Hasil kajian Bank Indonesia (BI) mencatat dana orang Indonesia yang berpotensi pulang ke dalam negeri akibat kebijakan pengampunan pajak, atau tax amnesty adalah Rp 560 triliun, dan penerimaan pajak yang bisa didapatkan adalah Rp 45,7 triliun.
Gubernur BI, Agus Martowardojo, menjelaskan angka tersebut merupakan batas terendah. Data ini bermula dari kajian Global Financial Integration (GFI), yang menyebutkan dana orang Indonesia di banyak negara mencapai Rp 3.147 triliun, yang berkembang sejak 2004-2013.
"Kami menggunakan data dari GFI 2013 ketika dia menyampaikan Indonesia kira-kira ada segini nih dananya," ungkap Agus, dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/4/2016). Agus menyampaikan, dana tersebut memiliki asal usul yang beragam. Baik legal maupun tidak legal. Tidak legal, karena dianggap terlibat dengan unsur perbudakan manusia, pencucian uang, terorisme, narkoba dan sejenisnya. Di dalamnya termasuk juga hasil korupsi.
"Jadi 30% (dari total) itu terkait dengan narkoba, terorisme, human trafficking, money laundry, dan yang 10% itu korupsi," jelasnya. Meski demikian, Agus tidak menutup mata atas pernyataan pemerintah, yang mengatakan besaran dana orang Indonesia di luar negeri mencapai Rp 11.450 triliun atau setara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2015.
"Jadi itu adalah baseline. Karena di dunia keuangan itu selalu pendekatan underpromise, over delivered. Jadi jangan janjikan yang besar, tapi kamu dapat yang besar. Itu kamu akan menjadi orang yang kredibel.," tegas Agus. Terkait dengan potensi penerimaan negara, Agus menjelaskan rinciannya adalah tebusan atas aset Rp 2,4 triliun, tebusan dari dana tunai luar negeri Rp 26 triliun, dan tebusan dari dalam negeri Rp 17,3 triliun.
"Maka total untuk penerimaan pajak adalah Rp 45,7 triliun, " pungkasnya.
No comments:
Post a Comment