsourcing di Indonesia adalah minimnya pengawasan. Ketika terjadi kesalahan katakanlah seperti perusahaan telekomunikasi di atas, itu tidak ditindak tegas oleh Pemerintah.
"Karena tidak ditindak tegas, makin lama makin banyak yang melanggar. Pelanggarannya makin masif. Tapi ketika makin banyak yang melanggar, pemerintah makin kelimpungan, yang disalahkan penyelenggaranya. Penyelenggara outsourcing dikambinghitamkan seolah perusahaan outsourcing itu salah," ungkap dia.
Menurutnya, keberadaan outsourcing tidak salah, hanya saja banyak oknum yang melanggar dan didiamkan oleh penegak hukum sehingga membuat sektor ini kian buruk citranya di dunia kerja Indonesia. "Yang tidak tepat pada outsourcing bukan pada aspek legalnya, tetapi pada implementasinya. Pada penegakan hukumnya," tegas dia. Hadir dalam diskusi kali ini juga adalah Direktur INDEF, Enny Srihartati dan Direktur Utama ISS Elisa Lumbatoruan.
Salah satu masalah outsourcing di Indonesia adalah penegakan hukum. Ini karena kurangnya ketersediaan tenaga pengawas, sehingga penegakan hukum menjadi hal yang nyaris mustahil di lakukan. "Di Jawa Timur ada 35.000 perusahaan tapi tenaga pengawas hanya sekitar 160 orang. Bagaimana mungkin bisa diawasi ada pelanggaran atau tidak kalau tenaga pengawasnya minim," ujar Subhan.
Masalah kedua, tidak adanya anggaran pengawasan disediakan pemerintah. "Sekarang bagaimana kalau pengawas mau mengawasi, kalau anggarannya nggak tersedia. Transportasinya tidak disediakan dan sebagainya. Memang itu pengawas disuruh naik undur-undur (sejenis serangga yang berjalan mundur). Jadi di situ masalahnya," ujar dia.
Tak adanya pengawasan ini menyebabkan banyak pelanggaran dalam pelaksanaan outsourcing alias alih daya. Dari mulai pengupahan yang minim dan tidak sesuai ketentuan, hingga tidak adanya kejelasan nasib pekerja.
Thursday, April 28, 2016
Gudang Garam Berhutang Rp 9 Triliun Untuk Bayar Cukai Rokok
PT Gudang Garam Tbk berencana meminjam Rp 9 triliun di akhir tahun ini akibat perubahan sistem pembayaran cukai rokok yang dimulai tahun ini. Perubahan sistem pembayaran tersebut tercantum di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20 tahun 2015, di mana industri rokok diharuskan membayar cukai di tahun berjalan, dan tidak dibayar tertunda 2 bulan seperti tahun-tahun sebelumnya.
Akibat kebijakan tersebut maka pembayaran cukai pada November dan Desember 2015 juga harus dibayar tahun ini, dan tidak dibayar pada Januari dan Februari seperti tahun sebelumnya. "Dengan peraturan cukai yang baru, maka semua cukai harus dibayar pada bulan itu. Makanya nanti akan ada payable sebesar Rp 9 triliun untuk membayar penumpukan tagihan cukai di akhir tahun," jelas Sekretaris Perusahaan Gudang Garam Heru Budiman di Jakarta, Kamis (12/11).
Heru mengungkapkan, manajemen berharap bisa menarik pinjaman tersebut dengan tenor jangka pendek (short term loan), di mana pembayaran kembali utang tersebut ditargetkan bisa selesai dalam waktu kurang dari satu tahun. Pasalnya, utang tersebut nantinya akan dibayar dengan penerimaan lain-lain yang terjadi sepanjang Januari dan Februari.
"Biasanya pada Januari dan Februari kami bayar cukai untuk November dan Desember tahun lalunya, tapi sekarang kami tak usah bayar cukai lagi di bulan-bulan tersebut. Jadinya penerimaan yang seharusnya digunakan sebagai pembayaran cukai bisa digunakan untuk menutupi utang itu. Lambat laun utang juga akan berkurang sendiri," ujarnya.
Dengan rencana tersebut, maka utang jangka pendek perusahaan diekspektasikan akan sebesar Rp 23 triliun hingga akhir 2015. Sebagai gambaran, Gudang Garam memiliki utang jangka pendek sebesar Rp 14 triliun hingga kuartal III 2015.
Sayangnya Heru enggan mengungkapkan identitas bank atau lembaga keuangan yang tengah dijajaki Gudang Garam untuk dapat memberikan pinjaman Rp 9 triliun. "Tapi utang ini hanya untuk pembayaran cukai saja. Untuk pendanaan belanja modal sebesar Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun di tahun depan kami belum ada rencana penambahan dana lagi," ujarnya.
Hingga kuartal III tahun ini, perusahaan telah membayarkan cukai rokok sebesar Rp 27,28 triliun kepada negara. Di mana pengeluaran tersebut membebani 68 persen komponen harga pokok penjualan (HPP) perusahaan. Dengan kata lain, beban cukai yang dibayar perusahaan rata-rata sebesar Rp 3,03 triliun per bulannya.
Sedangkan perusahaan masih memiliki utang cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 6,44 triliun di periode yang sama. Angka tersebut meningkat 41,85 persen dari Rp 4,54 triliun di periode yang sama tahun lalu.
Akibat kebijakan tersebut maka pembayaran cukai pada November dan Desember 2015 juga harus dibayar tahun ini, dan tidak dibayar pada Januari dan Februari seperti tahun sebelumnya. "Dengan peraturan cukai yang baru, maka semua cukai harus dibayar pada bulan itu. Makanya nanti akan ada payable sebesar Rp 9 triliun untuk membayar penumpukan tagihan cukai di akhir tahun," jelas Sekretaris Perusahaan Gudang Garam Heru Budiman di Jakarta, Kamis (12/11).
Heru mengungkapkan, manajemen berharap bisa menarik pinjaman tersebut dengan tenor jangka pendek (short term loan), di mana pembayaran kembali utang tersebut ditargetkan bisa selesai dalam waktu kurang dari satu tahun. Pasalnya, utang tersebut nantinya akan dibayar dengan penerimaan lain-lain yang terjadi sepanjang Januari dan Februari.
"Biasanya pada Januari dan Februari kami bayar cukai untuk November dan Desember tahun lalunya, tapi sekarang kami tak usah bayar cukai lagi di bulan-bulan tersebut. Jadinya penerimaan yang seharusnya digunakan sebagai pembayaran cukai bisa digunakan untuk menutupi utang itu. Lambat laun utang juga akan berkurang sendiri," ujarnya.
Dengan rencana tersebut, maka utang jangka pendek perusahaan diekspektasikan akan sebesar Rp 23 triliun hingga akhir 2015. Sebagai gambaran, Gudang Garam memiliki utang jangka pendek sebesar Rp 14 triliun hingga kuartal III 2015.
Sayangnya Heru enggan mengungkapkan identitas bank atau lembaga keuangan yang tengah dijajaki Gudang Garam untuk dapat memberikan pinjaman Rp 9 triliun. "Tapi utang ini hanya untuk pembayaran cukai saja. Untuk pendanaan belanja modal sebesar Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun di tahun depan kami belum ada rencana penambahan dana lagi," ujarnya.
Hingga kuartal III tahun ini, perusahaan telah membayarkan cukai rokok sebesar Rp 27,28 triliun kepada negara. Di mana pengeluaran tersebut membebani 68 persen komponen harga pokok penjualan (HPP) perusahaan. Dengan kata lain, beban cukai yang dibayar perusahaan rata-rata sebesar Rp 3,03 triliun per bulannya.
Sedangkan perusahaan masih memiliki utang cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 6,44 triliun di periode yang sama. Angka tersebut meningkat 41,85 persen dari Rp 4,54 triliun di periode yang sama tahun lalu.
PT Agincourt Resources Alami Kerugian Karena Turunnya Harga Emas
Perusahaan pertambangan asal China, PT Agincourt Resources mencetak kinerja negatif pada kuartal III 2015 menyusul kejatuhan harga emas di pasar komoditas dunia. Hal ini tercermin dari menyusutnya angka penjualan emas dan perak dari tambang Martabe, Sumatera Utara yang hanya sebesar US$ 82,5 juta, turun 11,3 persen ketimbang pencapaian kuartal II 2015 yang mencapai US$ 93 juta.
Tim Duffy, Presiden Direktur Agincourt Resources mengatakan menurunnya pendapatan merupakan imbas dari kejatuhan harga emas di pasar global. Berdasarkan catatan Agincourt, rata-rata harga emas tambang Martabe pada kuartal III 2015 berkisar US$ 1.126 per ounce, lebih rendah 5,6 persen dibandingkan dengan harga jual kuartal sebelumnya yang sekitar US$ 1.193 per ounce.
“Kalau untuk harga emas di pasar dunia saat ini berfluktuasi di antara US$ 1.081 per ounce dan US$ 1.130 per ounce. Jumlah ini sedikit di bawah pemodelan (proyeksi) keuangan internal perusahaan kami, namun pencapaian jumlah (produksi) ounce emas dan perak bisa menyeimbangkan kekurangan pendapatan akibat turunnya harga.” ujar Tim Duffy dalam keterangan resmi Agincourt, Jumat (29/10).
Tak hanya soal harga, penurunan produksi emas juga turut mengurangi penerimaan perusahaan. Dalam laporan keuangan teranyar Agincourt disebutkan, volume produksi emas dari tambang Martabe pada periode Juli-September hanya sebanyak 70.302 ounce, turun 2,5 persen dibandingkan produksi kuartal II 2015 yang mencapai 72.096 ounce.
Demikian halnya dengan volume produksi perak, yang hanya sebanyak 609.178 ounce atau lebih rendah 3,5 persen dibandingkan capaian produksi triwulan sebelumnya 631.189 ounce. Meski demikian, manajemen Agincourt masih optimistis target produksi 285.000 ounce untuk emas dan 2,3 juta ounce untuk perak dapat tercapai di akhir tahun. “Hasil di kuartal ini akan memberi dampak positif berkelanjutan terhadap keseimbangan kinerja tahun ini,” tutur Duffy
Dari sisi belanja, Agincourt telah menghabiskan anggaran belanja modal sebesar US$ 7,9 juta selama kuartal III, yang antara lain digunakan untuk membiayai pembangunan bendungan tailing baru. Proporsi belanja modal Agincourt tercatat turun 24 persen dibandingkan dengan penyerapan modal kerja kuartal II yang mencapai US$ 10,5 juta.
Perusahaan tambang emas, Agincout Resources mencetak kinerja keuangan positif meski dibayangi kejatuhan harga komoditas tambang di pasar global. Agincourt berhasil membukukan pendapatan usaha sebesar US$ 211 juta di semester I 2015, naik 5,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu US$ 200 juta. Pendapatan usaha Agincourt di paruh pertama tahun ini tak lepas dari meningkatnya produksi emas dari tambang Martabe di Sumatera Utara yang mencapai 156.316 ounces. Angka tersebut naik 15,8 persen ketimbang besaran produksi di semester I 2014.
“Berdasarkan panduan Dewan Emas Dunia, all in sustaining cost (AISC) Martabe kuartal dua ini mencapai US$ 537 per ounces dan kembali masuk dalam tataran kompetitif dibandingkan dengan tambang emas dunia lainnya. Capaian kuartal ini tentu akan memberi dampak positif pada kelanjutan dan kestabilan kinerja tahun ini,” ujar Tim Duffy, Presiden Direktur Agincourt Martabe melalui keterangan resmi yang diterima, Kamis (16/7).
Selain produksi emas yang naik, Duffy mengatakan produksi perak yang dihasilkan oleh anak usaha G-Resources ini juga meningkat 23 persen ke level 1,28 juta ounce ketimbang capaian periode yang sama tahun lalu di kisaran 1,04 juta ounce.
Namun, Agincourt memilih untuk tak menggenjot produksi emas dan peraknya pada tahun ini mengingat harganya terlampau rendah di pasar. Perusahaan menargetkan produksi emas tahun ini sebesar 285 ribu ounce, sedangkan perak 2,3 juta ounce, dengan perkiraan AISC di level US$ 600 sampai US$ 700 per ounce. “Tapi fokus perusahaan tetap melaksanakan Martabe Improvement Program yang bertujuan untuk meningkatkan tangkapan ounce sambil meminimalisir biaya yang akan meningkatkan margin per ounce emas yang diproduksi,” tutur Duffy.
Mengacu pada laporan terakhir manajemen, saat ini Agincourt masih melakukan pengeboran di lima lokasi dekat wilayah operasional Martabe dan dua lokasi di wilayah eksplorasi regional Tani Hill dan Tango Papa. Sementara hingga 30 Juni 2015 kemarin, masih terdapat 16.992 ounce emas dan 170.942 ounce perak dalam bentuk bullion yang belum terjual.
Perusahaan Tambang Emas Martabe merevisi target produksi 2015 setelah produksi kuartal I-2015 menjadi yang terbaik sejak 2013. Target produksi tahun ini direvisi menjadi 285.000 ounce emas dan 2,3 juta ounce perak serta perkiraan All-in Sustaining Cost (AISC) di antara US$ 600-700 per ounce yang dijual.
Produksi kuartal pertama ini mencapai 84.220 ounce atau ekivalen dengan produksi emas selama satu tahun sebesar 337.000 ounce. Sedangkan produksi perak mencapai 651.218ounce, ekivalen dengan produksi perak setahun sebesar 2,6 juta ounce. “Pencapaian Kuartal I-2015 merupakan hasil produksi tertinggi sejak Tambang Emas Martabe berproduksi secara komersial pada 2013,” demikian keterangan perusahaan itu, Rabu (29/4).
Biaya operasional berdasarkan perhitungan Dewan Emas Dunia (World Gold Council) sebesar US$ 344 per ounce, lebih rendah daripada biaya pada kuartal IV-2014 sebesar USD 469 per ounce. Dampak dari produksi yang baik dan pengendalian biaya, All-in Sustaining Cost (AISC) pada kuartal ini sangat rendah, yaitu USD 471 per ounce yang dijual. Ini lebih rendah dari AISC di kuartal IV-2014 yang mencapai USD 728 per ouncedijual.
Sebelumnya pada Januari 2015 ditetapkan target produksi untuk tahun berjalan sebesar 250.000 ounce emas dan 2,2 juta ounce perak serta AISC di antara US$ 750–850 perounce dijual. “Kuartal sangat baik ini akan memiliki dampak positif berkelanjutan pada keseimbangan kinerja tahun ini,” kata Presiden Direktur Tambang Emas Martabe Peter Albert. “Kompetitifnya komponen biaya merupakan hasil mendasar dari sebuah proyek yang kuat. Perusahaan akan terus fokus untuk meningkatkan jumlah ounce yang bisa ditangkap dan menghemat biaya operasional dan modal sebaik-baiknya.”
Penjualan emas pada kuartal ini mencapai 87.346 ounce dan perak 719.211 ounce. Pendapatan dari hasil penjualan emas dan perak sebesar US$ 118 juta, dengan harga jual emas rata-rata US$ 1.218 per ounce dan harga jual perak rata-rata US$ 16,5 per ounce. Adapun dana eksplorasi diperkirakan mencapai US$ 16 juta. Sementara modal kerja perusahaan tahun 2015 diperhitungkan sebesar USD 57 juta. Ini termasuk biaya akuisisi lahan, peninggian TSF, dan sebagian instalasi fasilitas crushing sehingga pabrik dapat beraktivitas maksimal 5 juta ton bijih per tahun.
Modal kerja di luar biaya eksplorasi regional yang telah digunakan selama kuartal 2015 sebesar US$ 10 juta, termasuk biaya pembangunan fasilitas penampungan tailing. Per 31 Desember 2014, Tambang Emas Martabe yang berlokasi di Kecamatan Batang Toru, Sumatera Utara, seluas 1.639 kilometer persegi, memiliki sumber daya 7,4 juta ounce emas dan 70 juta ounce perak. Jumlah cadangan 2,68 juta ounce emas dan 27,2 juta ounceperak.
Tim Duffy, Presiden Direktur Agincourt Resources mengatakan menurunnya pendapatan merupakan imbas dari kejatuhan harga emas di pasar global. Berdasarkan catatan Agincourt, rata-rata harga emas tambang Martabe pada kuartal III 2015 berkisar US$ 1.126 per ounce, lebih rendah 5,6 persen dibandingkan dengan harga jual kuartal sebelumnya yang sekitar US$ 1.193 per ounce.
“Kalau untuk harga emas di pasar dunia saat ini berfluktuasi di antara US$ 1.081 per ounce dan US$ 1.130 per ounce. Jumlah ini sedikit di bawah pemodelan (proyeksi) keuangan internal perusahaan kami, namun pencapaian jumlah (produksi) ounce emas dan perak bisa menyeimbangkan kekurangan pendapatan akibat turunnya harga.” ujar Tim Duffy dalam keterangan resmi Agincourt, Jumat (29/10).
Tak hanya soal harga, penurunan produksi emas juga turut mengurangi penerimaan perusahaan. Dalam laporan keuangan teranyar Agincourt disebutkan, volume produksi emas dari tambang Martabe pada periode Juli-September hanya sebanyak 70.302 ounce, turun 2,5 persen dibandingkan produksi kuartal II 2015 yang mencapai 72.096 ounce.
Demikian halnya dengan volume produksi perak, yang hanya sebanyak 609.178 ounce atau lebih rendah 3,5 persen dibandingkan capaian produksi triwulan sebelumnya 631.189 ounce. Meski demikian, manajemen Agincourt masih optimistis target produksi 285.000 ounce untuk emas dan 2,3 juta ounce untuk perak dapat tercapai di akhir tahun. “Hasil di kuartal ini akan memberi dampak positif berkelanjutan terhadap keseimbangan kinerja tahun ini,” tutur Duffy
Dari sisi belanja, Agincourt telah menghabiskan anggaran belanja modal sebesar US$ 7,9 juta selama kuartal III, yang antara lain digunakan untuk membiayai pembangunan bendungan tailing baru. Proporsi belanja modal Agincourt tercatat turun 24 persen dibandingkan dengan penyerapan modal kerja kuartal II yang mencapai US$ 10,5 juta.
Perusahaan tambang emas, Agincout Resources mencetak kinerja keuangan positif meski dibayangi kejatuhan harga komoditas tambang di pasar global. Agincourt berhasil membukukan pendapatan usaha sebesar US$ 211 juta di semester I 2015, naik 5,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu US$ 200 juta. Pendapatan usaha Agincourt di paruh pertama tahun ini tak lepas dari meningkatnya produksi emas dari tambang Martabe di Sumatera Utara yang mencapai 156.316 ounces. Angka tersebut naik 15,8 persen ketimbang besaran produksi di semester I 2014.
“Berdasarkan panduan Dewan Emas Dunia, all in sustaining cost (AISC) Martabe kuartal dua ini mencapai US$ 537 per ounces dan kembali masuk dalam tataran kompetitif dibandingkan dengan tambang emas dunia lainnya. Capaian kuartal ini tentu akan memberi dampak positif pada kelanjutan dan kestabilan kinerja tahun ini,” ujar Tim Duffy, Presiden Direktur Agincourt Martabe melalui keterangan resmi yang diterima, Kamis (16/7).
Selain produksi emas yang naik, Duffy mengatakan produksi perak yang dihasilkan oleh anak usaha G-Resources ini juga meningkat 23 persen ke level 1,28 juta ounce ketimbang capaian periode yang sama tahun lalu di kisaran 1,04 juta ounce.
Namun, Agincourt memilih untuk tak menggenjot produksi emas dan peraknya pada tahun ini mengingat harganya terlampau rendah di pasar. Perusahaan menargetkan produksi emas tahun ini sebesar 285 ribu ounce, sedangkan perak 2,3 juta ounce, dengan perkiraan AISC di level US$ 600 sampai US$ 700 per ounce. “Tapi fokus perusahaan tetap melaksanakan Martabe Improvement Program yang bertujuan untuk meningkatkan tangkapan ounce sambil meminimalisir biaya yang akan meningkatkan margin per ounce emas yang diproduksi,” tutur Duffy.
Mengacu pada laporan terakhir manajemen, saat ini Agincourt masih melakukan pengeboran di lima lokasi dekat wilayah operasional Martabe dan dua lokasi di wilayah eksplorasi regional Tani Hill dan Tango Papa. Sementara hingga 30 Juni 2015 kemarin, masih terdapat 16.992 ounce emas dan 170.942 ounce perak dalam bentuk bullion yang belum terjual.
Perusahaan Tambang Emas Martabe merevisi target produksi 2015 setelah produksi kuartal I-2015 menjadi yang terbaik sejak 2013. Target produksi tahun ini direvisi menjadi 285.000 ounce emas dan 2,3 juta ounce perak serta perkiraan All-in Sustaining Cost (AISC) di antara US$ 600-700 per ounce yang dijual.
Produksi kuartal pertama ini mencapai 84.220 ounce atau ekivalen dengan produksi emas selama satu tahun sebesar 337.000 ounce. Sedangkan produksi perak mencapai 651.218ounce, ekivalen dengan produksi perak setahun sebesar 2,6 juta ounce. “Pencapaian Kuartal I-2015 merupakan hasil produksi tertinggi sejak Tambang Emas Martabe berproduksi secara komersial pada 2013,” demikian keterangan perusahaan itu, Rabu (29/4).
Biaya operasional berdasarkan perhitungan Dewan Emas Dunia (World Gold Council) sebesar US$ 344 per ounce, lebih rendah daripada biaya pada kuartal IV-2014 sebesar USD 469 per ounce. Dampak dari produksi yang baik dan pengendalian biaya, All-in Sustaining Cost (AISC) pada kuartal ini sangat rendah, yaitu USD 471 per ounce yang dijual. Ini lebih rendah dari AISC di kuartal IV-2014 yang mencapai USD 728 per ouncedijual.
Sebelumnya pada Januari 2015 ditetapkan target produksi untuk tahun berjalan sebesar 250.000 ounce emas dan 2,2 juta ounce perak serta AISC di antara US$ 750–850 perounce dijual. “Kuartal sangat baik ini akan memiliki dampak positif berkelanjutan pada keseimbangan kinerja tahun ini,” kata Presiden Direktur Tambang Emas Martabe Peter Albert. “Kompetitifnya komponen biaya merupakan hasil mendasar dari sebuah proyek yang kuat. Perusahaan akan terus fokus untuk meningkatkan jumlah ounce yang bisa ditangkap dan menghemat biaya operasional dan modal sebaik-baiknya.”
Penjualan emas pada kuartal ini mencapai 87.346 ounce dan perak 719.211 ounce. Pendapatan dari hasil penjualan emas dan perak sebesar US$ 118 juta, dengan harga jual emas rata-rata US$ 1.218 per ounce dan harga jual perak rata-rata US$ 16,5 per ounce. Adapun dana eksplorasi diperkirakan mencapai US$ 16 juta. Sementara modal kerja perusahaan tahun 2015 diperhitungkan sebesar USD 57 juta. Ini termasuk biaya akuisisi lahan, peninggian TSF, dan sebagian instalasi fasilitas crushing sehingga pabrik dapat beraktivitas maksimal 5 juta ton bijih per tahun.
Modal kerja di luar biaya eksplorasi regional yang telah digunakan selama kuartal 2015 sebesar US$ 10 juta, termasuk biaya pembangunan fasilitas penampungan tailing. Per 31 Desember 2014, Tambang Emas Martabe yang berlokasi di Kecamatan Batang Toru, Sumatera Utara, seluas 1.639 kilometer persegi, memiliki sumber daya 7,4 juta ounce emas dan 70 juta ounce perak. Jumlah cadangan 2,68 juta ounce emas dan 27,2 juta ounceperak.
Nusa Kontruksi Menangkan Kontrak Rp. 2,2 Triliun Untuk Garap Tambang Martabe
PT Nusa Kontruksi Enjiniring Tbk (NKE) berhasil mengantongi kontrak Rp 2,2 triliun untuk menggarap tambang emas Martabe, di Sumatera Utara milik PT Agincourt Resources selama lima tahun mulai 2016.
Sekretaris Perusahaan NKE Djohan Halim menjelaskan, kontrak jasa penambangan yang diperolehnya itu merupakan kontrak baru setelah selama periode 2009 sampai 2015 dipercaya Agincourt untuk membangun infrastruktur di tambang emas dengan cadangan 7,86 juta ons emas dan 73,48 juta ons perak tersebut.
“Dalam menyelesaikan proyek baru ini, NKE melakukan kerjasama dengan perusahaan dari Australia, Macmahon Holdings Ltd dengan porsi kerjasama 50:50. Proyek ini akan dimulai pada Januari 2016 dan ditargetkan langsung memberi kontribusi pendapatan tahun itu juga,” ujar Djohan dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Kamis (12/11).
Ia melanjutkan, jenis pekerjaan yang akan dilakukan NKE di Martabe nantinya adalah jasa penambangan dan bulk earthworks, termasuk pengeboran dan peledakan, pengelupasan lapisan batuan/tanah penutup, penyewaan peralatan, serta manajemen sub kontraktor.
Selain itu, proyek ini juga membutuhkan penempatan dan pemadatan material pada tanggul penyimpanan tailings dan pembangunan akses jalan ke daerah penambangan terbuka baru. “Melalui proyek kerjasama dengan Macmahon di proyek penambangan emas Martabe ini kami pandang akan menjadi pemacu NKE dalam melebarkan segmen market ke lini bisnis pertambangan,” tambah Djohan.
Agincourt Resources sebagai pemilik izin pertambangan Martabe sepanjang tahun ini menargetkan produksi emas sebanyak 285 ribu ons dan perak 2,3 juta ons. Pada kuartal III 2015, emas yang berhasil dijual Agincourt dari tambang Martabe sebesar 65.357 ons sedangkan perak yang berhasil dijual sebanyak 593.149 ons. Agincourt dilaporkan meraup pendapatan US$ 82,5 juta selama periode tersebut.
“Selama kuartal III, harga emas di pasar dunia berfluktuasi antara US$ 1.081 per ons dan US$ 1.130 per ons. Harga rata-rata yang diperoleh Tambang Emas Martabe adalah US$ 1.126 per ons. Hasil yang baik di kuartal ini akan memberi dampak positif berkelanjutan terhadap keseimbangan kinerja tahun ini,” ujar Tim Duffy, Presiden Direktur Agincourt Resources dalam keterangan resmi.
Sekretaris Perusahaan NKE Djohan Halim menjelaskan, kontrak jasa penambangan yang diperolehnya itu merupakan kontrak baru setelah selama periode 2009 sampai 2015 dipercaya Agincourt untuk membangun infrastruktur di tambang emas dengan cadangan 7,86 juta ons emas dan 73,48 juta ons perak tersebut.
“Dalam menyelesaikan proyek baru ini, NKE melakukan kerjasama dengan perusahaan dari Australia, Macmahon Holdings Ltd dengan porsi kerjasama 50:50. Proyek ini akan dimulai pada Januari 2016 dan ditargetkan langsung memberi kontribusi pendapatan tahun itu juga,” ujar Djohan dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Kamis (12/11).
Ia melanjutkan, jenis pekerjaan yang akan dilakukan NKE di Martabe nantinya adalah jasa penambangan dan bulk earthworks, termasuk pengeboran dan peledakan, pengelupasan lapisan batuan/tanah penutup, penyewaan peralatan, serta manajemen sub kontraktor.
Selain itu, proyek ini juga membutuhkan penempatan dan pemadatan material pada tanggul penyimpanan tailings dan pembangunan akses jalan ke daerah penambangan terbuka baru. “Melalui proyek kerjasama dengan Macmahon di proyek penambangan emas Martabe ini kami pandang akan menjadi pemacu NKE dalam melebarkan segmen market ke lini bisnis pertambangan,” tambah Djohan.
Agincourt Resources sebagai pemilik izin pertambangan Martabe sepanjang tahun ini menargetkan produksi emas sebanyak 285 ribu ons dan perak 2,3 juta ons. Pada kuartal III 2015, emas yang berhasil dijual Agincourt dari tambang Martabe sebesar 65.357 ons sedangkan perak yang berhasil dijual sebanyak 593.149 ons. Agincourt dilaporkan meraup pendapatan US$ 82,5 juta selama periode tersebut.
“Selama kuartal III, harga emas di pasar dunia berfluktuasi antara US$ 1.081 per ons dan US$ 1.130 per ons. Harga rata-rata yang diperoleh Tambang Emas Martabe adalah US$ 1.126 per ons. Hasil yang baik di kuartal ini akan memberi dampak positif berkelanjutan terhadap keseimbangan kinerja tahun ini,” ujar Tim Duffy, Presiden Direktur Agincourt Resources dalam keterangan resmi.
Bakrie Telecom PHK Lagi 500 Karyawan
Manajemen PT Bakrie Telecom Tbk menyatakan telah memangkas hingga 500 karyawan sejak tahun lalu hingga awal 2016 ini. Perseroan masih mengkaji pemangkasan lanjutan setelah rencana penerbitan obligasi wajib konversi senilai Rp7,6 triliun disetujui pemegang saham.
Wakil Presiden Direktur Bakrie Telecom Taufan Rotorasiko mengatakan pada tahun lalu manajemen memang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena kondisi keuangan perusahaan yang buruk. “Sejak kemarin (tahun lalu) sudah kami kurangi karyawan. Tapi esensinya lebih kesepakatan bersama. Kemarin sekitar 500-an orang telah dikurangi,” ungkapnya di Jakarta, Kamis (28/4).
Untuk tahun ini, Taufan menyatakan manajemen masih menimbang rencana pemangkasan karyawan lanjutan. Pasalnya, manajemen cukup optimistis kinerja bisa mulai membaik setelah perseroan bisa lolos dari salah satu masalah terkait pembayaran utang. Seperti diketahui, Bakrie Telecom terpaksa bermanuver untuk menerbitkan obligasi wajib konversi senilai total Rp7,6 triliun demi membayar utang perseroan yang menumpuk hingga Rp11,6 triliun.
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) perusahaan telah setuju dengan rencana obligasi wajib konversi tersebut. Nantinya kreditur memperoleh obligasi yang ditukar dengan saham tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). “Untuk pemangkasan karyawan lanjutan, kami masih melihat dulu situasi seperti apa. Tapi saya bersyukur RUPSLB disetujui sehingga kami bisa lebih baik,” jelas Taufan.
Sebelumnya, manajemen Bakrie Telecom telah memangkas 300-400 karyawan pada semester II 2015. Manajemen memiliki target pengurangan karyawan harus di bawah 1000 orang, dari total 1300 karyawan saat itu.
Perusahaan yang dikenal dengan produk Esia Talk ini terpaksa mendepak ratusan karyawannya karena keuangan yang buruk. Dalam sembilan bulan pertama 2015, Bakrie Telecom menelan rugi bersih hingga Rp3,65 triliun, melonjak dari rugi bersih Rp2,29 triliun di periode yang sama 2014.
Hal itu terjadi karena pendapatan usaha emiten berkode saham BTEL ini hanya mencapai Rp478,84 miliar di kuartal III 2015. Jumlah itu merosot drastis dari pendapatan usaha di periode yang sama tahun 2014 sebesar Rp1,22 triliun.
Pada tahun ini, Taufan mengaku manajemen masih memposisikan diri dalam menjalani bisnis. Ia menyatakan kondisi bisnis pada tahun ini masih cukup berat. Hal itu membuat manajemen bersikap berhati-hati. “Kami akan memposisikan diri. Tahun ini masih ada tantangan dengan bisnis kami. Kami lihat kondisi akan masih berat, kami tak janjikan hal yang muluk. Tahun depan semoga bisa positif,” katanya.
Wakil Presiden Direktur Bakrie Telecom Taufan Rotorasiko mengatakan pada tahun lalu manajemen memang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena kondisi keuangan perusahaan yang buruk. “Sejak kemarin (tahun lalu) sudah kami kurangi karyawan. Tapi esensinya lebih kesepakatan bersama. Kemarin sekitar 500-an orang telah dikurangi,” ungkapnya di Jakarta, Kamis (28/4).
Untuk tahun ini, Taufan menyatakan manajemen masih menimbang rencana pemangkasan karyawan lanjutan. Pasalnya, manajemen cukup optimistis kinerja bisa mulai membaik setelah perseroan bisa lolos dari salah satu masalah terkait pembayaran utang. Seperti diketahui, Bakrie Telecom terpaksa bermanuver untuk menerbitkan obligasi wajib konversi senilai total Rp7,6 triliun demi membayar utang perseroan yang menumpuk hingga Rp11,6 triliun.
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) perusahaan telah setuju dengan rencana obligasi wajib konversi tersebut. Nantinya kreditur memperoleh obligasi yang ditukar dengan saham tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). “Untuk pemangkasan karyawan lanjutan, kami masih melihat dulu situasi seperti apa. Tapi saya bersyukur RUPSLB disetujui sehingga kami bisa lebih baik,” jelas Taufan.
Sebelumnya, manajemen Bakrie Telecom telah memangkas 300-400 karyawan pada semester II 2015. Manajemen memiliki target pengurangan karyawan harus di bawah 1000 orang, dari total 1300 karyawan saat itu.
Perusahaan yang dikenal dengan produk Esia Talk ini terpaksa mendepak ratusan karyawannya karena keuangan yang buruk. Dalam sembilan bulan pertama 2015, Bakrie Telecom menelan rugi bersih hingga Rp3,65 triliun, melonjak dari rugi bersih Rp2,29 triliun di periode yang sama 2014.
Hal itu terjadi karena pendapatan usaha emiten berkode saham BTEL ini hanya mencapai Rp478,84 miliar di kuartal III 2015. Jumlah itu merosot drastis dari pendapatan usaha di periode yang sama tahun 2014 sebesar Rp1,22 triliun.
Pada tahun ini, Taufan mengaku manajemen masih memposisikan diri dalam menjalani bisnis. Ia menyatakan kondisi bisnis pada tahun ini masih cukup berat. Hal itu membuat manajemen bersikap berhati-hati. “Kami akan memposisikan diri. Tahun ini masih ada tantangan dengan bisnis kami. Kami lihat kondisi akan masih berat, kami tak janjikan hal yang muluk. Tahun depan semoga bisa positif,” katanya.
Defisit Anggaran Bengkak Jadi 2,5% PDB, Pemerintah Kurang Dana Hingga Rp 46 Triliun
Pemerintah akan mencari tambahan pembiayaan sebesar Rp46 triliun pada tahun ini guna menambal defisit anggaran yang berpotensi melebar menjadi 2,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Suahasil Nazara, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan pemerintah akan mengusulkan pelebaran defisit fiskal dalam revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Apabila saat ini target defisit APBN ditetapkan sebesar Rp273,2 triliun atau 2,15 persen PDB, maka dalam Rancangan APBN Perubahan diusulkan naik menjadi 315,3 triliun atau 2,5 persen PDB.
"Penambahan defisit itu berarti ada tambahan pembiayaan (sekitar) Rp46 triliun," kata Suahasil dalam acara peluncuran Buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2015 di kantor Bank Indonesia (BI), Jakarta, Kamis (27/4). Dia menerangkan tambahan pembiayaan tersebut rencananya akan dipenuhi dari saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp19 triliun. Sementara sisanya sekitar Rp27 triliun akan dipenuhi dari penambahan utang negara.
Menurut Suahasil, melesetnya target penerimaan pajak pada tahun tahun lalu menjadi dasar pertimbangan pemerintah untuk mengusulkan pelebaran defisit pada tahun ini. Selain itu, lanjutnya, harga minyak mentah yang lebih rendah dibandingkan dengan yang diasumsikan pemerintah juga menambah risiko fiskal. "Harus ada terobosan dalam pajak. Apa itu? Ya pengampunan pajak (tax amnesty)," ujarnya.
Selain diharapkan bisa menambah penerimaan pajak, Suahasil mengatakan tax amnesty juga bisa menjadi insentif bagi wajib pajak yang merepatriasi asetnya dari luar negeri ke Indonesia. Dalam RUU Pengampunan Pajak, WP yang hanya melaporkan kekayaannya ke DJP diwajibkan membayar uang tebusan dengan tarif berjenjang tergantung periode pengajuan permohonan tax amnesty, yakni mulai dari 2 persen, 4 persen, hingga 6 persen. Sementara untuk WP yang melaporkan sekaligus merepatriasi asetnya dikenakan tarif uang tebusan yang lebih rendah, yakni mulai dari 1 persen, 2 persen, atau 3 persen.Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berpotensi membengkak menjadi 2,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun depan seiring dengan meningkatnya kebutuhan belanja prioritas.
Guna meredam risiko pelebaran defisit fiskal, Kementerian Keuangan mendorong moratorium pembangunan kantor pemerintahan baru pada tahun depan. "Ini masih perencanaan awal untuk penganggaran 2017. Defisit anggaran (kemungkinan) 2,3-2,6 persen terhadap PDB," ujar Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo pada acara Musyawarah Perencanaan pembangunan (Musrenbang) di Jakarta, Rabu (20/4).
Untuk mendukung percepatan pembangunan, Mardiasmo mengatakan pemerintah akan memperluas basis pajak pada tahun depan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui penegakan hukum ( law enforcement). Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga akan mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terutama yang bersumber dari sumber daya alam (SDA) non minyak dan gas.
Pada kesmepatan itu, Mardiasmo mengingatkan seluruh kementerian dan lembaga (K/L) serta pemerintah daerah untuk menyinergikan postur APBD dengan APBN. Fokus penganggaran tahun depan lebih diarahkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
"Belanja barang ada yang mengikat dan ada yang mendukung. Selama bisa dipertanggungjawabkan tidak apa-apa (dipakai), tapi kalau hanya untuk dihabiskan mungkin bisa dikurangi," tuturnya. "Termasuk belanja modal yang non infrastuktur, misalnya dengan melakukan moratorium pembangunan gedung kantor. Sudah saatnya dikurangi, arahkan ke belanja modal untuk masyarakat luas," lanjut Mardiasmo.
Terkait transfer anggaran ke daerah, Mardiasmo menekankan pentingnya singkronisasi penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) secara terpadu antara pemerintah provinsi dan pemerintah kota. "Bisa tidak gubernur memadukan DAK di kabupaten/kota agar sinkron? Supaya nyambung. Gubernur adalah kordinator di kabupaten/kota masing-masing," tuturnya.
Mantan Ketua BPKP itu mengingatkan kembali arahan presiden soal percepatan pembangunan infrastruktur. Intinya, belanja-belanja yang prioritas harus didorong, sedangkan yang sifatnya bukan untuk mendanai infrastruktur harap dikurangi. "Salah satu reformasi yang juga ditekankan (presiden) adalah reformasi anggaran, kalau perlu revolusi anggaran," jelasnya.
Untuk itu, lanjutnya, paradigma yang keliru soal pemerataan anggaran harus diubah berdasarkan skala prioritas. Karenanya, tidah harus selalu anggaran diterima sama oleh setiap kuasa pengguna anggaran. "Harus ada fokus prioritasnya apa. Setiap provinsi punya ciri khas, fokus, prioritas, dan berorientasi pada kepentingan publik. Sehingga betul-betul money follows program dan priorities," katanya.
"Penambahan defisit itu berarti ada tambahan pembiayaan (sekitar) Rp46 triliun," kata Suahasil dalam acara peluncuran Buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2015 di kantor Bank Indonesia (BI), Jakarta, Kamis (27/4). Dia menerangkan tambahan pembiayaan tersebut rencananya akan dipenuhi dari saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp19 triliun. Sementara sisanya sekitar Rp27 triliun akan dipenuhi dari penambahan utang negara.
Menurut Suahasil, melesetnya target penerimaan pajak pada tahun tahun lalu menjadi dasar pertimbangan pemerintah untuk mengusulkan pelebaran defisit pada tahun ini. Selain itu, lanjutnya, harga minyak mentah yang lebih rendah dibandingkan dengan yang diasumsikan pemerintah juga menambah risiko fiskal. "Harus ada terobosan dalam pajak. Apa itu? Ya pengampunan pajak (tax amnesty)," ujarnya.
Selain diharapkan bisa menambah penerimaan pajak, Suahasil mengatakan tax amnesty juga bisa menjadi insentif bagi wajib pajak yang merepatriasi asetnya dari luar negeri ke Indonesia. Dalam RUU Pengampunan Pajak, WP yang hanya melaporkan kekayaannya ke DJP diwajibkan membayar uang tebusan dengan tarif berjenjang tergantung periode pengajuan permohonan tax amnesty, yakni mulai dari 2 persen, 4 persen, hingga 6 persen. Sementara untuk WP yang melaporkan sekaligus merepatriasi asetnya dikenakan tarif uang tebusan yang lebih rendah, yakni mulai dari 1 persen, 2 persen, atau 3 persen.Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berpotensi membengkak menjadi 2,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun depan seiring dengan meningkatnya kebutuhan belanja prioritas.
Guna meredam risiko pelebaran defisit fiskal, Kementerian Keuangan mendorong moratorium pembangunan kantor pemerintahan baru pada tahun depan. "Ini masih perencanaan awal untuk penganggaran 2017. Defisit anggaran (kemungkinan) 2,3-2,6 persen terhadap PDB," ujar Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo pada acara Musyawarah Perencanaan pembangunan (Musrenbang) di Jakarta, Rabu (20/4).
Untuk mendukung percepatan pembangunan, Mardiasmo mengatakan pemerintah akan memperluas basis pajak pada tahun depan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui penegakan hukum ( law enforcement). Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga akan mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terutama yang bersumber dari sumber daya alam (SDA) non minyak dan gas.
Pada kesmepatan itu, Mardiasmo mengingatkan seluruh kementerian dan lembaga (K/L) serta pemerintah daerah untuk menyinergikan postur APBD dengan APBN. Fokus penganggaran tahun depan lebih diarahkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
"Belanja barang ada yang mengikat dan ada yang mendukung. Selama bisa dipertanggungjawabkan tidak apa-apa (dipakai), tapi kalau hanya untuk dihabiskan mungkin bisa dikurangi," tuturnya. "Termasuk belanja modal yang non infrastuktur, misalnya dengan melakukan moratorium pembangunan gedung kantor. Sudah saatnya dikurangi, arahkan ke belanja modal untuk masyarakat luas," lanjut Mardiasmo.
Terkait transfer anggaran ke daerah, Mardiasmo menekankan pentingnya singkronisasi penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) secara terpadu antara pemerintah provinsi dan pemerintah kota. "Bisa tidak gubernur memadukan DAK di kabupaten/kota agar sinkron? Supaya nyambung. Gubernur adalah kordinator di kabupaten/kota masing-masing," tuturnya.
Mantan Ketua BPKP itu mengingatkan kembali arahan presiden soal percepatan pembangunan infrastruktur. Intinya, belanja-belanja yang prioritas harus didorong, sedangkan yang sifatnya bukan untuk mendanai infrastruktur harap dikurangi. "Salah satu reformasi yang juga ditekankan (presiden) adalah reformasi anggaran, kalau perlu revolusi anggaran," jelasnya.
Untuk itu, lanjutnya, paradigma yang keliru soal pemerataan anggaran harus diubah berdasarkan skala prioritas. Karenanya, tidah harus selalu anggaran diterima sama oleh setiap kuasa pengguna anggaran. "Harus ada fokus prioritasnya apa. Setiap provinsi punya ciri khas, fokus, prioritas, dan berorientasi pada kepentingan publik. Sehingga betul-betul money follows program dan priorities," katanya.
Baru 3 Bulan, PT Timah Telah Alammi Kerugian Senilai Rp 138 Milyar
PT Timah (Persero) Tbk membukukan kerugian sebesar Rp138,84 miliar selama tiga bulan pertama 2016, meningkat 2.069 persen dibandingkan kerugian periode yang sama tahun lalu Rp6,4 miliar. Dalam Laporan Keuangan Kuartal I 2016 yang dirilis pada Kamis (28/4) terungkap, kerugian Timah membengkak menyusul merosotnya pendapatan usaha sebesar 5,22 persen bersamaan dengan meningkatnya beban pokok pendapatan sebesar 5,85 persen.
Apabila pada kuartal I 2015 Antam bisa membukukan pendapatan usaha sebesar Rp1,37 triliun, maka pada Januari-Maret 2016 pendapatan yang masuk ke kas Timah susut Rp71,7 miliar menjadi hanya Rp1,3 triliun. Sebaliknya, beban pokok pendapatan Timah justru meningkat dari menjadi Rp1,29 triliun dari sebelumnya Rp1,22 triliun.
Performa negatif keuangan Timah berbanding lusur dengan merosotnya produksi emiten berkode TINS ini. Pada kuartal I 2016, produksi bijih TINS anjlok 48,81 persen menjadi 3.405 ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebanyak 6.653 ton.
Demikian pula dengan produksi logam timah, yang turun 40,42 persen menjadi 4.205 metrik ton (Mton) dibandingkan dengan realisasi produksi kuartal I 2015 yang mencapai 7.057 Mton.
Beruntung masih terjadi kenaikan penjualan logam timah sebesar 8,03 persen menjadi 5.730 Mton dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5.304 Mton. Kendati demikian, harga saham TINS naik sebesar 46,53 persen pada kuartal I 2016, dari Rp505 per lembar saham pada akhir Desember 105 menjadi Rp740 per lembar saham per 31 Maret 2016.
Perseroan menyatakan meski harga timah mulai beranjak naik pada pertengahan Maret 2016, tetapi belum mampu menutupi rendahnya harga sejak awal tahun ini. Untuk itu, Timah akan melanjutkan upaya penghematan guna menekan harga pokok produksi yang maksimal, "sehingga dengan harga logam timah di pasar mulai pulih diharapkan perolehan laba (tahun ini) sesuai target yang diharapkan."
Meski kinerja turun, TINS tetap akan melanjutkan pengembangan bisnis hilirisasi, yang antara lain dilakukan elwat anak usahanya PT Timah Industri yang memproduksi tin solder dan tin chemical.
"Pada akhir tahun 2015 sudah selesai dibangun pabrik intermediate serta pabrik SnCl4, sehingga tidak diperlukan lagi impor bahan baku. Dengan demikian, Perusahaan bisa menekan harga pokok produksi dan membuat harga produk lebih bersaing di pasaran dunia," jelas Timah melalui siaran persnya. PT Timah (Persero) Tbk menargetkan pendapatan sebesar Rp 10 triliun pada tahun depan karena mengharapkan kenaikan harga komoditas logam dan optimistis lini bisnis non-timah menyumbang signifikan.
Sebelumnya, perseroan memasang target pendapatan sebesar Rp 10 triliun pada tahun ini. Namun, target tersebut direvisi turun menjadi Rp 7,5 triliun menyusul anjloknya harga komoditas. “Proyeksi revenue (pendapatan) tahun ini paling tidak Rp 7,5 triliun. Sementara tahun depan bisa Rp 10 triliun,” ujar Direktur Utama PT Timah, Sukrisno, dalam Investor Summit di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (10/11).
Sejak Januari hingga September 2015, kata Sukrisno, Timah telah mencatatkan pendapatan sebesar Rp 5,14 triliun atau naik 13,27 persen dibandingkan dengan perolehan tahun lalu. Sayangnya, hal itu diikuti oleh beban pokok pendapatan yang juga meningkat menjadi Rp 4,63 triliun, dari Rp 3,3 triliun.
Di sisi lain, lanjutnya, harga logam menyentuh US$ 16.516 per ton pada kuartal III 2015 atau rata-rata turun 27,14 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sukrisno menyebut perlambatan ekonomi Amerika dan China sebagai menyebabkan permintaan turun dan menurunkan harga komoditas.
“Saya harapkan pada tahun depan harga timah bisa naik lagi ke kisaran US$ 20 ribu per ton. Hal itu bisa mendongkrak pendapatan kami,” jelasnya. Sukrisno menyatakan perseroan pada tahun depan bakal mendapat tambahan pendapatan dari bisnis non-timah, seperti dari proyek properti, rumah sakit dan docking atau galangan kapal.
“Tahun depan porsinya jadi 75 persen timah, 25 persen non timah. Kita juga berharap harga timah bakal membaik,” jelasnya. Dia menambahkan, PT Timah juga akan menaikkan belanja modal (capital expenditure/capex) pada tahun depan guna mendanai penambahan beberapa fasilitas produksi.
“Capex tahun depan di atas Rp 1 triliun. Dananya untuk replacement, peralatan produksi dan fuming smelter,” jelasnya. Mengenai asal dana, Sukrisno menyatakan dana capex bakal berasal dari kombinasi antara kas internal dan pinjaman bank. Namun, ia belum menghitung komposisi dana yang bakal digunakan. “Untuk komposisi dana capex masih dihitung. Tapi untungnga kami enggak pernah susah kalu mencari pinjaman bank,” ujarnya.
Apabila pada kuartal I 2015 Antam bisa membukukan pendapatan usaha sebesar Rp1,37 triliun, maka pada Januari-Maret 2016 pendapatan yang masuk ke kas Timah susut Rp71,7 miliar menjadi hanya Rp1,3 triliun. Sebaliknya, beban pokok pendapatan Timah justru meningkat dari menjadi Rp1,29 triliun dari sebelumnya Rp1,22 triliun.
Performa negatif keuangan Timah berbanding lusur dengan merosotnya produksi emiten berkode TINS ini. Pada kuartal I 2016, produksi bijih TINS anjlok 48,81 persen menjadi 3.405 ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebanyak 6.653 ton.
Demikian pula dengan produksi logam timah, yang turun 40,42 persen menjadi 4.205 metrik ton (Mton) dibandingkan dengan realisasi produksi kuartal I 2015 yang mencapai 7.057 Mton.
Beruntung masih terjadi kenaikan penjualan logam timah sebesar 8,03 persen menjadi 5.730 Mton dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5.304 Mton. Kendati demikian, harga saham TINS naik sebesar 46,53 persen pada kuartal I 2016, dari Rp505 per lembar saham pada akhir Desember 105 menjadi Rp740 per lembar saham per 31 Maret 2016.
Perseroan menyatakan meski harga timah mulai beranjak naik pada pertengahan Maret 2016, tetapi belum mampu menutupi rendahnya harga sejak awal tahun ini. Untuk itu, Timah akan melanjutkan upaya penghematan guna menekan harga pokok produksi yang maksimal, "sehingga dengan harga logam timah di pasar mulai pulih diharapkan perolehan laba (tahun ini) sesuai target yang diharapkan."
Meski kinerja turun, TINS tetap akan melanjutkan pengembangan bisnis hilirisasi, yang antara lain dilakukan elwat anak usahanya PT Timah Industri yang memproduksi tin solder dan tin chemical.
"Pada akhir tahun 2015 sudah selesai dibangun pabrik intermediate serta pabrik SnCl4, sehingga tidak diperlukan lagi impor bahan baku. Dengan demikian, Perusahaan bisa menekan harga pokok produksi dan membuat harga produk lebih bersaing di pasaran dunia," jelas Timah melalui siaran persnya. PT Timah (Persero) Tbk menargetkan pendapatan sebesar Rp 10 triliun pada tahun depan karena mengharapkan kenaikan harga komoditas logam dan optimistis lini bisnis non-timah menyumbang signifikan.
Sebelumnya, perseroan memasang target pendapatan sebesar Rp 10 triliun pada tahun ini. Namun, target tersebut direvisi turun menjadi Rp 7,5 triliun menyusul anjloknya harga komoditas. “Proyeksi revenue (pendapatan) tahun ini paling tidak Rp 7,5 triliun. Sementara tahun depan bisa Rp 10 triliun,” ujar Direktur Utama PT Timah, Sukrisno, dalam Investor Summit di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (10/11).
Sejak Januari hingga September 2015, kata Sukrisno, Timah telah mencatatkan pendapatan sebesar Rp 5,14 triliun atau naik 13,27 persen dibandingkan dengan perolehan tahun lalu. Sayangnya, hal itu diikuti oleh beban pokok pendapatan yang juga meningkat menjadi Rp 4,63 triliun, dari Rp 3,3 triliun.
Di sisi lain, lanjutnya, harga logam menyentuh US$ 16.516 per ton pada kuartal III 2015 atau rata-rata turun 27,14 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sukrisno menyebut perlambatan ekonomi Amerika dan China sebagai menyebabkan permintaan turun dan menurunkan harga komoditas.
“Saya harapkan pada tahun depan harga timah bisa naik lagi ke kisaran US$ 20 ribu per ton. Hal itu bisa mendongkrak pendapatan kami,” jelasnya. Sukrisno menyatakan perseroan pada tahun depan bakal mendapat tambahan pendapatan dari bisnis non-timah, seperti dari proyek properti, rumah sakit dan docking atau galangan kapal.
“Tahun depan porsinya jadi 75 persen timah, 25 persen non timah. Kita juga berharap harga timah bakal membaik,” jelasnya. Dia menambahkan, PT Timah juga akan menaikkan belanja modal (capital expenditure/capex) pada tahun depan guna mendanai penambahan beberapa fasilitas produksi.
“Capex tahun depan di atas Rp 1 triliun. Dananya untuk replacement, peralatan produksi dan fuming smelter,” jelasnya. Mengenai asal dana, Sukrisno menyatakan dana capex bakal berasal dari kombinasi antara kas internal dan pinjaman bank. Namun, ia belum menghitung komposisi dana yang bakal digunakan. “Untuk komposisi dana capex masih dihitung. Tapi untungnga kami enggak pernah susah kalu mencari pinjaman bank,” ujarnya.
Data dan Kondisi Perekonomian Indonesia Selama Tahun 2015
Kondisi perekonomian Indonesia selama 2015 berlangsung tidak begitu baik. Sisi eksternal memberikan pengaruh yang cukup signifikan, terlihat dari ekonomi yang masih melambat dan gejolak pada pasar keuangan. Sisi eksternal tersebut di antaranya adalah ketidakseimbangan dalam pemulihan ekonomi global yang mengakibatkan divergensi siklus kebijakan moneter antara berbagai negara. Mulai dari Amerika Serikat (AS), China, Eropa dan Jepang.
"Situasi di tataran global membawa dampak buruk terhadap perekonomian Indonesia karena adanya sejumlah permasalahan struktural pada perekonomian domestik," ujar Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, dalam acara peluncuran buku perekonomian 2015 di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (28/4/2016).
Apalagi dengan kondisi harga komoditas yang terus merosot. Struktur ekspor Indonesia yang lebih berbasis sumber daya alam memberikan pengaruh signifikan, terutama pada perlambatan kinerja di berbagai sektor perekonomian. "Merosotnya harga komoditas berdampak signifikan pada kinerja ekspor," imbuhnya.
Rupiah melemah cukup signifikan terhadap dolar AS pada tahun lalu. Namun, karena masih tingginya ketergantungan impor bahan baku dalam produk atau kegiatan ekspor menyebabkan sektor industri berorientasi ekspor tidak dapat secara optimal memanfaatkan depresiasi rupiah. Pada sisi lain, kurang berkembangnya sumber-sumber pembiayaan domestik menyebabkan tingginya ketergantungan pada sumber pembiayaan luar negeri. Terutama dalam bentuk arus modal portofolio dan utang luar negeri swasta.
"Kita padahal ketahui bersama bahwa arus modal portofolio dan utang luar negeri swasta sangat dipengaruhi oleh dinamika global dan rentan terhadap fluktuasi nilai tukar," terang Agus. Ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,8%, inflasi pada level 3,35%, defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) 2,06% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Meski demikian Indonesia merupakan salah satu negara emerging markets yang perekonomiannya tetap stabil dan realtif tumbuh tinggi dibandingkan negara lain. Brasil dan Rusia bahkan mengalami resesi," pungkasnya. Perekonomian Indonesia pada 2015 menghadapi banyak tekanan eksternal. Ekonomi tumbuh melambat dengan realisasi sebesar 4,8% dan rupiah melemah cukup signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Dari kondisi tersebut, ada beberapa pelajaran yang mesti menjadi perhatian Indonesia. Pertama, kebijakan makroekonomi diterapkan secara disiplin, hati-hati, konsiten dan tepat waktu, baik fiskal maupun moneter. "Ini menjadi kunci dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, dalam acara peluncuran buku perekonomian 2015 di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (28/4/2016).
Kedua, adalah disiplin kebijakan makroekonomi yang didukung oleh sinergi kebijakan yang kuat antar pemangku kebijakan. Berlaku bagi pemerintah pusat, dan daerah serta BI dan otoritas terkait lainnya. "Kebijakan yang tepat dengan sinergi yang kuat, tidak hanya membawa perekonomian Indonesia dapat melewati terpaan guncangan, tetapi juga menempatkan perekonomian pada posisi yang tepat untuk mendapatkan momentum pertumbuhan," jelasnya.
Ketiga, adalah pentingnya implementasi reformasi struktural dan diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi, termasuk hilirisasi yang dapat memperkuat fondasi perekonomian. Sehingga perekonomianmenjadi lebih berdaya tahan dan tumbuh secara berkelanjutan. "Pelajaran ini menjadi bekal penting karena kami meyakini tidak ada yang kebetulan dan dinamika ekonomi suatu bangsa. Kemampuan kita dalam menarik pelajaran dari masa lalu akan menentukan masa depan ekonomi yang mampu kita bentuk," papar Agus.
"Situasi di tataran global membawa dampak buruk terhadap perekonomian Indonesia karena adanya sejumlah permasalahan struktural pada perekonomian domestik," ujar Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, dalam acara peluncuran buku perekonomian 2015 di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (28/4/2016).
Apalagi dengan kondisi harga komoditas yang terus merosot. Struktur ekspor Indonesia yang lebih berbasis sumber daya alam memberikan pengaruh signifikan, terutama pada perlambatan kinerja di berbagai sektor perekonomian. "Merosotnya harga komoditas berdampak signifikan pada kinerja ekspor," imbuhnya.
Rupiah melemah cukup signifikan terhadap dolar AS pada tahun lalu. Namun, karena masih tingginya ketergantungan impor bahan baku dalam produk atau kegiatan ekspor menyebabkan sektor industri berorientasi ekspor tidak dapat secara optimal memanfaatkan depresiasi rupiah. Pada sisi lain, kurang berkembangnya sumber-sumber pembiayaan domestik menyebabkan tingginya ketergantungan pada sumber pembiayaan luar negeri. Terutama dalam bentuk arus modal portofolio dan utang luar negeri swasta.
"Kita padahal ketahui bersama bahwa arus modal portofolio dan utang luar negeri swasta sangat dipengaruhi oleh dinamika global dan rentan terhadap fluktuasi nilai tukar," terang Agus. Ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,8%, inflasi pada level 3,35%, defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) 2,06% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Meski demikian Indonesia merupakan salah satu negara emerging markets yang perekonomiannya tetap stabil dan realtif tumbuh tinggi dibandingkan negara lain. Brasil dan Rusia bahkan mengalami resesi," pungkasnya. Perekonomian Indonesia pada 2015 menghadapi banyak tekanan eksternal. Ekonomi tumbuh melambat dengan realisasi sebesar 4,8% dan rupiah melemah cukup signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Dari kondisi tersebut, ada beberapa pelajaran yang mesti menjadi perhatian Indonesia. Pertama, kebijakan makroekonomi diterapkan secara disiplin, hati-hati, konsiten dan tepat waktu, baik fiskal maupun moneter. "Ini menjadi kunci dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, dalam acara peluncuran buku perekonomian 2015 di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (28/4/2016).
Kedua, adalah disiplin kebijakan makroekonomi yang didukung oleh sinergi kebijakan yang kuat antar pemangku kebijakan. Berlaku bagi pemerintah pusat, dan daerah serta BI dan otoritas terkait lainnya. "Kebijakan yang tepat dengan sinergi yang kuat, tidak hanya membawa perekonomian Indonesia dapat melewati terpaan guncangan, tetapi juga menempatkan perekonomian pada posisi yang tepat untuk mendapatkan momentum pertumbuhan," jelasnya.
Ketiga, adalah pentingnya implementasi reformasi struktural dan diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi, termasuk hilirisasi yang dapat memperkuat fondasi perekonomian. Sehingga perekonomianmenjadi lebih berdaya tahan dan tumbuh secara berkelanjutan. "Pelajaran ini menjadi bekal penting karena kami meyakini tidak ada yang kebetulan dan dinamika ekonomi suatu bangsa. Kemampuan kita dalam menarik pelajaran dari masa lalu akan menentukan masa depan ekonomi yang mampu kita bentuk," papar Agus.
Kemudahan Berbisnis Di Indonesia Naik Dari 109 Menjadi Peringkat 40
Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja merilis Paket Ekonomi Jilid XII. Melalui paket ekonomi, Jokowi menargetkan peringkat kemudahan bisnis atau ease of doing business di Indonesia bisa mencapai level 40 tahun depan. "Sebelumnya 120, menjadi 109 tahun ini. Tahun depan peringkat 40. Saya nggak mau tanggung-tanggung kasih target," ujar Jokowi di Istana Negara, Kamis (28/4/2016)
Jokowi menambahkan, dia sudah mendapat laporan bahwa berbagai peraturan daerah (perda) yang menghambat kemudahan berusaha, sudah mulai dihapuskan. Perda bermasalah itu antara lain mengatur soal retribusi dan perizinan usaha.
Harapannya, kata Jokowi, berbagai upaya deregulasi yang dilakukan pemerintah akan mendorong pertumbuhan investasi, terutama di sektor UKM. "Sebenarnya, ada atau tidak peringkat, kita harus memperbaiki regulasi supaya bisa bersaing," kata Jokowi.
Sebagai informasi, Presiden Jokowi telah meluncurkan Paket Ekonom jilid XII yang isinya berupa kemudahan berbisnis (ease of doing business) untuk UKM. Kemudahan berbisnis ini dalam bentuk deregulasi sejumlah peraturan yang selama ini dinilai menghambat bisnis UKM.
Peringkat ease of doing business Indonesia, sebagaimana survei Bank Dunia, saat ini berada pada peringkat ke-109 dari 189 negara yang disurvei. Posisi ini tertinggal dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Singapura posisi 1, Malaysia posisi 18, Thailand posisi 49, Brunei Darussalam posisi 84, Vietnam posisi 90 dan Filipina posisi 103.
Jokowi menambahkan, dia sudah mendapat laporan bahwa berbagai peraturan daerah (perda) yang menghambat kemudahan berusaha, sudah mulai dihapuskan. Perda bermasalah itu antara lain mengatur soal retribusi dan perizinan usaha.
Harapannya, kata Jokowi, berbagai upaya deregulasi yang dilakukan pemerintah akan mendorong pertumbuhan investasi, terutama di sektor UKM. "Sebenarnya, ada atau tidak peringkat, kita harus memperbaiki regulasi supaya bisa bersaing," kata Jokowi.
Sebagai informasi, Presiden Jokowi telah meluncurkan Paket Ekonom jilid XII yang isinya berupa kemudahan berbisnis (ease of doing business) untuk UKM. Kemudahan berbisnis ini dalam bentuk deregulasi sejumlah peraturan yang selama ini dinilai menghambat bisnis UKM.
Peringkat ease of doing business Indonesia, sebagaimana survei Bank Dunia, saat ini berada pada peringkat ke-109 dari 189 negara yang disurvei. Posisi ini tertinggal dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Singapura posisi 1, Malaysia posisi 18, Thailand posisi 49, Brunei Darussalam posisi 84, Vietnam posisi 90 dan Filipina posisi 103.
China Alami Pertumbuhan Ekonomi Terburuk Sejak 2009
Ekonomi China tumbuh 6,7% pada kuartal I-2016. Pertumbuhan ini termasuk yang paling lambat dalam tujuh tahun terakhir. Meskipun demikian, indikator lain menunjukkan perlambatan ekonomi di negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia ini mulai pulih.
Seperti dikutip dari Reuters, Jumat (15/4/2016), pertumbuhan ekonomi China di kuartal I itu lebih rendah dibandingkan posisi kuartal IV-2015 sebesar 6,8% Ekonomi China tumbuh 6,9% pada tahun 2015, dan merupakan tingkat paling rendah dalam 25 tahun terakhir.
Para analis memperkirakan ekonomi China masih akan lesu di tahun ini. Diperkiraan ekonomi negeri tirai bambu akan tumbuh 6,5% bahkan setelah pemerintah melonggarkan kebijakan fiskal dan memotong suku bunganya lagi.
Namun, masih ada data-data yang mengisyaratkan ekonomi China mulai membaik berkat efek kebijakan pemerintah setempat. Pertumbuhan investasi aset tetap China tumbuh cepat menjadi 10,7% year on year pada periode Januari hingga Maret, mengalahkan ekspektasi pasar 10,3%.
Pertumbuhan produk industri melaju hingga 6,8%, melampaui predkis analis yang memperkirakan naik 5,9% secara tahunan setelah kenaikan 5,4% pada Januari hingga Februari. Ekspor bulan Maret yang dirilis awal pekan ini juga menunjukan pemulihan yang tak terduga, meskipun beberapa ekonom memperingatkan efek dari liburan Tahun Baru Imlek tahun lalu bisa menjadi faktor.
Arus keluar modal merupakan fokus utama pada akhir tahun 2015 yang juga tampaknya telah mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir seiring dengan kenaikan dolar.
Seperti dikutip dari Reuters, Jumat (15/4/2016), pertumbuhan ekonomi China di kuartal I itu lebih rendah dibandingkan posisi kuartal IV-2015 sebesar 6,8% Ekonomi China tumbuh 6,9% pada tahun 2015, dan merupakan tingkat paling rendah dalam 25 tahun terakhir.
Para analis memperkirakan ekonomi China masih akan lesu di tahun ini. Diperkiraan ekonomi negeri tirai bambu akan tumbuh 6,5% bahkan setelah pemerintah melonggarkan kebijakan fiskal dan memotong suku bunganya lagi.
Namun, masih ada data-data yang mengisyaratkan ekonomi China mulai membaik berkat efek kebijakan pemerintah setempat. Pertumbuhan investasi aset tetap China tumbuh cepat menjadi 10,7% year on year pada periode Januari hingga Maret, mengalahkan ekspektasi pasar 10,3%.
Pertumbuhan produk industri melaju hingga 6,8%, melampaui predkis analis yang memperkirakan naik 5,9% secara tahunan setelah kenaikan 5,4% pada Januari hingga Februari. Ekspor bulan Maret yang dirilis awal pekan ini juga menunjukan pemulihan yang tak terduga, meskipun beberapa ekonom memperingatkan efek dari liburan Tahun Baru Imlek tahun lalu bisa menjadi faktor.
Arus keluar modal merupakan fokus utama pada akhir tahun 2015 yang juga tampaknya telah mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir seiring dengan kenaikan dolar.
Ekonomi Amerika Serikat Terjun Bebas Hanya Tumbuh 0,5% Selama 3 Bulan Terakhir
Sepanjang kuartal I-2016, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) hanya tumbuh 0,5%. Jatuh ke tingkat terendahnya dalam 2 tahun terakhir. Melemahnya konsumsi masyarakat dan penguatan dolar AS menjadi penyebabnya. Penguatan dolar, membuat ekspor AS turun, karena barang asal AS menjadi mahal bagi negara-negara partnernya.
Dilansir dari Reuters, Kamis (28/4/2016), laju pertumbuhan ekonomi AS ini melambat dibandingkan kuartal IV-2015 yang besarannya 1,4%. Pertumbuhan ekonomi ini adalah terendah sejak kuartal I-2014 lalu. Selain itu, harga minyak yang jatuh dalam juga memperlambat laju ekonomi AS. Karena keuntungan perusahaan-perusahaan minyak menurun.
Hampir semua sektor melembah pertumbuhannya sepanjang kuartal I-2016 ini, hanya sektor perumahan yang masih positif. Konsumsi masyarakat, yang mewakili 2/3 dari aktivitas ekonomi AS, meningkat 1,9%. Ini merupakan pertumbuhan terendah sejak kuartal I-2015. Ini karena masyarakat mengurangi pembelian kendaraan, meski harga bensin murah.
Sementara investasi dari swasta turun 5,9%, ini merupakan penurunan terendah sejak krisis finansial di 2009 lalu. Eksplorasi minyak dan gas turun 86% atau rekor baru, karena anjloknya harga minyak dunia. Meski ekonomi melambat, angka pengangguran di AS turun ke bawah 5% di Januari.
Dilansir dari Reuters, Kamis (28/4/2016), laju pertumbuhan ekonomi AS ini melambat dibandingkan kuartal IV-2015 yang besarannya 1,4%. Pertumbuhan ekonomi ini adalah terendah sejak kuartal I-2014 lalu. Selain itu, harga minyak yang jatuh dalam juga memperlambat laju ekonomi AS. Karena keuntungan perusahaan-perusahaan minyak menurun.
Hampir semua sektor melembah pertumbuhannya sepanjang kuartal I-2016 ini, hanya sektor perumahan yang masih positif. Konsumsi masyarakat, yang mewakili 2/3 dari aktivitas ekonomi AS, meningkat 1,9%. Ini merupakan pertumbuhan terendah sejak kuartal I-2015. Ini karena masyarakat mengurangi pembelian kendaraan, meski harga bensin murah.
Sementara investasi dari swasta turun 5,9%, ini merupakan penurunan terendah sejak krisis finansial di 2009 lalu. Eksplorasi minyak dan gas turun 86% atau rekor baru, karena anjloknya harga minyak dunia. Meski ekonomi melambat, angka pengangguran di AS turun ke bawah 5% di Januari.
Pemerintah Terbitkan Surat Utang Ritel Dengan Fitur Unik Senilai Rp. 3 Triliun
Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro hari ini resmi menerbitkan Saving Bond Ritel (SBR) seri SBR002. Target perolehan dana dari penerbitan SBR seri SBR002 adalah Rp 3 triliun. Penerbitan Saving Bonds Ritel (SBR) kali ini difokuskan untuk keperluan menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Beberapa sektor di Indonesia dinilai masih membutuhkan pendanaan dalam negeri untuk menyelesaikan berbagai proyek pembangunan yang tengah berjalan.
"Masih membutuhkan belanja yang besar. Contoh kita masih banyak isu mengenai kemiskinan,unemployment belum lagi isu masih tertinggalnya infrastruktur dibandingkan negara tetangga. Isu pendidikan dan sarana kesehatan dan berbagai kebutuhan dasar masyarakat," jelas Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat penerbitan Saving Bond Ritel (SBR) seri SBR002 di Gedung Djuanda I, Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (28/4/2016).
Pengentasan kemiskinan dan merampungkan berbagai proyek infrastruktur yang sedang berjalan menjadi salah satu alasan diterbitkannya surat utang ritel di tahun 2016. "Kebutuhan belanja dalam anggaran memang besar. Kita ingin perlahan-lahan menyelesaikan permasalahan pengangguran, kemiskinan, hingga infrastruktur," ujar Bambang.
Terlebih lagi, Indonesia tidak bisa lagi bergantung dari pendapatan migas karena minimnya produksi dalam negeri. Pihaknya juga menyayangkan rendahnya angka kepatuhan pajak masyarakat Indonesia sehingga mempengaruhi pembangunan berkelanjutan. "Dari sisi penerimaan, kebetulan kita bukan bergantung migas. Di satu sisi kepatuhan pajak masih rendah," imbuh Bambang.
Ditemui di tempat yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan dan Pembiyaan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Robert Pakpahan berharap dengan diterbitkannya Saving Bonds Ritel seri SBR002 kali ini dapat menampung sedikitnya Rp 3 triliun dana individu. "Targetnya Rp 3 triliun. Penawaran agen penjual lebih dari Rp 3 triliun mendekati Rp 4 triliun," ujar Robert.
Tingkap kupon untuk periode 3 bulan pertama (26 Mei-20 Agustus 2016) adalah 7,5%. Kemudian tingkat kupon berikutnya akan disesuaikan setiap 3 bulan pada tanggal penyesuaian kupon sampai dengan tanggal jatuh tempo. Pemerintah baru saja menerbitkan Saving Bonds Ritel (SBR) dengan target capaian Rp 3 triliun. Surat utang ritel seri SBR002 memiliki beberapa karakteristik khusus mulai dari tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder dan tidak dapat dicairkan sampai dengan jatuh tempo, kecuali pada masa pelunasan sebelum jatuh tempo atau early redemption.
Adanya dua fitur baru tersebut diharapkan mampu menarik minat investor individu untuk menyimpan uangnya di instrumen surat utang ritel.
"Fitur baru SBR002 ada 2, yaitu early redemption dan kemudahan sebagai jaminan," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Robert Pakpahan saat peresmian SBR002 di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (28/4/2016). Pencairan atau early redemption bisa dilakukan sebanyak 50% setelah satu tahun masa SBR002 berjalan. Pencairan tersebut visa dilakukan kepada setiap agen penjual SBR di awal pembelian.
"Bisa dijual ke pemerintah disampaikan ke agen penjual. Agen penjual yang menyampaikan kepada pemerintah karena instrumennya tidak dapat diperdagangkan," tutur Robert. Selain itu, untuk menyasar target individu, pemerintah juga telah melakukan sosialisasi ke beberapa kota besar di Indonesia untuk memberikan edukasi mengenai instrumen keuangan yang belum banyak dipahami masyarakat.
Kami melakukan marketing di 6 kota Pekanbaru, Palembang, Manado, Pontianak dan Bandung untuk memberikan pemahaman," terang Robert. SBR002 dengan tema investasi aman, pesisir nyaman juga berkomitmen untuk menjaga kelestarian mangrove di pesisir utara jawa yang kian memprihatinkan.
"Fokus tidak hanya mangrove tapi memberdayakan kawasan mangrove sehingga mendapatkan manfaat maksimal masyarakat sekitar mangrove," imbuh Robert. Dirinya juga berharap dengan diterbitkannya SBR002 dapat membiayai pembangunan di berbagai sektor untuk pembangunan berkelanjutan.
"Besar harapan kami penerbitan SBR002 bisa berjalan lancar," tutup Robert. Pemerintah hari ini akan menerbitkan Saving Bond Ritel (SBR) seri SBR002. SBR merupakan instrumen obligasi negara untuk jenis ritel yang bertujuan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Masa penawaran akan dimulai pada 28 April sampai dengan 19 Mei 2016. Sedangkan penjatahan dilanjutkan pada 23 Mei 2016 dan setelmen pada 25 Mei 2016. Jatuh tempo obligasi adalah 20 Mei 2018. "Hari ini kita penerbitan SBR002," ungkap Direktur Strategi dan Portofolio Utang, Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Scenaider Siahaan .
SBR002 memiliki karateristik khusus, yaitu tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder, tidak dapat dicairkan sampai dengan jatuh tempo, kecuali pada masa pelunasan sebelum jatuh tempo atau early redemption. Untuk minimum pemesanan ditetapkan Rp 5 juta dan maksimal Rp 5 miliar. Jenis kupon adalah mengambang dengan tingkat kupon minimal dan mengacu kepada tingkat bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Tingkap kupon untuk periode 3 bulan pertama (26 Mei-20 Agustus 2016) adalah 7,5%.Kemudian tingkat kupon berikutnya akan disesuaikan setiap 3 bulan pada tanggal penyesuaian kupon sampai dengan jatuh tempo. "Kupon yang berlaku 7,5%," tegasnya. Tema yang diusung dalam SBR002 adalah investasi aman, pesisir nyaman. Penerbitan obligasi ini dipercayakan melalui 24 agen penjual, dengan 18 bank dan 6 perusahaan sekuritas.
"Masih membutuhkan belanja yang besar. Contoh kita masih banyak isu mengenai kemiskinan,unemployment belum lagi isu masih tertinggalnya infrastruktur dibandingkan negara tetangga. Isu pendidikan dan sarana kesehatan dan berbagai kebutuhan dasar masyarakat," jelas Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat penerbitan Saving Bond Ritel (SBR) seri SBR002 di Gedung Djuanda I, Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (28/4/2016).
Pengentasan kemiskinan dan merampungkan berbagai proyek infrastruktur yang sedang berjalan menjadi salah satu alasan diterbitkannya surat utang ritel di tahun 2016. "Kebutuhan belanja dalam anggaran memang besar. Kita ingin perlahan-lahan menyelesaikan permasalahan pengangguran, kemiskinan, hingga infrastruktur," ujar Bambang.
Terlebih lagi, Indonesia tidak bisa lagi bergantung dari pendapatan migas karena minimnya produksi dalam negeri. Pihaknya juga menyayangkan rendahnya angka kepatuhan pajak masyarakat Indonesia sehingga mempengaruhi pembangunan berkelanjutan. "Dari sisi penerimaan, kebetulan kita bukan bergantung migas. Di satu sisi kepatuhan pajak masih rendah," imbuh Bambang.
Ditemui di tempat yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan dan Pembiyaan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Robert Pakpahan berharap dengan diterbitkannya Saving Bonds Ritel seri SBR002 kali ini dapat menampung sedikitnya Rp 3 triliun dana individu. "Targetnya Rp 3 triliun. Penawaran agen penjual lebih dari Rp 3 triliun mendekati Rp 4 triliun," ujar Robert.
Tingkap kupon untuk periode 3 bulan pertama (26 Mei-20 Agustus 2016) adalah 7,5%. Kemudian tingkat kupon berikutnya akan disesuaikan setiap 3 bulan pada tanggal penyesuaian kupon sampai dengan tanggal jatuh tempo. Pemerintah baru saja menerbitkan Saving Bonds Ritel (SBR) dengan target capaian Rp 3 triliun. Surat utang ritel seri SBR002 memiliki beberapa karakteristik khusus mulai dari tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder dan tidak dapat dicairkan sampai dengan jatuh tempo, kecuali pada masa pelunasan sebelum jatuh tempo atau early redemption.
Adanya dua fitur baru tersebut diharapkan mampu menarik minat investor individu untuk menyimpan uangnya di instrumen surat utang ritel.
"Fitur baru SBR002 ada 2, yaitu early redemption dan kemudahan sebagai jaminan," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Robert Pakpahan saat peresmian SBR002 di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (28/4/2016). Pencairan atau early redemption bisa dilakukan sebanyak 50% setelah satu tahun masa SBR002 berjalan. Pencairan tersebut visa dilakukan kepada setiap agen penjual SBR di awal pembelian.
"Bisa dijual ke pemerintah disampaikan ke agen penjual. Agen penjual yang menyampaikan kepada pemerintah karena instrumennya tidak dapat diperdagangkan," tutur Robert. Selain itu, untuk menyasar target individu, pemerintah juga telah melakukan sosialisasi ke beberapa kota besar di Indonesia untuk memberikan edukasi mengenai instrumen keuangan yang belum banyak dipahami masyarakat.
Kami melakukan marketing di 6 kota Pekanbaru, Palembang, Manado, Pontianak dan Bandung untuk memberikan pemahaman," terang Robert. SBR002 dengan tema investasi aman, pesisir nyaman juga berkomitmen untuk menjaga kelestarian mangrove di pesisir utara jawa yang kian memprihatinkan.
"Fokus tidak hanya mangrove tapi memberdayakan kawasan mangrove sehingga mendapatkan manfaat maksimal masyarakat sekitar mangrove," imbuh Robert. Dirinya juga berharap dengan diterbitkannya SBR002 dapat membiayai pembangunan di berbagai sektor untuk pembangunan berkelanjutan.
"Besar harapan kami penerbitan SBR002 bisa berjalan lancar," tutup Robert. Pemerintah hari ini akan menerbitkan Saving Bond Ritel (SBR) seri SBR002. SBR merupakan instrumen obligasi negara untuk jenis ritel yang bertujuan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Masa penawaran akan dimulai pada 28 April sampai dengan 19 Mei 2016. Sedangkan penjatahan dilanjutkan pada 23 Mei 2016 dan setelmen pada 25 Mei 2016. Jatuh tempo obligasi adalah 20 Mei 2018. "Hari ini kita penerbitan SBR002," ungkap Direktur Strategi dan Portofolio Utang, Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Scenaider Siahaan .
SBR002 memiliki karateristik khusus, yaitu tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder, tidak dapat dicairkan sampai dengan jatuh tempo, kecuali pada masa pelunasan sebelum jatuh tempo atau early redemption. Untuk minimum pemesanan ditetapkan Rp 5 juta dan maksimal Rp 5 miliar. Jenis kupon adalah mengambang dengan tingkat kupon minimal dan mengacu kepada tingkat bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Tingkap kupon untuk periode 3 bulan pertama (26 Mei-20 Agustus 2016) adalah 7,5%.Kemudian tingkat kupon berikutnya akan disesuaikan setiap 3 bulan pada tanggal penyesuaian kupon sampai dengan jatuh tempo. "Kupon yang berlaku 7,5%," tegasnya. Tema yang diusung dalam SBR002 adalah investasi aman, pesisir nyaman. Penerbitan obligasi ini dipercayakan melalui 24 agen penjual, dengan 18 bank dan 6 perusahaan sekuritas.
Wednesday, April 27, 2016
Ekonomi Kian Sulit, Nasabah Bank Makin Sedikit Menabung
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) memproyeksikan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dikelolanya tahun ini tidak akan signifikan bertambah. Selain karena faktor ekonomi yang masih sulit, perbankan juga tengah dalam tekanan untuk menurunkan bunga deposito oleh otoritas keuangan dan pemerintah Indonesia.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja memperkirakan tahun ini simpanan dalam bentuk tabungan dan giro (CASA) relatif akan lemah. Pertama Jahja melihat pertumbuhan bisnis masih akan lebih lesu tahun ini. “Akibatnya perputaran uang hasil usaha akan susah untuk meningkat pesat sekali,” jelasnya di Jakarta, Rabu (27/4).
Faktor kedua, Jahja menilai tren penurunan suku bunga deposito akan membuat nasabah beralih dari instrumen deposito ke instrumen investasi lainnya. "Sejak 2015 hingga sekarang perbedaan suku bunga tabungan dan deposito itu sangat tinggi sehingga orang akan cenderung masuk ke deposito dibandingkan giro dan tabungan, tapi sekarang bedanya tipis," ujar Jahja.
Sejak Februari 2015 sampai hingga saat ini, BCA memang telah menurunkan bunga deposito sebanya 0,25 persen dengan demikian saat ini deposit rate tertinggi BCA yaitu 5,5 persen atau termasuk paling rendah di banding bank-bank lain. Berangkat dari proyeksi tersebut, kini BCA akan lebih mengandalkan likuditas dari cadangan pendanaan sekunder dari penempatan SBI dan maupun penempatan di bank lain.
"Kalau kita lihat 2015 memang secondary reservekita cukup tinggi yaitu Rp85 triliun, itu berlebih, kalau kita push terus dana deposito juga tidak akan mendapatkan profit apa-apa," ujarnya.
Sebagai informasi posisi DPK BCA hingga akhir kuartal I tercatat Rp470,4 triliun naik 5,7 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dana CASA tetap menjadi kontributor utama terhadap total pendanaan bank yaitu sebesar 76,9 persen terhadap total dana pihak ketiga. Adapun jika dirinci lebih jauh, dana tabungan mencatat pertumbuhan 7,9 persen menjadi Rp243,9 triliun dan dana giro meningkat 8,4 persen menjadi Rp117,8 triliun.
Sementara untuk dana deposito tercatat turun Rp108,7 triliun atau turun 1,5 persen akibat dampak suku bunga deposito rendah
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja memperkirakan tahun ini simpanan dalam bentuk tabungan dan giro (CASA) relatif akan lemah. Pertama Jahja melihat pertumbuhan bisnis masih akan lebih lesu tahun ini. “Akibatnya perputaran uang hasil usaha akan susah untuk meningkat pesat sekali,” jelasnya di Jakarta, Rabu (27/4).
Faktor kedua, Jahja menilai tren penurunan suku bunga deposito akan membuat nasabah beralih dari instrumen deposito ke instrumen investasi lainnya. "Sejak 2015 hingga sekarang perbedaan suku bunga tabungan dan deposito itu sangat tinggi sehingga orang akan cenderung masuk ke deposito dibandingkan giro dan tabungan, tapi sekarang bedanya tipis," ujar Jahja.
Sejak Februari 2015 sampai hingga saat ini, BCA memang telah menurunkan bunga deposito sebanya 0,25 persen dengan demikian saat ini deposit rate tertinggi BCA yaitu 5,5 persen atau termasuk paling rendah di banding bank-bank lain. Berangkat dari proyeksi tersebut, kini BCA akan lebih mengandalkan likuditas dari cadangan pendanaan sekunder dari penempatan SBI dan maupun penempatan di bank lain.
"Kalau kita lihat 2015 memang secondary reservekita cukup tinggi yaitu Rp85 triliun, itu berlebih, kalau kita push terus dana deposito juga tidak akan mendapatkan profit apa-apa," ujarnya.
Sebagai informasi posisi DPK BCA hingga akhir kuartal I tercatat Rp470,4 triliun naik 5,7 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dana CASA tetap menjadi kontributor utama terhadap total pendanaan bank yaitu sebesar 76,9 persen terhadap total dana pihak ketiga. Adapun jika dirinci lebih jauh, dana tabungan mencatat pertumbuhan 7,9 persen menjadi Rp243,9 triliun dan dana giro meningkat 8,4 persen menjadi Rp117,8 triliun.
Sementara untuk dana deposito tercatat turun Rp108,7 triliun atau turun 1,5 persen akibat dampak suku bunga deposito rendah
Laba Multi Finance Terjun Bebas Di Kuartal I 2016
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan penjualan otomotif yang terjadi dua tahun terakhir ikut mempengaruhi kinerja industri turunannya,multifinance. PT Verena Multi Finance Tbk dan PT Buana Finance Tbk, misalnya, membukukan rapor merah untuk kinerja keuangan kuartal I 2016.
Laba bersih Verena Multi Finance terjun bebas hingga 94,7 persen pada kuartal I 2016 menjadi hanya Rp456 juta dari periode yang sama tahun lalu, yakni Rp8,67 miliar. Penurunan laba perusahaan yang fokus pada lini usaha pembiayaan kendaraan bermotor dan sewa pembiayaan ini terus terjadi dalam dua tahun terakhir.
Berdasarkan Keterbukaan Informasi, Rabu (27/4), penurunan laba dikarenakan pendapatan yang dikantongi perseroan melorot. Yaitu, dari Rp102,51 miliar pada kuartal I 2015 menjadi hanya Rp81 miliar.Sementara, jumlah bebannya mencapai Rp80,10 miliar. Volume usaha eks PT Maxima Perdana Finance memang menciut tercermin dari piutang pembiayaannya. Piutang pembiayaan konsumen tercatat turun tipis 1,9 persen menjadi Rp1,23 triliun dengan piutang sewa pembiayaan negatif 19,1 persen dan anjak piutang anjlok 92,7 persen.
Rapor merah juga menjadi catatan Buana Finance. Perusahaan yang fokus pada lini pembiayaan sewa guna usaha ini juga membukukan pertumbuhan laba negatif 19,9 persen. Yaitu, dari Rp25,83 triliun menjadi hanya Rp20,68 triliun pada kuartal I 2016 (year on year). Total pendapatan perseroan turun 11,4 persen menjadi Rp124,53 triliun. Sementara, total bebannya turun lebih rendah, yaitu 9,4 persen dari Rp106,19 triliun menjadi Rp96,12 triliun. Kinerja perusahaan pembiayaan (multifinance) pada bulan pertama tahun ini masih terdampak penurunan penjualan otomotif.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat realisasi pembiayaan yang disalurkanmultifinance pada Januari 2016 sebesar Rp365,17 triliun, turun 0,59 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp367,35 triliun.
Kinerja multifinance yang terekam pada data Statistik Pembiayaan Indonesia itu antara lain mencakup lini bisnis pembiayaan sewa guna usaha, anjak piutang, dan pembiayaan konsumen. Untuk sewa guna usaha tercatat tumbuh negatif 5,7 persen. Sedangkan, anjak piutang meningkat 13,5 persen dan pembiayaan konsumen naik 1,1 persen.
Dari sisi nilai, pembiayaan konsumen masih mendominasi bisnis multifinance, yakni sebesar Rp 249,44 triliun per Januari 2016. Pembiayaan konsumen ini banyak mengalir ke otomotif. Sementara, sewa guna usaha menempati urutan kedua dengan nilai pembiayaan sebesar Rp104,85 triliun. Industri multifinance memang menghadapi situasi berat dalam beberapa tahun terakhir. Ini merupakan buntut dari penurunan penjualan otomotif. Di sepanjang tahun lalu, pembiayaan multifinance tercatat turun 0,8 persen ketimbang tahun sebelumnya.
Akibat perlambatan pertumbuhan bisnis multifinance, laba industri pun tertekan. Laba industri multifinance per Januari 2016 tercatat sebesar Rp824 miliar atau melorot 2,3 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu, yakni Rp 844 miliar. Hal ini berkorelasi dengan beban keuangan industri multifinance yang tumbuh lebih tinggi ketimbang pendapatan. Beban keuangan industri ini tercatat naik 3,2 persen, sedangkan pendapatannya tumbuh 2,6 persen.
Laba bersih Verena Multi Finance terjun bebas hingga 94,7 persen pada kuartal I 2016 menjadi hanya Rp456 juta dari periode yang sama tahun lalu, yakni Rp8,67 miliar. Penurunan laba perusahaan yang fokus pada lini usaha pembiayaan kendaraan bermotor dan sewa pembiayaan ini terus terjadi dalam dua tahun terakhir.
Berdasarkan Keterbukaan Informasi, Rabu (27/4), penurunan laba dikarenakan pendapatan yang dikantongi perseroan melorot. Yaitu, dari Rp102,51 miliar pada kuartal I 2015 menjadi hanya Rp81 miliar.Sementara, jumlah bebannya mencapai Rp80,10 miliar. Volume usaha eks PT Maxima Perdana Finance memang menciut tercermin dari piutang pembiayaannya. Piutang pembiayaan konsumen tercatat turun tipis 1,9 persen menjadi Rp1,23 triliun dengan piutang sewa pembiayaan negatif 19,1 persen dan anjak piutang anjlok 92,7 persen.
Rapor merah juga menjadi catatan Buana Finance. Perusahaan yang fokus pada lini pembiayaan sewa guna usaha ini juga membukukan pertumbuhan laba negatif 19,9 persen. Yaitu, dari Rp25,83 triliun menjadi hanya Rp20,68 triliun pada kuartal I 2016 (year on year). Total pendapatan perseroan turun 11,4 persen menjadi Rp124,53 triliun. Sementara, total bebannya turun lebih rendah, yaitu 9,4 persen dari Rp106,19 triliun menjadi Rp96,12 triliun. Kinerja perusahaan pembiayaan (multifinance) pada bulan pertama tahun ini masih terdampak penurunan penjualan otomotif.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat realisasi pembiayaan yang disalurkanmultifinance pada Januari 2016 sebesar Rp365,17 triliun, turun 0,59 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp367,35 triliun.
Kinerja multifinance yang terekam pada data Statistik Pembiayaan Indonesia itu antara lain mencakup lini bisnis pembiayaan sewa guna usaha, anjak piutang, dan pembiayaan konsumen. Untuk sewa guna usaha tercatat tumbuh negatif 5,7 persen. Sedangkan, anjak piutang meningkat 13,5 persen dan pembiayaan konsumen naik 1,1 persen.
Dari sisi nilai, pembiayaan konsumen masih mendominasi bisnis multifinance, yakni sebesar Rp 249,44 triliun per Januari 2016. Pembiayaan konsumen ini banyak mengalir ke otomotif. Sementara, sewa guna usaha menempati urutan kedua dengan nilai pembiayaan sebesar Rp104,85 triliun. Industri multifinance memang menghadapi situasi berat dalam beberapa tahun terakhir. Ini merupakan buntut dari penurunan penjualan otomotif. Di sepanjang tahun lalu, pembiayaan multifinance tercatat turun 0,8 persen ketimbang tahun sebelumnya.
Akibat perlambatan pertumbuhan bisnis multifinance, laba industri pun tertekan. Laba industri multifinance per Januari 2016 tercatat sebesar Rp824 miliar atau melorot 2,3 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu, yakni Rp 844 miliar. Hal ini berkorelasi dengan beban keuangan industri multifinance yang tumbuh lebih tinggi ketimbang pendapatan. Beban keuangan industri ini tercatat naik 3,2 persen, sedangkan pendapatannya tumbuh 2,6 persen.
BCA Bukukan Laba Bersih Rp 4,5 Triliun Dalam 3 Bulan Pertama Tahun 2016
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatatkan kenaikan laba sebesar Rp 4,5 triliun di kuartal I 2016, naik tipis jika dibandingkan dengan perolehan laba tahun lalu yang mencapai Rp 4,1 triliun. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan kenaikan laba tersebut ditopang oleh pendapatan operasional BCA yang tumbuh 17 persen menjadi Rp12,8 triliun.
Pada akhir Maret 2016, portofolio kredit BCA mencapai Rp 373,7 triliun, naik 11,4 persen dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Kredit korporasi tumbuh 18,5 persen menjadi Rp 129,4 triliun dan kredit UKM meningkat 5,9 persen ke Rp 142,3 triliun.
"Kredit korporasi secara kuartalan peningkatannya memang cukup besar akibat banyak perusahaan yang menggeser kebutuhan kreditnya dari valuta asing ke rupiah, itu yang membuat permintaan kredit ke BCA naik signifikan," ujar Jahja dalam konferensi pers di Kempinski Hotel, Jakarta, Rabu (27/4).
Sementara untuk kredit konsumer tumbuh 10,9 persen menjadi Rp 102,1 triliun didukung oleh pertumbuhan di semua produk. Sedangkan KPR naik 9,4 perseb menjadi Rp 59,9 triliun dan kredit kendaraan bermotor 13,8 persen menjadi Rp 32,7 triliun.
Rasio kredit bermasalah (NPL) berada di level 1,1 persen di akhir Maret, naik 0,7 persen di akhir Maret 2015. Kenaikan tersebut diakui Jahja akibat ada satu nasabah yang bermasalah membayar kredit dengan nilai Rp500 miliar atau 0,2 persen dari total keseluruhan kredit macet.
Kendati demikian tahun ini BCA menargetkan pertumbuhan pinjaman hingga 10 persen atau lebih moderat.
Pada akhir Maret 2016, portofolio kredit BCA mencapai Rp 373,7 triliun, naik 11,4 persen dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Kredit korporasi tumbuh 18,5 persen menjadi Rp 129,4 triliun dan kredit UKM meningkat 5,9 persen ke Rp 142,3 triliun.
"Kredit korporasi secara kuartalan peningkatannya memang cukup besar akibat banyak perusahaan yang menggeser kebutuhan kreditnya dari valuta asing ke rupiah, itu yang membuat permintaan kredit ke BCA naik signifikan," ujar Jahja dalam konferensi pers di Kempinski Hotel, Jakarta, Rabu (27/4).
Sementara untuk kredit konsumer tumbuh 10,9 persen menjadi Rp 102,1 triliun didukung oleh pertumbuhan di semua produk. Sedangkan KPR naik 9,4 perseb menjadi Rp 59,9 triliun dan kredit kendaraan bermotor 13,8 persen menjadi Rp 32,7 triliun.
Rasio kredit bermasalah (NPL) berada di level 1,1 persen di akhir Maret, naik 0,7 persen di akhir Maret 2015. Kenaikan tersebut diakui Jahja akibat ada satu nasabah yang bermasalah membayar kredit dengan nilai Rp500 miliar atau 0,2 persen dari total keseluruhan kredit macet.
Kendati demikian tahun ini BCA menargetkan pertumbuhan pinjaman hingga 10 persen atau lebih moderat.
BUMN Ditargetkan Mampu Setor Pendapatan Ke Pemerintah Senilai Rp. 443 Triliun Tahun 2016
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada sektor jasa ditargetkan mampu memperoleh pendapatan sebesar Rp 443 triliun di 2016 atau tumbuh 16,27% dari periode 2015 dengan catatan pendapatan Rp 381 triliun. Untuk laba bersih diperkirakan mencapai Rp 74 triliun.
"Untuk tahun 2016 pendapatan diperkirakan mencapai sebesar Rp 443 triliun," kata Gatot Trihargo, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan, Kementerian BUMN di kantornya, Jakarta, Selasa (16/2/2016).
BUMN jasa meliputi 4 perbankan, 9 perusahaan asuransi dan penjaminan, 6 perusahaan pembiayaan dan sekuritas, 3 perusahaan survei dan 4 perusahaan jasa angkutan. "Laba terbesar dari perbankan dengan porsi sekitar 20-30%," ujarnya.
Sementara untuk aset pada 2016 diperkirakan mencapai Rp 3.153 triliun atau tumbuh 14,80% dibandingkan raihan 2015 yang sebesar Rp 2.755 triliun. Aset tersebut sudah memperhitungkan pendapatan hasil revaluasi aset. "Revaluasi aset memang sangat membantu untuk perbankan khususnya. Capital Adequacy Ratio (CAR) juga nambah. Ada 13 lagi adalah non perbankan juga melakukan revaluasi aset," papar Gatot.
Di samping itu, untuk belanja modal (capital expenditure/capex) 2016 diperkirakan tumbuh 97,47% dari tahun sebelumnya dan Opex (Operasional Expenditure) tumbuh 41,34%. "Sektor perbankan capex mencapai Rp 10 triliun. Sementara KAI, Garuda, ASDP dan Pelni, Pegadaian dan lainnya rata-rata Rp 1 triliun," imbuhnya.
"Untuk tahun 2016 pendapatan diperkirakan mencapai sebesar Rp 443 triliun," kata Gatot Trihargo, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan, Kementerian BUMN di kantornya, Jakarta, Selasa (16/2/2016).
BUMN jasa meliputi 4 perbankan, 9 perusahaan asuransi dan penjaminan, 6 perusahaan pembiayaan dan sekuritas, 3 perusahaan survei dan 4 perusahaan jasa angkutan. "Laba terbesar dari perbankan dengan porsi sekitar 20-30%," ujarnya.
Sementara untuk aset pada 2016 diperkirakan mencapai Rp 3.153 triliun atau tumbuh 14,80% dibandingkan raihan 2015 yang sebesar Rp 2.755 triliun. Aset tersebut sudah memperhitungkan pendapatan hasil revaluasi aset. "Revaluasi aset memang sangat membantu untuk perbankan khususnya. Capital Adequacy Ratio (CAR) juga nambah. Ada 13 lagi adalah non perbankan juga melakukan revaluasi aset," papar Gatot.
Di samping itu, untuk belanja modal (capital expenditure/capex) 2016 diperkirakan tumbuh 97,47% dari tahun sebelumnya dan Opex (Operasional Expenditure) tumbuh 41,34%. "Sektor perbankan capex mencapai Rp 10 triliun. Sementara KAI, Garuda, ASDP dan Pelni, Pegadaian dan lainnya rata-rata Rp 1 triliun," imbuhnya.
Wijaya Karya Bukukan Laba Bersih Rp 631 Miliar Di Tahun 2015
PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) meraup laba bersih Rp 631,3 miliar di akhir 2015. Labanya naik 5% dibandingkan tahun sebelumnya Rp 600 miliar. Seperti dikutip dari laporan kinerja keuangan WIKA, Senin (7/3/2016), penjualan bersih perusahaan pelat merah itu naik dari Rp 12,4 triliun menjadi Rp 13,6 triliun di akhir 2015.
Naiknya penjualan juga diimbangi dengan naiknya beban pokok penjualan yang tercatat Rp 11,9 triliun dari sebelumnya Rp 11 triliun. Setelah omzet dikurangi beban, BUMN Karya itu mencatat laba kotor Rp 1,6 triliun, naik dari sebelumnya Rp 1,4 triliun.
Perusahaan konstruksi pelat merah itu juga mendapat tambahan laba dari pemasukan ventura bersama. Tahun 2015 nilainya Rp 288,4 miliar, lebih rendah dari tahun sebelumnya Rp 269,7 miliar.
Setelah dipotong beban penjualan, pajak, dan lain-lain, WIKA meraup laba Rp 703 miliar di 2015, lebih rendah dari tahun sebelumnya Rp 743,7 miliar. Laba yang diatribusikan kepada kepentingan non pengendali di 2015 lebih rendah dari tahun sebelumnya, sehingga laba komprehensif pemilik entitas induk (laba bersih) bisa naik.
Naiknya penjualan juga diimbangi dengan naiknya beban pokok penjualan yang tercatat Rp 11,9 triliun dari sebelumnya Rp 11 triliun. Setelah omzet dikurangi beban, BUMN Karya itu mencatat laba kotor Rp 1,6 triliun, naik dari sebelumnya Rp 1,4 triliun.
Perusahaan konstruksi pelat merah itu juga mendapat tambahan laba dari pemasukan ventura bersama. Tahun 2015 nilainya Rp 288,4 miliar, lebih rendah dari tahun sebelumnya Rp 269,7 miliar.
Setelah dipotong beban penjualan, pajak, dan lain-lain, WIKA meraup laba Rp 703 miliar di 2015, lebih rendah dari tahun sebelumnya Rp 743,7 miliar. Laba yang diatribusikan kepada kepentingan non pengendali di 2015 lebih rendah dari tahun sebelumnya, sehingga laba komprehensif pemilik entitas induk (laba bersih) bisa naik.
BNI Bagi Dividen Rp 2,2 Triliun Dari Rp. 9 Triliun Laba Bersihnya
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) membagikan dividen Rp 2,26 triliun ke pemegang sahamnya. Dividen diambil dari laba bersih 2015 sebear Rp 9,067 triliun. Direktur Utama BNI, Achmad Baiquni, mengatakan dividen tersebut setara 25% dari laba bersih 2015. Pembagian dividen ini sudah disepakati dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) yang digelar hari ini.
"Sebesar 25% dari laba bersih perseroan ditetapkan sebagai dividen dan akan dibayarkan kepada pemegang saham," kata Baiquni di Gedung BNI, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (10/3/2016).
Ia mengatakan, sisa laba yang tidak diberikan sebagai dividen ditetapkan jadi laba ditahan untuk keperluan perusahaan. Bank berkode BBNI itu juga mengalokasikan dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) sebesar 1% dari laba bersih, yaitu setara Rp 90,6 miliar.
"Alokasi dana PKBL tahun 2016, sebesar 1% dari laba bersih tahun buku 2015," ujarnya.
"Sebesar 25% dari laba bersih perseroan ditetapkan sebagai dividen dan akan dibayarkan kepada pemegang saham," kata Baiquni di Gedung BNI, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (10/3/2016).
Ia mengatakan, sisa laba yang tidak diberikan sebagai dividen ditetapkan jadi laba ditahan untuk keperluan perusahaan. Bank berkode BBNI itu juga mengalokasikan dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) sebesar 1% dari laba bersih, yaitu setara Rp 90,6 miliar.
"Alokasi dana PKBL tahun 2016, sebesar 1% dari laba bersih tahun buku 2015," ujarnya.
Kimia Farma Bagi Deviden Rp. 49,7 Milyar Dari Laba Bersihnya Senilai Rp. 248,8 Milyar
PT Kimia Farma Tbk (KAEF) siap membagi dividen Rp 49,768 miliar. Dividen ini setara 20% dari total laba bersih tahun buku 2015 sebesar Rp 248,84 miliar.
"Penetapan penggunaan laba bersih perseroan untuk Tahun Buku 2015 yang dapat didistribusikan sebesar Rp 248,84 miliar, untuk dividen tahun buku 2015 sebesar 20%, untuk program kemitraan dan bina lingkungan sebesar 1%, dan sisanya untuk laba ditahan," ujar Direktur Utama Kimia Farma, Rusdi Rosman, usai menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (6/4/2016).
Ia mengatakan pihaknya masih optimis untuk menghadapi tahun 2016 pasalnya pabrik garam yang dibangun telah selesai, apotek yang sudah berjalan sudah menghasilkan, dan klinik yang dibangun memberikan kontribusi yang baik.
"Kalau 2016 masih optimistis alasannya kenapa karena pertama pabrik garam tahap pertama sudah selesai jadi siap untuk jualan, yang kedua apotik yang kita bikin kira-kira 3 tahun lalu itu lebih dari 300 semuanya sudah mulai menghasilkan baik penjualan maupun laba yang ketiga klinik-klinik yang kita bikin juga itu luar biasa penggunaanya oleh BPJS secara kapitas itu juga menghasilkan laba kontribusinya lumayan banyak," lanjut Rusdi.
Tahun ini Kimia Farma membidik kenaikan laba bersih sebesar Rp 260 miliar atau lebih tinggi dari perolehan laba di sepanjang tahun 2015 yang hanya Rp 248,84 miliar. "Target laba bersih tahun ini itu Rp 260 miliar," tuturnya.
Selain itu, terdapat juga perubahan susunan kepengurusan perseroan, yaitu Basuki Ranto sebagai Komisaris Independen diganti oleh Muh. Umar Fauzi serta menangkat kembali jabatan Komisaris Independen, Wahono Sumaryono yang telah habis masa jabatannya.
"Penetapan penggunaan laba bersih perseroan untuk Tahun Buku 2015 yang dapat didistribusikan sebesar Rp 248,84 miliar, untuk dividen tahun buku 2015 sebesar 20%, untuk program kemitraan dan bina lingkungan sebesar 1%, dan sisanya untuk laba ditahan," ujar Direktur Utama Kimia Farma, Rusdi Rosman, usai menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (6/4/2016).
Ia mengatakan pihaknya masih optimis untuk menghadapi tahun 2016 pasalnya pabrik garam yang dibangun telah selesai, apotek yang sudah berjalan sudah menghasilkan, dan klinik yang dibangun memberikan kontribusi yang baik.
"Kalau 2016 masih optimistis alasannya kenapa karena pertama pabrik garam tahap pertama sudah selesai jadi siap untuk jualan, yang kedua apotik yang kita bikin kira-kira 3 tahun lalu itu lebih dari 300 semuanya sudah mulai menghasilkan baik penjualan maupun laba yang ketiga klinik-klinik yang kita bikin juga itu luar biasa penggunaanya oleh BPJS secara kapitas itu juga menghasilkan laba kontribusinya lumayan banyak," lanjut Rusdi.
Tahun ini Kimia Farma membidik kenaikan laba bersih sebesar Rp 260 miliar atau lebih tinggi dari perolehan laba di sepanjang tahun 2015 yang hanya Rp 248,84 miliar. "Target laba bersih tahun ini itu Rp 260 miliar," tuturnya.
Selain itu, terdapat juga perubahan susunan kepengurusan perseroan, yaitu Basuki Ranto sebagai Komisaris Independen diganti oleh Muh. Umar Fauzi serta menangkat kembali jabatan Komisaris Independen, Wahono Sumaryono yang telah habis masa jabatannya.
Adhi Karya Bagi Deviden Tunai Rp. 93 Milyar Dari Laba Bersih Rp 463 Milyar
PT Adhi Karya Tbk (ADHI) membagikan besaran dividen tunai sebesar 20,14% atau sekitar Rp 93,386 miliar. Besaran dividen tersebut diambil dari perolehan laba bersih perseroan tahun buku 2015 sebesar Rp 463,685 miliar. Dividen tersebut setara dengan Rp 26,226 per lembar saham.
Pembagian dividen itu telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Gedung Adhi Karya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (8/4/2016). Sementara sisa dari laba bersih perseroan tahun buku 2015 sebesar 71,86% atau Rp 370 miliar akan digunakan sebagai laba ditahan.
Pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) kali ini juga mengagendakan perubahan direksi, yaitu Kiswodarmawan yang menjabat sebagai Direktur Utama digantikan oleh Budi Harto karena masa jabatannya sudah habis. "Direksi Direktur Utama kami Kiswodarmawan digantikan oleh Budi Harto," terang Komisaris Utama Perseroan Fadjroel Rachman.
Sedikitnya ada 7 agenda dari total 9 agenda yang dibahas pada RUPST kali ini. Poin 7 dan 8 yang masing-masing membahas tentang penetapan saham Seri A Dwiwarna pemerintah Republik Indonesia dan perubahan anggaran dasar perseroan tidak ikut dibahas dalam RUPST tutup buku tahun 2015 kali ini.
"Dari 9 agenda, ada 2 yang tidak kita laksanakan," terang Fadjroel. Corporate Secretary Adhi Karya Ki Syahgolang Permata menambahkan, tidak dibahasnya 2 agenda tersebut karena kurangnya kuota forum untuk menyepakati poin 7 dan 8.
"Karena memang peraturan perundang-undangan menyebutkan bahwa perubahan anggaran dasar memerlukan forum kehadiran 2/3. Tadi 65% harusnya kan 67%," jelas Ki Syahgolang. Oleh karena itu, perseroan akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham yang kedua dalam waktu dekat ini.
"Secepatnya paling lambat 21 hari, paling cepat 10 hari dari RUPS," ujar Ki Syahgolang.
Pembagian dividen itu telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Gedung Adhi Karya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (8/4/2016). Sementara sisa dari laba bersih perseroan tahun buku 2015 sebesar 71,86% atau Rp 370 miliar akan digunakan sebagai laba ditahan.
Pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) kali ini juga mengagendakan perubahan direksi, yaitu Kiswodarmawan yang menjabat sebagai Direktur Utama digantikan oleh Budi Harto karena masa jabatannya sudah habis. "Direksi Direktur Utama kami Kiswodarmawan digantikan oleh Budi Harto," terang Komisaris Utama Perseroan Fadjroel Rachman.
Sedikitnya ada 7 agenda dari total 9 agenda yang dibahas pada RUPST kali ini. Poin 7 dan 8 yang masing-masing membahas tentang penetapan saham Seri A Dwiwarna pemerintah Republik Indonesia dan perubahan anggaran dasar perseroan tidak ikut dibahas dalam RUPST tutup buku tahun 2015 kali ini.
"Dari 9 agenda, ada 2 yang tidak kita laksanakan," terang Fadjroel. Corporate Secretary Adhi Karya Ki Syahgolang Permata menambahkan, tidak dibahasnya 2 agenda tersebut karena kurangnya kuota forum untuk menyepakati poin 7 dan 8.
"Karena memang peraturan perundang-undangan menyebutkan bahwa perubahan anggaran dasar memerlukan forum kehadiran 2/3. Tadi 65% harusnya kan 67%," jelas Ki Syahgolang. Oleh karena itu, perseroan akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham yang kedua dalam waktu dekat ini.
"Secepatnya paling lambat 21 hari, paling cepat 10 hari dari RUPS," ujar Ki Syahgolang.
BRI Bagi Dividen Rp 4,36 Triliun Setelah Bukukan Laba Bersih Rp 25,40 Triliun
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) membayarkan dividen secara tunai kepada negara sebagai pemegang saham mayoritas sebesar Rp 4,36 triliun. Total dividen yang dibayarkan ke pemegang saham, publik dan negara, mencapai Rp 7,62 triliun atau sebesar 30% dari total laba bersih tahun 2015. Sebagaimana diketahui, perolehan laba bersih Bank BRI (consolidated) tahun 2015 tercatat Rp 25,40 triliun.
"Sebelumnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2015 beberapa waktu lalu, pemegang saham menetapkan dividen pay-out ratio sebesar 30% dari laba bersih BRI Tahun Buku 2015 atau sekitar Rp 7,62 triliun," ujar Corporate Secretary Bank BRI, Hari Siaga Amijarso dalam siaran pers, Selasa (26/4/2016).
Hari mengatakan, nilai dividen yang dibayarkan tahun ini mengalami kenaikan sebesar 5% dibandingkan tahun lalu, seiring dengan peningkatan kinerja perseroan. "Di tahun 2015, setoran dividen BRI tercatat Rp 7,27 triliun. Sedangkan di tahun 2016 ini, setoran dividen BRI mencapai Rp. 7,62 triliun," tambah Hari.
Sementara itu, total dividen yang diterima oleh Pemerintah tercatat sekitar Rp 4,36 triliun atau naik dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp. 4,12 triliun. "Dengan demikian, dividen yang disetorkan BRI kepada pemerintah telah menyumbang 12,74% dari target penerimaan negara melalui dividen BUMN sesuai dengan yang tercatat dalam informasi APBN 2016, yakni sebesar Rp 34,2 triliun," ungkap Hari Siaga.
"Sebelumnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2015 beberapa waktu lalu, pemegang saham menetapkan dividen pay-out ratio sebesar 30% dari laba bersih BRI Tahun Buku 2015 atau sekitar Rp 7,62 triliun," ujar Corporate Secretary Bank BRI, Hari Siaga Amijarso dalam siaran pers, Selasa (26/4/2016).
Hari mengatakan, nilai dividen yang dibayarkan tahun ini mengalami kenaikan sebesar 5% dibandingkan tahun lalu, seiring dengan peningkatan kinerja perseroan. "Di tahun 2015, setoran dividen BRI tercatat Rp 7,27 triliun. Sedangkan di tahun 2016 ini, setoran dividen BRI mencapai Rp. 7,62 triliun," tambah Hari.
Sementara itu, total dividen yang diterima oleh Pemerintah tercatat sekitar Rp 4,36 triliun atau naik dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp. 4,12 triliun. "Dengan demikian, dividen yang disetorkan BRI kepada pemerintah telah menyumbang 12,74% dari target penerimaan negara melalui dividen BUMN sesuai dengan yang tercatat dalam informasi APBN 2016, yakni sebesar Rp 34,2 triliun," ungkap Hari Siaga.
Kinerja Astra Otoparts Hancur, Turun Drastis 72 Persen
Produsen komponen otomotif, PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) mencatat penurunan kinerja yang cukup signifikan di tahun ini. Hingga sembilan bulan pertama 2015, pendapatan perseroan tercatat menurun menjadi Rp 8,7 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 9,2 triliun.
Laba bersih juga tergerus sebesar 72% dari Rp 641 miliar menjadi hanya Rp 179 miliar. Meskipun demikian, perseroan belum ada rencana untuk melakukan efisiensi melalui pengurangan karyawannya alias PHK. "Pengurangan jumlah buruh hal terakhir yang akan dilakukan," kata Direktur Astra Otoparts Hugeng Gozali dalam acara Workshop Wartawan Pasar Modal 2015, di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/11/2015). Ia menjelaskan, saat ini perseroan akan melakukan berbagai efisiensi untuk bisa menekan biaya operasional.
"Biaya operasional mulai diperketat. Yang dilakukan penghematan penggunaan material, pengurangan jam produksi, pengurangan karyawan opsi terakhir," katanya. Saat ini, Hugeng menyebutkan, total karyawan perseroan secara grup mencapai 33.000 tenaga kerja.
Setiap tahun, kata Hugeng, pihaknya selalu memberikan kewajiban kepada para karyawannya dengan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP). Tahun ini, rata-rata kenaikannya mencapai 17%. "Sangat banyak sehingga efek UMP sangat besar ke kinerja keuangan," katanya..
Hugeng berharap, kenaikan UMP tahun depan tidak terlalu tinggi. Lesunya perekonomian ikut menyumbang tertekannya bisnis perseroan. "Dalam kondisi demand masih lemah, bila kenaikan UMP jauh di atas inflasi dan pertumbuhan ekonomi maka akan membebani industri. Saya sangat mengharapkan buruh juga mengerti, apa yang dirumuskan pemerintah sudah sangat fair, tetap meningkatkan upah tapi berdasarkan kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," ujar Hugeng.
Produsen otomotif nasional, PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) masih belum bisa berekspansi secara agresif di tahun depan. Selain perekonomian yang masih lesu, banyak biaya operasional yang masih akan menekan kinerja perseroan.
Direktur PT Astra Otoparts Tbk Hugeng Gozali mengatakan, kinerja perseroan tahun depan diperkirakan masih akan tertekan seiring dengan kenaikan upah buruh atau Upah Minimum Provinsi (UMP) yang memang terjadi setiap tahunnya. Tahun depan, ada kenaikan UMP tahun depan sebesar 11,5%. Ia menyebutkan, 2015 kenaikan Upah buruh (UMP sektoral) di Astra Otoparts mencapai 17%, jauh di atas angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang menjadi komponen penghitungan kenaikan UMP.
Hingga sembilan bulan pertama tahun 2015, pendapatan perseroan tercatat menurun menjadi Rp 8,7 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 9,2 triliun. Laba bersih juga tergerus dari Rp 641 miliar menjadi hanya Rp 179 miliar."Laba tergerus 70%. UMP naik 17%, semoga tahun depan tak setinggi tahun ini," katanya dalam Workshop Wartawan Pasar Modal 2015, di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/11/2015).
Di tahun depan, Hugeng menyebutkan, perseroan hanya menargetkan kenaikan pendapatan sebesar 5%. Hugeng berharap, kenaikan UMP tahun depan tidak sebesar 2015 (tahun depan 11,5%). Wacana pemerintah untuk menerapkan penghitungan atau rumus UMP berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi dinilai Hugeng sangat membantu sektor industri.
"Margin tergerus dengan peningkatan upah buruh, itu naiknya sangat tinggi jauh di atas inflasi dan pertumbuhan, tahun depan diharapkan tidak setinggi tahun ini," katanya.Hugeng menyebutkan, komponen UMP menyumbang beban 10% dari total pendapatan, sementara 50% disumbang dari komponen material.
"Upah buruh sudah 10% dari nilai penjualan, material 50% dari nilai penjualan, tapi kalau memang terjadi peningkatan UMP 17% seperti di 2015, jadi kalau tahun depan UMP naik 15-17%, maka komposisi ke nilai penjualan langsung naik 1,5%, ini akan menekan margin," sebutnya.
Laba bersih juga tergerus sebesar 72% dari Rp 641 miliar menjadi hanya Rp 179 miliar. Meskipun demikian, perseroan belum ada rencana untuk melakukan efisiensi melalui pengurangan karyawannya alias PHK. "Pengurangan jumlah buruh hal terakhir yang akan dilakukan," kata Direktur Astra Otoparts Hugeng Gozali dalam acara Workshop Wartawan Pasar Modal 2015, di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/11/2015). Ia menjelaskan, saat ini perseroan akan melakukan berbagai efisiensi untuk bisa menekan biaya operasional.
"Biaya operasional mulai diperketat. Yang dilakukan penghematan penggunaan material, pengurangan jam produksi, pengurangan karyawan opsi terakhir," katanya. Saat ini, Hugeng menyebutkan, total karyawan perseroan secara grup mencapai 33.000 tenaga kerja.
Setiap tahun, kata Hugeng, pihaknya selalu memberikan kewajiban kepada para karyawannya dengan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP). Tahun ini, rata-rata kenaikannya mencapai 17%. "Sangat banyak sehingga efek UMP sangat besar ke kinerja keuangan," katanya..
Hugeng berharap, kenaikan UMP tahun depan tidak terlalu tinggi. Lesunya perekonomian ikut menyumbang tertekannya bisnis perseroan. "Dalam kondisi demand masih lemah, bila kenaikan UMP jauh di atas inflasi dan pertumbuhan ekonomi maka akan membebani industri. Saya sangat mengharapkan buruh juga mengerti, apa yang dirumuskan pemerintah sudah sangat fair, tetap meningkatkan upah tapi berdasarkan kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," ujar Hugeng.
Produsen otomotif nasional, PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) masih belum bisa berekspansi secara agresif di tahun depan. Selain perekonomian yang masih lesu, banyak biaya operasional yang masih akan menekan kinerja perseroan.
Direktur PT Astra Otoparts Tbk Hugeng Gozali mengatakan, kinerja perseroan tahun depan diperkirakan masih akan tertekan seiring dengan kenaikan upah buruh atau Upah Minimum Provinsi (UMP) yang memang terjadi setiap tahunnya. Tahun depan, ada kenaikan UMP tahun depan sebesar 11,5%. Ia menyebutkan, 2015 kenaikan Upah buruh (UMP sektoral) di Astra Otoparts mencapai 17%, jauh di atas angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang menjadi komponen penghitungan kenaikan UMP.
Hingga sembilan bulan pertama tahun 2015, pendapatan perseroan tercatat menurun menjadi Rp 8,7 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 9,2 triliun. Laba bersih juga tergerus dari Rp 641 miliar menjadi hanya Rp 179 miliar."Laba tergerus 70%. UMP naik 17%, semoga tahun depan tak setinggi tahun ini," katanya dalam Workshop Wartawan Pasar Modal 2015, di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/11/2015).
Di tahun depan, Hugeng menyebutkan, perseroan hanya menargetkan kenaikan pendapatan sebesar 5%. Hugeng berharap, kenaikan UMP tahun depan tidak sebesar 2015 (tahun depan 11,5%). Wacana pemerintah untuk menerapkan penghitungan atau rumus UMP berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi dinilai Hugeng sangat membantu sektor industri.
"Margin tergerus dengan peningkatan upah buruh, itu naiknya sangat tinggi jauh di atas inflasi dan pertumbuhan, tahun depan diharapkan tidak setinggi tahun ini," katanya.Hugeng menyebutkan, komponen UMP menyumbang beban 10% dari total pendapatan, sementara 50% disumbang dari komponen material.
"Upah buruh sudah 10% dari nilai penjualan, material 50% dari nilai penjualan, tapi kalau memang terjadi peningkatan UMP 17% seperti di 2015, jadi kalau tahun depan UMP naik 15-17%, maka komposisi ke nilai penjualan langsung naik 1,5%, ini akan menekan margin," sebutnya.
Laba Bersih Turun 14,3 Persen, Adaro Energy Hanya Bagi Dividen Rp 981 Miliar
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mencatatkan laba bersih sepanjang tahun 2015 sebesar US$ 152,440 juta atau sekitar Rp 1,981 triliun (kurs Rp 13.000), turun 14,3% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$ 177,897 juta atau sekitar Rp 2,312 triliun. Selain itu, sesuai kesepakatan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar hari ini, Adaro akan membagi dividen final sebesar US$ 75,49 juta atau sekitar Rp 981,37 miliar.
Dividen final tersebut termasuk dividen tunai interim sebesar US$ 35,18 juta yang dibayarkan pada 15 Januari 2016 lalu, dan sisanya US$ 40,30 juta akan dibagikan sebagai dividen tunai final.
"Memang kondisi industri batu bara kan sulit menurut saya bahkan, kalau saya hitung peak-nya di 2011 jadi kita sudah melewati 4 tahun berturut-turut, Alhamdulillah pada tahun 2015 kami dengan dukungan direksi segenap karyawan Adaro berhasil melewati masa sulit dan masih membukukan profit bahkan masih bisa bagi dividen, ini menurut saya capaian yang harus di apresiasi di tengah kondisi sulit," kata Presiden Direktur Adaro Energy, Garibaldi Thohir, di Tempo Scan Tower, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Selain itu, para pemegang saham juga menyetujui untuk memberhentikan dan menunjuk kembali Direksi Perseroan yang sebelumnya untuk masa jabatan 5 tahun berikutnya sampai akhir RUPST perseroan pada tahun 2021 dengan komposisi sebagai berikut:
Susunan Dewan Direksi
Dividen final tersebut termasuk dividen tunai interim sebesar US$ 35,18 juta yang dibayarkan pada 15 Januari 2016 lalu, dan sisanya US$ 40,30 juta akan dibagikan sebagai dividen tunai final.
"Memang kondisi industri batu bara kan sulit menurut saya bahkan, kalau saya hitung peak-nya di 2011 jadi kita sudah melewati 4 tahun berturut-turut, Alhamdulillah pada tahun 2015 kami dengan dukungan direksi segenap karyawan Adaro berhasil melewati masa sulit dan masih membukukan profit bahkan masih bisa bagi dividen, ini menurut saya capaian yang harus di apresiasi di tengah kondisi sulit," kata Presiden Direktur Adaro Energy, Garibaldi Thohir, di Tempo Scan Tower, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Selain itu, para pemegang saham juga menyetujui untuk memberhentikan dan menunjuk kembali Direksi Perseroan yang sebelumnya untuk masa jabatan 5 tahun berikutnya sampai akhir RUPST perseroan pada tahun 2021 dengan komposisi sebagai berikut:
Susunan Dewan Direksi
- Presiden Direktur: Garibaldi Thohir
- Wakil Presiden Direktur: Christian Ariano Rachmat
- Direktur: David Tendian
- Direktur: Chia Ah Hoo
- Direktur: M. Syah Indra Aman
- Direktur: Julius Aslan
- Direktur: Siswanto Prawiroatmodjo
- Presiden Komisaris: Edwin Soeryadjaya
- Wakil Presiden Komisaris: TheodorePermadiRachmat
- Komisaris: Subianto
- Komisaris: PalgunadiTatitSetyawan
- Komisaris: Raden Pardede
Laba Astra Turun Tajam 22% di Akhir Maret Karena Volume Bisnis Turun
PT Astra Internasional Tbk (ASII) mengalami koreksi laba bersih hingga 22% menjadi Rp 3,1 triliun di akhir Maret 2016. Laba turun akibat pendapatan berkurang. Menurut Presiden Direktur Astra, Prijono Sugiarto, Grup Astra mengalami penurunan pendapatan alat berat dan pertambangan serta agribisnis. Bersamaan dengan itu, terdapat penurunan kontribusi pendapatan bersih dari Toyota Sales Operations, setelah pelaksanaan restrukturisasi model distribusi dua tingkat (two-tiered).
Profitabilitas mengalami penurunan disebabkan oleh turunnya kontribusi dari alat berat dan pertambangan, jasa keuangan, teknologi informasi dan otomotif. "Grup Astra masih mengalami rendahnya permintaan otomotif dan lemahnya harga komoditas, serta penurunan kualitas kredit korporasi di Bank Permata. Kondisi bisnis diperkirakan masih menantang," katanya dalam siaran pers, Selasa (26/4/2016).
Pendapatan alias omzet perusahaan juga menipis 7%, dari sebelumnya Rp 45,1 triliun menjadi hanya Rp 41,8 triliun di kuartal I-2016. Nilai kas bersih, di luar Grup Jasa Keuangan, mencapai Rp 3,1 triliun, dibandingkan nilai kas bersih pada akhir tahun 2015 sebesar Rp 1,0 triliun. Anak perusahaan Grup segmen Jasa Keuangan mencatat utang bersih sebesar Rp 42 triliun, dibandingkan dengan Rp 44,6 triliun pada akhir tahun 2015.
Laba bersih dari Grup bisnis otomotif menurun 3% menjadi Rp 1,6 triliun. Secara keseluruhan, permintaan otomotif melemah selama tiga bulan pertama tahun 2016, walaupun pengurangan diskon secara umum telah meningkatkan margin.
Penjualan mobil secara nasional menurun sebesar 5% menjadi 267.000 unit. Penjualan nasional mobil Astra menurun sebesar 7% menjadi 127.000 unit, dengan pangsa pasar turun dari 49% menjadi 48%. Grup telah meluncurkan dua model baru dan lima model revamped selama periode ini.
Penjualan sepeda motor nasional menurun sebesar 6% menjadi 1,5 juta unit. Penjualan sepeda motor dari PT Astra Honda Motor (AHM) hanya mengalami sedikit penurunan menjadi 1,1 juta unit, sehingga pangsa pasarnya meningkat dari 68% menjadi 72%. AHM telah meluncurkan dua model baru dan tujuh model revamped selama periode ini.
Astra Otoparts, bisnis komponen Grup, mencatat penurunan laba bersih 8% menjadi Rp 81 miliar, yang disebabkan oleh menurunnya kontribusi bisnis pasar pabrikan otomotif (OEM/ Original Equipment Manufacturer) karena meningkatnya biaya operasional.
Laba bersih bisnis jasa keuangan Grup menurun sebesar 46% menjadi Rp 641 miliar. Kenaikan laba bersih PT Federal International Finance (FIF) dan PT Toyota Astra Financial Services (TAFS) diimbangi oleh penurunan kontribusi dari bisnis jasa keuangan lainnya, terutama Bank Permata.
Sektor bisnis pembiayaan konsumen menunjukkan kenaikan total pembiayaan sebesar 4% menjadi Rp 16 triliun, termasuk melalui joint bank financing without recourse. PT Astra Sedaya Finance yang fokus pada pembiayaan roda empat mencatat penurunan laba bersih sebesar 27% menjadi Rp 213 miliar.
Sementara pembiayaan roda empat lainnya, PT Toyota Astra Financial Services mencatat peningkatan laba bersih 10% menjadi Rp 80 miliar. FIF yang fokus pada pembiayaan roda dua mencatat kenaikan laba bersih sebesar 23% menjadi Rp 393 miliar, yang diuntungkan dari kenaikan pangsa pasar dan diversifikasi produk.
Total pembiayaan yang dikucurkan oleh Grup pembiayaan alat berat meningkat 16% menjadi Rp 1,0 triliun. PT Surya Artha Nusantara Finance (SANF) yang fokus pada pembiayaan alat berat kelas kecil dan menengah, melaporkan penurunan laba bersih sebesar 47% menjadi Rp 20 miliar.
PT Bank Permata Tbk, yang 44,6% sahamnya dimiliki oleh Perseroan, mencatat kerugian bersih sebesar Rp 376 miliar (2015: laba bersih Rp 567 miliar), seiring dengan meningkatnya provisi kerugian kredit sebagai konsekuensi dari peningkatan kredit bermasalah menjadi 3,5% dari 2,7% pada akhir tahun lalu, meskipun pendapatan bunga bersih tercatat meningkat 3%.
Perusahaan Grup asuransi, PT Asuransi Astra Buana, mencatat penurunan laba bersih 31% menjadi Rp 207 miliar yang disebabkan oleh penurunan laba dari investasi.
Perusahaan patungan bersama asuransi jiwa antara Grup Astra dan Aviva Plc, yang memasarkan produk dan jasa asuransinya dengan brand "Astra Life powered by Aviva", telah berhasil menambah lebih dari 19.000 nasabah asuransi jiwa perorangan (sepanjang tahun 2015: 28.500) dan lebih dari 64.000 nasabah asuransi untuk program kesejahteraan karyawan selama kuartal pertama tahun 2016 (sepanjang tahun 2015: 186.000).
Laba bersih Grup Astra dari segmen alat berat dan pertambangan menurun 55% menjadi Rp 442 miliar. PT United Tractors Tbk (UT), yang 59,5% sahamnya dimiliki oleh Perseroan, melaporkan laba bersih Rp 731 miliar, turun 55% disebabkan oleh penurunan pendapatan bersih akibat penurunan volume bisnis.
Pada segmen usaha mesin konstruksi, pendapatan bersih mengalami penurunan 13% karena penjualan alat berat Komatsu menurun 35% menjadi 499 unit. PT Pamapersada Nusantara (PAMA), anak perusahaan UT di bidang kontraktor penambangan batu bara, mengalami penurunan pendapatan bersih 20% akibat menurunnya kontrak produksi batu bara 4% menjadi 24 juta ton disertai dengan penurunan kontrak pengupasan lapisan tanah (overburden removal) sebesar 7% menjadi 163 juta bank cubic metres.
Anak perusahaan UT dalam bidang pertambangan melaporkan peningkatan penjualan batu bara 2% menjadi 2 juta ton dengan penurunan pendapatan bersih 11%. PT Acset Indonusa Tbk, perusahaan kontraktor umum yang 50,1% sahamnya dimiliki UT, melaporkan peningkatan laba bersih 59% menjadi Rp 19 miliar dan mencatat penambahan kontrak baru senilai Rp 2,4 triliun sepanjang kuartal satu tahun 2016 dibandingkan dengan Rp 3,1 triliun sepanjang tahun 2015.
Laba bersih dari segmen agribisnis Grup Rp 333 miliar, mengalami peningkatan 168%. PT Astra Agro Lestari Tbk (AAL), yang 79,7% sahamnya dimiliki oleh Perseroan, membukukan laba bersih sebesar Rp 418 miliar, naik 168%. Meskipun penjualan CPO meningkat 5% menjadi 271.000 ton, dan penjualan olein meningkat 78% menjadi 106.000 ton, harga rata-rata CPO mengalami penurunan sebesar 16% menjadi Rp 6.593/kg.
Sepanjang kuartal satu tahun 2016, keuntungan dari apresiasi mata uang rupiah terhadap kewajiban moneter AAL dalam mata uang dolar Amerika Serikat mampu mengimbangi dampak kerugian yang timbul atas pendapatannya yang terkait dengan mata uang dolar Amerika Serikat.
Laba bersih segmen infrastruktur, logistik dan lainnya meningkat 128% menjadi Rp 82 miliar, sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya laba bersih dari pengoperasian jalan tol dan pengembangan properti. PT Marga Mandala Sakti (MMS), operator jalan tol yang mengoperasikan jalur Tangerang-Merak sepanjang 72,5 km, yang 79,3% sahamnya dimiliki Perseroan, mencatat peningkatan volume trafik kendaraan sebesar 6% menjadi 11 juta kendaraan.
Pembangunan konstruksi sepanjang 40,5 km di jalan tol Kertosono-Mojokerto yang berlokasi di dekat Surabaya terus berlanjut. Jalan tol seksi 1 sepanjang 14,7 km sudah mulai beroperasi pada bulan Oktober 2014, tahap selanjutnya diharapkan dapat beroperasi pada tahun ini dan 2017, bergantung pada selesainya proses pembebasan lahan.
Pada bulan Juli 2015, PT Astratel Nusantara mengakuisisi 25% kepemilikan pada jalan tol Semarang-Solo sepanjang 72,6 km. Seksi 1 dan 2, sepanjang 22,8 km, sudah beroperasi. Jika ditambahkan dengan kepemilikan 40% saham Astratel di jalan tol lingkar luar Kunciran-Serpong sepanjang 11,2 km, total jalan tol yang dimiliki Grup saat ini mencapai 196,8 km.
PAM Lyonnaise Jaya, perusahaan penyedia air bersih yang melayani wilayah barat Jakarta mencatat kenaikan penjualan volume air bersih sebesar 3% menjadi 38 juta meter kubik. Pendapatan bersih PT Serasi Autoraya (SERA) mengalami kenaikan 1% dan laba bersih meningkat 29% menjadi Rp 22 miliar, di mana penurunan jumlah kontrak sewa kendaraan di bisnis rental kendaraan TRAC sebesar 11% menjadi 24.000 unit diimbangi dengan meningkatnya keuntungan dari penjualan kendaraan bekas dan volume logistik.
Anandamaya Residences, proyek residensial eksklusif berlokasi di pusat bisnis Jakarta, yang 60% sahamnya dimiliki oleh Perseroan, telah berhasil terjual 91%. Anandamaya Residences dan Menara Astra diharapkan dapat rampung sesuai rencana pada tahun 2018.
Laba bersih dari segmen teknologi informasi turun 8% menjadi Rp 34 miliar. PT Astra Graphia Tbk, yang 76,9% sahamnya dimiliki oleh Perseroan, merupakan perusahaan yang aktif bergerak di bidang informasi dokumen dan solusi teknologi komunikasi serta agen tunggal penyalur peralatan kantor Fuji Xerox di Indonesia, melaporkan laba bersih Rp 44 miliar atau turun 8%.
Profitabilitas mengalami penurunan disebabkan oleh turunnya kontribusi dari alat berat dan pertambangan, jasa keuangan, teknologi informasi dan otomotif. "Grup Astra masih mengalami rendahnya permintaan otomotif dan lemahnya harga komoditas, serta penurunan kualitas kredit korporasi di Bank Permata. Kondisi bisnis diperkirakan masih menantang," katanya dalam siaran pers, Selasa (26/4/2016).
Pendapatan alias omzet perusahaan juga menipis 7%, dari sebelumnya Rp 45,1 triliun menjadi hanya Rp 41,8 triliun di kuartal I-2016. Nilai kas bersih, di luar Grup Jasa Keuangan, mencapai Rp 3,1 triliun, dibandingkan nilai kas bersih pada akhir tahun 2015 sebesar Rp 1,0 triliun. Anak perusahaan Grup segmen Jasa Keuangan mencatat utang bersih sebesar Rp 42 triliun, dibandingkan dengan Rp 44,6 triliun pada akhir tahun 2015.
Laba bersih dari Grup bisnis otomotif menurun 3% menjadi Rp 1,6 triliun. Secara keseluruhan, permintaan otomotif melemah selama tiga bulan pertama tahun 2016, walaupun pengurangan diskon secara umum telah meningkatkan margin.
Penjualan mobil secara nasional menurun sebesar 5% menjadi 267.000 unit. Penjualan nasional mobil Astra menurun sebesar 7% menjadi 127.000 unit, dengan pangsa pasar turun dari 49% menjadi 48%. Grup telah meluncurkan dua model baru dan lima model revamped selama periode ini.
Penjualan sepeda motor nasional menurun sebesar 6% menjadi 1,5 juta unit. Penjualan sepeda motor dari PT Astra Honda Motor (AHM) hanya mengalami sedikit penurunan menjadi 1,1 juta unit, sehingga pangsa pasarnya meningkat dari 68% menjadi 72%. AHM telah meluncurkan dua model baru dan tujuh model revamped selama periode ini.
Astra Otoparts, bisnis komponen Grup, mencatat penurunan laba bersih 8% menjadi Rp 81 miliar, yang disebabkan oleh menurunnya kontribusi bisnis pasar pabrikan otomotif (OEM/ Original Equipment Manufacturer) karena meningkatnya biaya operasional.
Laba bersih bisnis jasa keuangan Grup menurun sebesar 46% menjadi Rp 641 miliar. Kenaikan laba bersih PT Federal International Finance (FIF) dan PT Toyota Astra Financial Services (TAFS) diimbangi oleh penurunan kontribusi dari bisnis jasa keuangan lainnya, terutama Bank Permata.
Sektor bisnis pembiayaan konsumen menunjukkan kenaikan total pembiayaan sebesar 4% menjadi Rp 16 triliun, termasuk melalui joint bank financing without recourse. PT Astra Sedaya Finance yang fokus pada pembiayaan roda empat mencatat penurunan laba bersih sebesar 27% menjadi Rp 213 miliar.
Sementara pembiayaan roda empat lainnya, PT Toyota Astra Financial Services mencatat peningkatan laba bersih 10% menjadi Rp 80 miliar. FIF yang fokus pada pembiayaan roda dua mencatat kenaikan laba bersih sebesar 23% menjadi Rp 393 miliar, yang diuntungkan dari kenaikan pangsa pasar dan diversifikasi produk.
Total pembiayaan yang dikucurkan oleh Grup pembiayaan alat berat meningkat 16% menjadi Rp 1,0 triliun. PT Surya Artha Nusantara Finance (SANF) yang fokus pada pembiayaan alat berat kelas kecil dan menengah, melaporkan penurunan laba bersih sebesar 47% menjadi Rp 20 miliar.
PT Bank Permata Tbk, yang 44,6% sahamnya dimiliki oleh Perseroan, mencatat kerugian bersih sebesar Rp 376 miliar (2015: laba bersih Rp 567 miliar), seiring dengan meningkatnya provisi kerugian kredit sebagai konsekuensi dari peningkatan kredit bermasalah menjadi 3,5% dari 2,7% pada akhir tahun lalu, meskipun pendapatan bunga bersih tercatat meningkat 3%.
Perusahaan Grup asuransi, PT Asuransi Astra Buana, mencatat penurunan laba bersih 31% menjadi Rp 207 miliar yang disebabkan oleh penurunan laba dari investasi.
Perusahaan patungan bersama asuransi jiwa antara Grup Astra dan Aviva Plc, yang memasarkan produk dan jasa asuransinya dengan brand "Astra Life powered by Aviva", telah berhasil menambah lebih dari 19.000 nasabah asuransi jiwa perorangan (sepanjang tahun 2015: 28.500) dan lebih dari 64.000 nasabah asuransi untuk program kesejahteraan karyawan selama kuartal pertama tahun 2016 (sepanjang tahun 2015: 186.000).
Laba bersih Grup Astra dari segmen alat berat dan pertambangan menurun 55% menjadi Rp 442 miliar. PT United Tractors Tbk (UT), yang 59,5% sahamnya dimiliki oleh Perseroan, melaporkan laba bersih Rp 731 miliar, turun 55% disebabkan oleh penurunan pendapatan bersih akibat penurunan volume bisnis.
Pada segmen usaha mesin konstruksi, pendapatan bersih mengalami penurunan 13% karena penjualan alat berat Komatsu menurun 35% menjadi 499 unit. PT Pamapersada Nusantara (PAMA), anak perusahaan UT di bidang kontraktor penambangan batu bara, mengalami penurunan pendapatan bersih 20% akibat menurunnya kontrak produksi batu bara 4% menjadi 24 juta ton disertai dengan penurunan kontrak pengupasan lapisan tanah (overburden removal) sebesar 7% menjadi 163 juta bank cubic metres.
Anak perusahaan UT dalam bidang pertambangan melaporkan peningkatan penjualan batu bara 2% menjadi 2 juta ton dengan penurunan pendapatan bersih 11%. PT Acset Indonusa Tbk, perusahaan kontraktor umum yang 50,1% sahamnya dimiliki UT, melaporkan peningkatan laba bersih 59% menjadi Rp 19 miliar dan mencatat penambahan kontrak baru senilai Rp 2,4 triliun sepanjang kuartal satu tahun 2016 dibandingkan dengan Rp 3,1 triliun sepanjang tahun 2015.
Laba bersih dari segmen agribisnis Grup Rp 333 miliar, mengalami peningkatan 168%. PT Astra Agro Lestari Tbk (AAL), yang 79,7% sahamnya dimiliki oleh Perseroan, membukukan laba bersih sebesar Rp 418 miliar, naik 168%. Meskipun penjualan CPO meningkat 5% menjadi 271.000 ton, dan penjualan olein meningkat 78% menjadi 106.000 ton, harga rata-rata CPO mengalami penurunan sebesar 16% menjadi Rp 6.593/kg.
Sepanjang kuartal satu tahun 2016, keuntungan dari apresiasi mata uang rupiah terhadap kewajiban moneter AAL dalam mata uang dolar Amerika Serikat mampu mengimbangi dampak kerugian yang timbul atas pendapatannya yang terkait dengan mata uang dolar Amerika Serikat.
Laba bersih segmen infrastruktur, logistik dan lainnya meningkat 128% menjadi Rp 82 miliar, sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya laba bersih dari pengoperasian jalan tol dan pengembangan properti. PT Marga Mandala Sakti (MMS), operator jalan tol yang mengoperasikan jalur Tangerang-Merak sepanjang 72,5 km, yang 79,3% sahamnya dimiliki Perseroan, mencatat peningkatan volume trafik kendaraan sebesar 6% menjadi 11 juta kendaraan.
Pembangunan konstruksi sepanjang 40,5 km di jalan tol Kertosono-Mojokerto yang berlokasi di dekat Surabaya terus berlanjut. Jalan tol seksi 1 sepanjang 14,7 km sudah mulai beroperasi pada bulan Oktober 2014, tahap selanjutnya diharapkan dapat beroperasi pada tahun ini dan 2017, bergantung pada selesainya proses pembebasan lahan.
Pada bulan Juli 2015, PT Astratel Nusantara mengakuisisi 25% kepemilikan pada jalan tol Semarang-Solo sepanjang 72,6 km. Seksi 1 dan 2, sepanjang 22,8 km, sudah beroperasi. Jika ditambahkan dengan kepemilikan 40% saham Astratel di jalan tol lingkar luar Kunciran-Serpong sepanjang 11,2 km, total jalan tol yang dimiliki Grup saat ini mencapai 196,8 km.
PAM Lyonnaise Jaya, perusahaan penyedia air bersih yang melayani wilayah barat Jakarta mencatat kenaikan penjualan volume air bersih sebesar 3% menjadi 38 juta meter kubik. Pendapatan bersih PT Serasi Autoraya (SERA) mengalami kenaikan 1% dan laba bersih meningkat 29% menjadi Rp 22 miliar, di mana penurunan jumlah kontrak sewa kendaraan di bisnis rental kendaraan TRAC sebesar 11% menjadi 24.000 unit diimbangi dengan meningkatnya keuntungan dari penjualan kendaraan bekas dan volume logistik.
Anandamaya Residences, proyek residensial eksklusif berlokasi di pusat bisnis Jakarta, yang 60% sahamnya dimiliki oleh Perseroan, telah berhasil terjual 91%. Anandamaya Residences dan Menara Astra diharapkan dapat rampung sesuai rencana pada tahun 2018.
Laba bersih dari segmen teknologi informasi turun 8% menjadi Rp 34 miliar. PT Astra Graphia Tbk, yang 76,9% sahamnya dimiliki oleh Perseroan, merupakan perusahaan yang aktif bergerak di bidang informasi dokumen dan solusi teknologi komunikasi serta agen tunggal penyalur peralatan kantor Fuji Xerox di Indonesia, melaporkan laba bersih Rp 44 miliar atau turun 8%.
BI Komitmen Jaga Volatilitas Rupiah Tidak Lebih 10 Persen
Bank Indonesia (BI) akan menjaga menjaga volatilitas kurs rupiah tidak melebihi 10 persen pada tahun ini. Tahun lalu, volatilitas kurs rupiah mencapai lebih dari 11 persen. "Dana masuk jangan sampai menimbulkan volatilitas berlebihan, tekanan apreasiasi yang berlebihan yang pada gilirannya juga bisa menyebabkan rupiah terlalu kuat dan overvalue, sehingga juga merugikan dari sisi daya saing," ujar Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung di Gedung Thamrin BI, Jakarta, Selasa (26/4).
BI menilai, upaya menjaga volatilitas nilai tukar menjadi perhatian lantaran aliran dana asing yang masuk ke pasar finansial domestik berpotensi semakin deras ke depan. Hal itu seiring dengan divergensi antara kebijakan moneter negara maju yang mulai berkurang dan adanya percepatan pemulihan ekonomi domestik.
BI mencatat volatilitas kurs rupiah terhadap mata uang asing sepanjang Maret hingga April 2016 relatif rendah, yaitu sekitar 5,6 persen. Hal itu menunjukkan terjaganya stabilitas nilai tukar. "Kalau dilihat volatilitas Maret-April, sangat rendah, yaitu sekitar 5,6 persen. Sebelumnya (volatilitas rupiah) bisa 10 hingga 11 persen," tutur Juda.
Sebagai informasi, berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dolar (JISDOR), selama kurun 1 Maret hingga 26 April 2016, nilai terlemah kurs Rupiah tercatat di level Rp13.367 per dolar AS. Sementara, nilai tukar rupiah terkuat ada di level Rp13.020 per dolar AS.
Sepanjang kuartal I 2016, modal asing masuk ke pasar keuangan Indonesia sebesar US$4,9, dimana US3,7 miliar dolar diantaranya diinvestasikan di Surat Utang Negara (SUN). Pasokan modal asing itu telah mendorong apresiasi nilai tukar rupiah sebesar 3,96 persen (year to date/YTD) ke level Rp13.260 per dolar AS.
BI menilai, upaya menjaga volatilitas nilai tukar menjadi perhatian lantaran aliran dana asing yang masuk ke pasar finansial domestik berpotensi semakin deras ke depan. Hal itu seiring dengan divergensi antara kebijakan moneter negara maju yang mulai berkurang dan adanya percepatan pemulihan ekonomi domestik.
BI mencatat volatilitas kurs rupiah terhadap mata uang asing sepanjang Maret hingga April 2016 relatif rendah, yaitu sekitar 5,6 persen. Hal itu menunjukkan terjaganya stabilitas nilai tukar. "Kalau dilihat volatilitas Maret-April, sangat rendah, yaitu sekitar 5,6 persen. Sebelumnya (volatilitas rupiah) bisa 10 hingga 11 persen," tutur Juda.
Sebagai informasi, berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dolar (JISDOR), selama kurun 1 Maret hingga 26 April 2016, nilai terlemah kurs Rupiah tercatat di level Rp13.367 per dolar AS. Sementara, nilai tukar rupiah terkuat ada di level Rp13.020 per dolar AS.
Sepanjang kuartal I 2016, modal asing masuk ke pasar keuangan Indonesia sebesar US$4,9, dimana US3,7 miliar dolar diantaranya diinvestasikan di Surat Utang Negara (SUN). Pasokan modal asing itu telah mendorong apresiasi nilai tukar rupiah sebesar 3,96 persen (year to date/YTD) ke level Rp13.260 per dolar AS.
Matahari Makin Kinclong Raup Untung Bersih Rp 244 Miliar Dalam 3 Bulan Pertama
PT Matahari Department Store Tbk, perusahaan ritel milik Grup Lippo mencatatkan laba bersih Rp 244 miliar pada kuartal I 2016. Realisasi ini naik 31,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp185 miliar.
Michael Remsen, CEO dan Vice President Director Matahari mengatakan, penjualan kotor perseroan mencapai Rp3,26 triliun per 31 Maret 2016 atau meningkat 13,2 persen kalau bandingkan kuartal I 2015 yang tercatat sebesar Rp2,88 triliun.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pendapatan bersih Matahari tercatat sebesar Rp1,86 triliun pada tiga bulan pertama tahun ini. Angka ini 15,0 persen lebih tinggi ketimbang kuartal I 2015, yaitu Rp1,62 triliun.
“Resiliensi target pelanggan kami di segmen pendapatan menengah, Ditambah penawaran berbagai macam produk yang fashionable dengan kualitas dan nilai lebih kepada pelanggan, membuat kami terus dapat meningkatkan kinerja yang baik,” terang Michael, dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (27/4).
Sementara itu, Michael menuturkan, Same Store Sales Growth (SSSG) tercatat sebesar 9,4 persen atau naik dari sebelumnya 5,4 persen. Hal itu menurutnya menunjukkan ketahanan segmen kelas menengah yang merupakan target pasar perseroan.
Saat ini, Matahari memiliki 142 gerai di 66 kota di Indonesia. Manajemen berencana membuka 6-8 gerai baru di 2016, dimana 3 di antaranya akan dibuka sebelum periode Lebaran. Analis Mandiri Sekuritas Matthew Wibowo menyatakan, perbaikan kinerja yang diprediksi akan terjadi pada 2016 kelihatannya bakal tertahan dengan melihat pada kinerja kuartal I 2016.
Menurutnya, SSSG sebagian besar peritel memiliki tren penurunan sejak Januari 2016, meskipun ada promosi yang diluncurkan. Nyatanya, SSSG Matahari malah mengalami peningkatan. Meski demikian, kami meyakini masih ada waktu untuk membaik dan dapat memanfaatkan momentum mulai Lebaran pada kuartal II 2016,” katanya.
Ia merekomendasikan PT Matahari Deparment Store Tbk dan PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk untuk tahun 2016. Matthew menilai, perbaikan daya beli dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh kedua perusahaan. “Keduanya adalah top picks kami di sektor ritel. Kami masih tetap merekomendasi neutral untuk sektor ritel,” jelasnya.
Michael Remsen, CEO dan Vice President Director Matahari mengatakan, penjualan kotor perseroan mencapai Rp3,26 triliun per 31 Maret 2016 atau meningkat 13,2 persen kalau bandingkan kuartal I 2015 yang tercatat sebesar Rp2,88 triliun.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pendapatan bersih Matahari tercatat sebesar Rp1,86 triliun pada tiga bulan pertama tahun ini. Angka ini 15,0 persen lebih tinggi ketimbang kuartal I 2015, yaitu Rp1,62 triliun.
“Resiliensi target pelanggan kami di segmen pendapatan menengah, Ditambah penawaran berbagai macam produk yang fashionable dengan kualitas dan nilai lebih kepada pelanggan, membuat kami terus dapat meningkatkan kinerja yang baik,” terang Michael, dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (27/4).
Sementara itu, Michael menuturkan, Same Store Sales Growth (SSSG) tercatat sebesar 9,4 persen atau naik dari sebelumnya 5,4 persen. Hal itu menurutnya menunjukkan ketahanan segmen kelas menengah yang merupakan target pasar perseroan.
Saat ini, Matahari memiliki 142 gerai di 66 kota di Indonesia. Manajemen berencana membuka 6-8 gerai baru di 2016, dimana 3 di antaranya akan dibuka sebelum periode Lebaran. Analis Mandiri Sekuritas Matthew Wibowo menyatakan, perbaikan kinerja yang diprediksi akan terjadi pada 2016 kelihatannya bakal tertahan dengan melihat pada kinerja kuartal I 2016.
Menurutnya, SSSG sebagian besar peritel memiliki tren penurunan sejak Januari 2016, meskipun ada promosi yang diluncurkan. Nyatanya, SSSG Matahari malah mengalami peningkatan. Meski demikian, kami meyakini masih ada waktu untuk membaik dan dapat memanfaatkan momentum mulai Lebaran pada kuartal II 2016,” katanya.
Ia merekomendasikan PT Matahari Deparment Store Tbk dan PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk untuk tahun 2016. Matthew menilai, perbaikan daya beli dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh kedua perusahaan. “Keduanya adalah top picks kami di sektor ritel. Kami masih tetap merekomendasi neutral untuk sektor ritel,” jelasnya.
Asuransi Astra Hanya Mampu Bukukan Premi Rp. 1,1 Triliun Dalam 3 Bulan
Asuransi Astra Buana (Asuransi Astra) membukukan perolehan premi sebesar Rp 1,1 triliun hingga kuartal pertama tahun ini, relatif stagnan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Santosa, Direktur Utama Asuransi Astra menjelaskan lebih dari 60 persen portofolio bisnis perusahaannya berasal dari asuransi kendaraan bermotor. Wajar jika kemudian perolehan premi tiga bulan pertama tahun ini stagnan mengingat aktivitas usaha otomotif di Tanah Air sedang melambat pertumbuhannya dalam dua hingga tiga tahun terakhir.
"Bisnis asuransi kendaraan bermotor kami ikut terimbas dampak dari perlambatan penjualan mobil. Tahun lalu, premi dari asuransi kendaraan bermotor sebesar Rp 2,1 triliun - Rp 2,2 triliun. Kami harapkan, tahun ini minimal bisa sama dengan tahun lalu saja sudah bagus," ujar Santosa pada pre-perayaan 60 tahun Asuransi Astra di Yogyakarta, Jumat (22/4).
Menurutnya, Asuransi Astra menargetkan pendapatan premi (gross) sebesar Rp 4,5 triliun hingga Rp 4,6 triliun sampai akhir tahun nanti. Target premi perseroan itu tidak terpaut terlalu jauh dengan pencapaiannya pada sepanjang tahun lalu yang berkisar Rp 4,46 triliun.
"Tahun ini, kami kira pertumbuhannya akan stagnan. Kalau pun ada pertumbuhan, kami kira itu akan berasal dari lini asuransi kesehatan dan komersial. Keduanya menguasai hampir 40 persen dari total bisnis perseroan. Kami baru bisa optimistis pada tahun 2017 mendatang, iklim usaha jauh membaik tahun depan," imbuh dia.
Selama ini, lanjutnya, Asuransi Astra mengandalkan jalur distribusi melalui perusahaan pembiayaan atau multifinance untuk memasarkan produk asuransi kendaraan bermotor. Sedangkan, produk lainnya dipasarkan melalui agen atau tenaga pemasar. Adapun dari sisi laba, Santosa memproyeksikan, perolehan labanya tahun ini kemungkinan akan turun dibandingkan tahun lalu jika indeks harga saham gabungan (IHSG) masih bertahan di bawah 5.200. Pada 2015, Asuransi Astra mencatatkan laba sebesar Rp 911 miliar.
Santosa menambahkan, sekitar 10 persen hingga 12 persen dari dana investasi perseroan ditaruh di keranjang saham, baik melalui reksa dana maupun saham langsung. Sementara, 80 persen lainnya ditempatkan di instrumen investasi berpendapatan tetap (fixed income), seperti surat utang negara dan obligasi, dan sisanya ditempatkan di deposito berjangka.
Memasuki usia ke-60 tahun, Asuransi Astra Buana mendeklarasikan tahun 2016 sebagai tahun strategi digital dengan tema "going mobile". Sebagai langkah awal, Asuransi Astra pada 22 April 2016 meluncurkan kembali asuransiastra.com dengan berbagai pengembangan dan perbaikan.
"Akun twitter @snt4online menjadi akun resmi CEO Asuransi Astra untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat dan pelanggan," ujar Santosa.
Santosa, Direktur Utama Asuransi Astra menjelaskan lebih dari 60 persen portofolio bisnis perusahaannya berasal dari asuransi kendaraan bermotor. Wajar jika kemudian perolehan premi tiga bulan pertama tahun ini stagnan mengingat aktivitas usaha otomotif di Tanah Air sedang melambat pertumbuhannya dalam dua hingga tiga tahun terakhir.
"Bisnis asuransi kendaraan bermotor kami ikut terimbas dampak dari perlambatan penjualan mobil. Tahun lalu, premi dari asuransi kendaraan bermotor sebesar Rp 2,1 triliun - Rp 2,2 triliun. Kami harapkan, tahun ini minimal bisa sama dengan tahun lalu saja sudah bagus," ujar Santosa pada pre-perayaan 60 tahun Asuransi Astra di Yogyakarta, Jumat (22/4).
Menurutnya, Asuransi Astra menargetkan pendapatan premi (gross) sebesar Rp 4,5 triliun hingga Rp 4,6 triliun sampai akhir tahun nanti. Target premi perseroan itu tidak terpaut terlalu jauh dengan pencapaiannya pada sepanjang tahun lalu yang berkisar Rp 4,46 triliun.
"Tahun ini, kami kira pertumbuhannya akan stagnan. Kalau pun ada pertumbuhan, kami kira itu akan berasal dari lini asuransi kesehatan dan komersial. Keduanya menguasai hampir 40 persen dari total bisnis perseroan. Kami baru bisa optimistis pada tahun 2017 mendatang, iklim usaha jauh membaik tahun depan," imbuh dia.
Selama ini, lanjutnya, Asuransi Astra mengandalkan jalur distribusi melalui perusahaan pembiayaan atau multifinance untuk memasarkan produk asuransi kendaraan bermotor. Sedangkan, produk lainnya dipasarkan melalui agen atau tenaga pemasar. Adapun dari sisi laba, Santosa memproyeksikan, perolehan labanya tahun ini kemungkinan akan turun dibandingkan tahun lalu jika indeks harga saham gabungan (IHSG) masih bertahan di bawah 5.200. Pada 2015, Asuransi Astra mencatatkan laba sebesar Rp 911 miliar.
Santosa menambahkan, sekitar 10 persen hingga 12 persen dari dana investasi perseroan ditaruh di keranjang saham, baik melalui reksa dana maupun saham langsung. Sementara, 80 persen lainnya ditempatkan di instrumen investasi berpendapatan tetap (fixed income), seperti surat utang negara dan obligasi, dan sisanya ditempatkan di deposito berjangka.
Memasuki usia ke-60 tahun, Asuransi Astra Buana mendeklarasikan tahun 2016 sebagai tahun strategi digital dengan tema "going mobile". Sebagai langkah awal, Asuransi Astra pada 22 April 2016 meluncurkan kembali asuransiastra.com dengan berbagai pengembangan dan perbaikan.
"Akun twitter @snt4online menjadi akun resmi CEO Asuransi Astra untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat dan pelanggan," ujar Santosa.
Asuransi Otomotif Sepi, Adira Insurance Banting Stir Ke Asuransi Kesehatan
PT Asuransi Adira Dinamika (Adira Insurance) akan menggemukkan lini bisnis asuransi non otomotif untuk menghimpun lebih banyak pendapatan premi sepanjang tahun ini, seiring dengan perlambatan pertumbuhan industri otomotif. Indra Baruna, Direktur Utama Adira Insurance mengatakan saat ini, komposisi premi dari asuransi otomotif masih mendominasi sebanyak 65 persen, sementara asuransi non otomotif hanya berkisar 35 persen.
"Namun, porsi ini sudah banyak berubah dari tahun-tahun sebelumnya karena perlambatan pertumbuhan industri otomotif. Bisnis dari otomotif masih lesu. Makanya, kami genjot non otomotif, seperti asuransi kesehatan," ujarnya. Indra memperkirakan, porsi asuransi otomotif tahun ini akan menciut menjadi 55 persen. Sedangkan asuransi non otomotif menjadi 45 persen. Sementara, pertumbuhan premi yang dipatok anak usaha PT Bank Danamon Indonesia Tbk itu sebesar 20 persen hingga akhir tahun.
Sampai akhir tahun lalu, total premi yang dibukukan perseroan sebesar Rp2,2 triliun atau tumbuh tipis dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp 2,1 triliun. Pada kuartal I 2016, perseroan tercatat mengantongi pendapatan premi sebesar Rp517 miliar atau sekitar 20 persen dari total target tahun ini. Perolehan ini meningkat sekitar 10 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Kuartal I 2016 ini premi masih didominasi oleh asuransi kendaraan bermotor, terutama roda empat. Tetapi, jelang kuartal II, asuransi kesehatan, asuransi kebakaran, dan pengangkutan kapal akan meningkat. Lini non otomotif ini pertumbuhannya tinggi," pungkasnya.
"Namun, porsi ini sudah banyak berubah dari tahun-tahun sebelumnya karena perlambatan pertumbuhan industri otomotif. Bisnis dari otomotif masih lesu. Makanya, kami genjot non otomotif, seperti asuransi kesehatan," ujarnya. Indra memperkirakan, porsi asuransi otomotif tahun ini akan menciut menjadi 55 persen. Sedangkan asuransi non otomotif menjadi 45 persen. Sementara, pertumbuhan premi yang dipatok anak usaha PT Bank Danamon Indonesia Tbk itu sebesar 20 persen hingga akhir tahun.
Sampai akhir tahun lalu, total premi yang dibukukan perseroan sebesar Rp2,2 triliun atau tumbuh tipis dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp 2,1 triliun. Pada kuartal I 2016, perseroan tercatat mengantongi pendapatan premi sebesar Rp517 miliar atau sekitar 20 persen dari total target tahun ini. Perolehan ini meningkat sekitar 10 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Kuartal I 2016 ini premi masih didominasi oleh asuransi kendaraan bermotor, terutama roda empat. Tetapi, jelang kuartal II, asuransi kesehatan, asuransi kebakaran, dan pengangkutan kapal akan meningkat. Lini non otomotif ini pertumbuhannya tinggi," pungkasnya.
HM Sampoerna Lakukan Stock Split Dengan Rasio 1:25
PT HM Sampoerna Tbk mengumumkan rencana aksi korporasi pemecahan nilai nominal saham (stock split) dan telah disetujui oleh pemegang sahamnya melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) yang digelar hari ini. Nantinya, pemegang saham akan mendapatkan 25 lembar saham untuk setiap saham yang dimiliki atau dengan rasio 1:25.
Pemecahan nilai nominal saham ini akan meningkatkan jumlah saham perseroan yang beredar dari 4.652,7 juta saham menjadi sekitar 116.318,1 juta saham. Pada penutupan perdagangannya kemarin, nilai saham perseroan di level Rp 92.500 per saham.
Paul Janelle, Presiden Direktur Sampoerna meyakini pemecahan nilai nominal saham perseroan bertikar HMSP ini akan membuat harga saham menjadi lebih terjangkau. Sehingga, perseroan bisa menarik lebih banyak investor ritel. “Strategi kami ini sangat sejalan dengan program Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk meningkatkan jumlah investor, pedagang saham aktif, serta nilai transaksi saham di pasar modal Indonesia,” ujar Janelle dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, (27/4).
Sebagai informasi, saat ini perseroan menguasai sekitar 34,1 persen pangsa pasar industri rokok. Sepanjang kuartal pertama 2016, laba bersih perseroan mencapai Rp3,1 triliun atau naik 7,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Rp2,9 triliun.
Perolehan laba ini ditopang oleh pertumbuhan pendapatan bersih perseroan sebesar 1,7 persen dari Rp21,6 triliun pada kuartal pertama 2015 menjadi Rp21,9 triliun. Sementara pada 2015 lalu, laba bersih perseroan mencapai Rp 10,36 triliun atau naik 1,8 persen dibanding laba bersih di 2014 sebesar Rp 10,18 triliun.
RUPS-LB juga mengumumkan bahwa Wayan M Tantra akan menjabat sebagai Wakil Presiden Komisaris yang baru. Sementara, Ivan Cahyadi dan Mimi Kurniawan akan bergabung ke jajaran kursi direksi. Selain itu, Yos Adiguna Ginting ditunjuk sebagai Direktur Independen
Pemecahan nilai nominal saham ini akan meningkatkan jumlah saham perseroan yang beredar dari 4.652,7 juta saham menjadi sekitar 116.318,1 juta saham. Pada penutupan perdagangannya kemarin, nilai saham perseroan di level Rp 92.500 per saham.
Paul Janelle, Presiden Direktur Sampoerna meyakini pemecahan nilai nominal saham perseroan bertikar HMSP ini akan membuat harga saham menjadi lebih terjangkau. Sehingga, perseroan bisa menarik lebih banyak investor ritel. “Strategi kami ini sangat sejalan dengan program Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk meningkatkan jumlah investor, pedagang saham aktif, serta nilai transaksi saham di pasar modal Indonesia,” ujar Janelle dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, (27/4).
Sebagai informasi, saat ini perseroan menguasai sekitar 34,1 persen pangsa pasar industri rokok. Sepanjang kuartal pertama 2016, laba bersih perseroan mencapai Rp3,1 triliun atau naik 7,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Rp2,9 triliun.
Perolehan laba ini ditopang oleh pertumbuhan pendapatan bersih perseroan sebesar 1,7 persen dari Rp21,6 triliun pada kuartal pertama 2015 menjadi Rp21,9 triliun. Sementara pada 2015 lalu, laba bersih perseroan mencapai Rp 10,36 triliun atau naik 1,8 persen dibanding laba bersih di 2014 sebesar Rp 10,18 triliun.
RUPS-LB juga mengumumkan bahwa Wayan M Tantra akan menjabat sebagai Wakil Presiden Komisaris yang baru. Sementara, Ivan Cahyadi dan Mimi Kurniawan akan bergabung ke jajaran kursi direksi. Selain itu, Yos Adiguna Ginting ditunjuk sebagai Direktur Independen
Meski Laba Bersih Turun 25 Persen Astra Tetap Bagi Deviden Senilai Rp. 7,2 Triliun
PT Astra Internasional Tbk (ASII) mencatat penurunan laba bersih 25% menjadi Rp 14,5 triliun di akhir 2015. Pendapatan bersih juga ikut turun, 9% dibandingkan tahun lalu. Tanpa memperhitungkan pembebanan biaya non kas atas penurunan nilai properti tambang batu bara pada tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya, laba bersih Perseroan turun 20% menjadi Rp 16 triliun.
"Grup Astra mengalami tantangan bisnis sepanjang tahun 2015 dengan laba bersih sebelum penurunan nilai properti pertambangan batu bara menurun 20% menjadi sebesar Rp 16 triliun," kata Presiden Direktur Astra, Prijono Sugiarto, dalam keterangan tertulis, Kamis (25/2/2016).
Sepanjang 2015 emiten berkode ASII itu menghadapi pelemahan harga komoditas dan penurunan konsumsi domestik, sekaligus meningkatnya kompetisi dari sektor penjualan mobil, dan merosotnya kualitas kredit korporasi yang mengakibatkan penurunan kontribusi di semua segmen kecuali teknologi informasi.
"Kami masih bersikap hati-hati terhadap prospek bisnis mendatang, namun dengan didukung kemampuan Perseroan menghasilkan kas yang baik serta neraca keuangan yang kuat, Perseroan terus berinvestasi bagi masa depan, dan siap memanfaatkan peluang dari setiap perbaikan kondisi ekonomi," ujarnya.
Pendapatan bersih konsolidasian Astra menurun 9% menjadi Rp 184,2 triliun sepanjang tahun 2015, terutama disebabkan oleh penurunan di segmen otomotif, alat berat dan pertambangan, serta agribisnis. Nilai aset bersih per saham Grup tercatat sebesar Rp 2.521 pada 31 Desember 2015, meningkat 7% dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2014.
Sementara Nilai kas bersih secara keseluruhan, di luar Grup Jasa Keuangan, mencapai Rp 1 triliun, dibandingkan dengan utang bersih yang mencapai Rp 3,3 triliun pada akhir tahun 2014, karena arus masuk modal kerja yang kuat.
Anak perusahaan Grup segmen Jasa Keuangan mencatat utang bersih sebesar Rp 44,6 triliun, dibandingkan dengan Rp 45,9 triliun pada akhir tahun 2014. Astra menetapkan dividen final Rp 113 per saham (tahun 2014: Rp 152 per saham) akan diusulkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang akan dilaksanakan pada April 2016.
Dividen final yang diusulkan bersamaan dengan dividen interim sebesar Rp 64 per saham (tahun 2014: Rp 64 per saham) akan membuat total dividen tahun ini menjadi Rp 177 per saham (tahun 2014: Rp 216 per saham), mewakili rasio pembagian dividen sebesar 50% (tahun 2014: 46%).
PT Astra International Tbk (ASII) membagi dividen Rp 7,2 triliun kepada pemegang sahamnya. Dividen ini sudah disepakati dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) yang digelar hari ini. RUPS ini juga menyetujui penggunaan laba bersih perseroan untuk tahun buku 2015 sebesar Rp 14,46 triliun untuk dividen dan laba ditahan. Astra International membagikan dividen tunai sebesar Rp 7,2 triliun atau sebesar Rp 177 setiap saham. Sedangkan sisa laba sebesar Rp 7,2 triliun dibukukan sebagai laba ditahan perseroan.
"RUPS kali ini ada beberapa perubahan direksi dan komisaris," terang Chief of Corporate Communications Astra, Pongki Pamungkas, saat jumpa pers di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (27/4/2016).
RUPS kali ini juga menyetujui pengunduran diri beberapa jajaran direksi dan komisaris, antara lain:
"Dengan demikian konferensi pers RUPS Astra 2016 berakhir, terima kasih," ujar Pongki. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Astra International Tbk menyetujui pembagian dividen tunai sebesar Rp7,16 triliun, atau 49 persen dari laba bersih yang diterima perseroan sebesar Rp14,46 triliun sepanjang 2015.
Pemegang Saham Perseroan yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan pada tanggal 11 Mei 2016 akan mendapatkan Rp177 per saham, yang akan diperhitungkan dengan dividen interim sebesar Rp64 per saham dan dibayarkan pada 27 Mei 2016. "RUPST ini menyetujui penggunaan laba bersih Perseroan untuk tahun buku yang berakhir 31 Desember 2015 untuk membagi dividen tunai kepada pemegang saham," tutur Prijono Sugiarto Presiden Direktur PT Astra International Tbk di Jakarta pada Rabu (27/4).
Prijono menyatakan, sisa laba bersih yang berjumlah Rp7,29 triliun akan ditahan sebagai laba ditahan Perseroan. Sementara, laba bersih kuartal I emiten berkode saham ASII ini tercatat mengalami penurunan sebesar 22 persen menjadi Rp3,11 triliun. Merosotnya laba Astra disebabkan oleh berkurangnya pendapatan bersih sebesar 7 persen menjadi Rp 41,88 triliun year on year (yoy).
Dikutip dari keterangan resmi Astra, Prijono menjelaskan perusahaannya mengalami penurunan pendapatan dari penjualan alat berat, sektor pertambangan dan agribisnis. Sementara di saat yang bersamaan, kontribusi pendapatan dari penjualan mobil merek Toyota menurun. "Profitabilitas turun karena kontribusi alat berat dan pertambangan, jasa keuangan, teknologi informasi dan otomotif melemah," kata Prijono.
Ia memperkirakan sepanjang tahun ini Astra akan menghadapi sejumlah tantangan karena permintaan otomotif masih melemah, harga komoditas tertekan dan kualitas kredit korporasi di Bank Permata, salah satu anak usaha perusahaan, cenderung menurun.
"Grup Astra mengalami tantangan bisnis sepanjang tahun 2015 dengan laba bersih sebelum penurunan nilai properti pertambangan batu bara menurun 20% menjadi sebesar Rp 16 triliun," kata Presiden Direktur Astra, Prijono Sugiarto, dalam keterangan tertulis, Kamis (25/2/2016).
Sepanjang 2015 emiten berkode ASII itu menghadapi pelemahan harga komoditas dan penurunan konsumsi domestik, sekaligus meningkatnya kompetisi dari sektor penjualan mobil, dan merosotnya kualitas kredit korporasi yang mengakibatkan penurunan kontribusi di semua segmen kecuali teknologi informasi.
"Kami masih bersikap hati-hati terhadap prospek bisnis mendatang, namun dengan didukung kemampuan Perseroan menghasilkan kas yang baik serta neraca keuangan yang kuat, Perseroan terus berinvestasi bagi masa depan, dan siap memanfaatkan peluang dari setiap perbaikan kondisi ekonomi," ujarnya.
Pendapatan bersih konsolidasian Astra menurun 9% menjadi Rp 184,2 triliun sepanjang tahun 2015, terutama disebabkan oleh penurunan di segmen otomotif, alat berat dan pertambangan, serta agribisnis. Nilai aset bersih per saham Grup tercatat sebesar Rp 2.521 pada 31 Desember 2015, meningkat 7% dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2014.
Sementara Nilai kas bersih secara keseluruhan, di luar Grup Jasa Keuangan, mencapai Rp 1 triliun, dibandingkan dengan utang bersih yang mencapai Rp 3,3 triliun pada akhir tahun 2014, karena arus masuk modal kerja yang kuat.
Anak perusahaan Grup segmen Jasa Keuangan mencatat utang bersih sebesar Rp 44,6 triliun, dibandingkan dengan Rp 45,9 triliun pada akhir tahun 2014. Astra menetapkan dividen final Rp 113 per saham (tahun 2014: Rp 152 per saham) akan diusulkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang akan dilaksanakan pada April 2016.
Dividen final yang diusulkan bersamaan dengan dividen interim sebesar Rp 64 per saham (tahun 2014: Rp 64 per saham) akan membuat total dividen tahun ini menjadi Rp 177 per saham (tahun 2014: Rp 216 per saham), mewakili rasio pembagian dividen sebesar 50% (tahun 2014: 46%).
PT Astra International Tbk (ASII) membagi dividen Rp 7,2 triliun kepada pemegang sahamnya. Dividen ini sudah disepakati dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) yang digelar hari ini. RUPS ini juga menyetujui penggunaan laba bersih perseroan untuk tahun buku 2015 sebesar Rp 14,46 triliun untuk dividen dan laba ditahan. Astra International membagikan dividen tunai sebesar Rp 7,2 triliun atau sebesar Rp 177 setiap saham. Sedangkan sisa laba sebesar Rp 7,2 triliun dibukukan sebagai laba ditahan perseroan.
"RUPS kali ini ada beberapa perubahan direksi dan komisaris," terang Chief of Corporate Communications Astra, Pongki Pamungkas, saat jumpa pers di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (27/4/2016).
RUPS kali ini juga menyetujui pengunduran diri beberapa jajaran direksi dan komisaris, antara lain:
- Kyoichi Tanada sebagai Komisaris Independen Perseroan
- Chiew Sin Cheok sebagai Komisaris Peraeroan
- Simon Collier Dixon sebagai Direktur Perseroan
- Michinobu Sugata sebagai Komisaris Independen Perseroan menggantikan Kyoichi Tanada
- Adrian Teng Wei Ann sebagai Komisaris Perseroan menggantikan Chiew Sin Cheok
- Chiew Sin Seok sebagai Direktur Perseroan menggantikan Simon Collier Dixon
- Jihn Raymond Witt sebagai Komisaris Perseroan
- Gidion Hasan sebagai Direktur Perseroan
- Presiden Direktur: Prijono Sugiarto
- Direktur Independenh Gunawan Geniusahardja
- Direktur: Djoko Pranoto
- Direktur: Widya Wirawan
- Direktur: Sudirman Maman Rusdi
- Direktur: Johannes Loman
- Direktur: Suparno Djasmin
- Direktur: Bambang Widjanarko Santoso
- Direktur: Djony Bunarto Tjondro
- Direktur: Chiew Sin Cheok
- Direktur: Gidion Hasan
- Presiden Komisaris: Budi Setiadharma
- Komisaris Independen: Sidharta Utama
- Komisaris Independen: Mari Elka Pangestu
- Komisaris Independen: Muhamad Chatib Basri
- Komisaris Independen: Michinobu Sugata
- Komisaris: Anthony John Liddell Nightinhale
- Komisaris: Benjamin William Keswick
- Komisaris: Mark Spencer Greenberg
- Komisaris: Jonathan Chang
- Komisaris: David Alexander Newbigging
- Komisaris: Adrian Teng Wei Ann
- Komisaris: John Raymond Witt
"Dengan demikian konferensi pers RUPS Astra 2016 berakhir, terima kasih," ujar Pongki. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Astra International Tbk menyetujui pembagian dividen tunai sebesar Rp7,16 triliun, atau 49 persen dari laba bersih yang diterima perseroan sebesar Rp14,46 triliun sepanjang 2015.
Pemegang Saham Perseroan yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan pada tanggal 11 Mei 2016 akan mendapatkan Rp177 per saham, yang akan diperhitungkan dengan dividen interim sebesar Rp64 per saham dan dibayarkan pada 27 Mei 2016. "RUPST ini menyetujui penggunaan laba bersih Perseroan untuk tahun buku yang berakhir 31 Desember 2015 untuk membagi dividen tunai kepada pemegang saham," tutur Prijono Sugiarto Presiden Direktur PT Astra International Tbk di Jakarta pada Rabu (27/4).
Prijono menyatakan, sisa laba bersih yang berjumlah Rp7,29 triliun akan ditahan sebagai laba ditahan Perseroan. Sementara, laba bersih kuartal I emiten berkode saham ASII ini tercatat mengalami penurunan sebesar 22 persen menjadi Rp3,11 triliun. Merosotnya laba Astra disebabkan oleh berkurangnya pendapatan bersih sebesar 7 persen menjadi Rp 41,88 triliun year on year (yoy).
Dikutip dari keterangan resmi Astra, Prijono menjelaskan perusahaannya mengalami penurunan pendapatan dari penjualan alat berat, sektor pertambangan dan agribisnis. Sementara di saat yang bersamaan, kontribusi pendapatan dari penjualan mobil merek Toyota menurun. "Profitabilitas turun karena kontribusi alat berat dan pertambangan, jasa keuangan, teknologi informasi dan otomotif melemah," kata Prijono.
Ia memperkirakan sepanjang tahun ini Astra akan menghadapi sejumlah tantangan karena permintaan otomotif masih melemah, harga komoditas tertekan dan kualitas kredit korporasi di Bank Permata, salah satu anak usaha perusahaan, cenderung menurun.
Subscribe to:
Posts (Atom)