Tuesday, April 26, 2016

Sejarah Bawang Putih Indonesia : Dulu Swasembada Kini 95 Persen Impor dari China

Meski punya banyak lahan luas di dataran tinggi untuk budidaya bawang putih, nyatanya 95% kebutuhan bawang putih nasional dipasok dari luar negeri alias impor. Menyadari ketergantungan bawang putih impor yang tinggi, Kementerian Pertanian (Kementan) tahun ini mulai bergerak cepat. Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Spudnik Sudjono Kamino mengungkapkan, perluasan besar-besaran penanaman bawang putih sudah dilakukan baru-baru ini. Untuk proyek percontohan, sudah ada lahan tanam baru seluas 1.010 hektar yang tersebar di 10 daerah.

"Sudah sejak saya menjabat Dirjen, saya putuskan untuk mulai program kurangi impor bawang putih. Ada sekitar 1.000 hektar lahan baru, ini hanya sebagai awal dan trigger (pemicu) saja, jangan terus-terus tergantung bawang putih China," ujarnya. Spudnik merinci, proyek pengembangan bawang putih ini antara lain di Tegal seluas 6 hektar, Temanggung 304 hektar, Karanganyar 150 hektar, Bener Meriah 50 hektar, Solok 50 hektar, Lombok Timur 200 hektar, Bima 150 hektar, Tabanan 50 hektar, dan Lanny Jaya 50 hektar.

"Ini kan baru proyek awal, baru mulai tanam, jadi belum tahu hasilnya. Tahun 2016 kita canangkan dimulainya pengembangan bawang putih dalam negeri," tutupnya. Indonesia punya lahan luas di sejumlah dataran tinggi yang cocok untuk penanaman bawang putih. Namun sayangnya, 95% dari 400.000 ton kebutuhan bawang per tahun masih harus diimpor.

Dari sisi kualitas, bawang putih lokal sebenarnya lebih baik ketimbang bawang putih China. Direktur Budidaya dan Pasca Panen Sayuran Kementerian Pertanian (Kementan), Yanuardi mengatakan, varietas bawang putih yang dihasilkan petani lokal sebenarnya lebih bagus, baik dari sisi aroma maupun ukurannya.

"Dulu saat masih banyakan lokal, rasanya itu lebih berkualitas dibanding bawang impor China. Satu siung bawang putih lokal, itu sama dengan 4-5 siung bawang putih China kalau kita pakai di dapur, ukuran juga nggak kalah," jelasnya. Kendati lebih berkualitas, sambung Yanuardi, harga bawang putih China yang jauh lebih murah membuat petani lokal tak bisa bertahan saat impor dibuka lebar pada tahun 1996.

"Orang generasi sekarang sudah nggak bisa bedakan dengan yang bawang putih lokal. Karena semuanya sudah di mana-mana dari impor, orang dulu masih bisa bedakan. Kalah harga, petani pada mati suri," ujarnya. Dia menuturkan, sebagai salah satu upaya mengurangi ketergantungan pada impor, Kementan pernah mencoba membudidayakan bibit umbi bawang putih asal China ditanam di kawasan pegunungan lereng Gunung Slamet di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

"Ternyata setelah ditanam di Tegal, bawang dari China ukurannya lebih besar dari yang diimpor selama ini. Tapi, kualitasnya jelek, baunya nggak ada. Dari situ lebih baik kita kembangkan bawang putih lokal saja, karena memang dari kualitas juga lebih baik, masalahnya cuma di harganya yang kalah jauh," pungkas Yanuardi.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2016, impor bawang putih mencapai 21.858 ton atau senilai US$ 18,6 juta. Untuk akumulasi Januari-Maret 2016, impornya sebesar 98.414 ton dengan nilai US$ 74,8 juta. Sedangkan negara asal pemasok bawang putih ke dalam negeri adalah China.

Kementerian Pertanian (Kementan) bertekad membatasi impor atas komoditas bawang putih mulai tahun ini. Saat ini, 95% dari sekitar 400.000 ton kebutuhan bawang putih dipasok dari impor, terbanyak dari China. Direktur Budidaya dan Pasca Panen Sayuran Kementerian Pertanian (Kementan), Yanuardi berujar, pihaknya sejak 2 bulan lalu telah mengajukan Rekomendasi Impor Produk Hortkultura (RIPH) untuk pembatasan impor bawang putih dengan memperhitungkan kebutuhan dan produksi lokal.

"Permintaan RIPH sudah dikirim, tapi belum dibahas di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Perdagangan. Kalau disetujui, maka impor bawang putih tak lagi bebas seperti sekarang. Tapi sangat dibatasi," katanya. Lewat kebijakan RIPH tersebut, status keluar masuk pelabuhan pada bawang putih akan sama dengan komoditas hortikultura lainnya, yang saat ini diberi proteksi pemerintah, contohnya bawang merah.

"Kalau sekarang kan mau impor berapa pun bebas. Jadi sekarang kita lagi besarkan lagi produksi bawang putih. Sedikit demi sedikit impor bawang putih akan berkurang kalau produksi lokal naik. Kalau produksi banyak, yang boleh impor sisa kebutuhannya saja berapa. Kalau produksi dinyatakan banyak, impor otomatis terlarang," ujar Yanuardi.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2016, impor bawang putih mencapai 21.858 ton atau senilai US$ 18,6 juta. Untuk akumulasi Januari-Maret 2016, impornya sebesar 98.414 ton dengan nilai US$ 74,8 juta. Sedangkan negara asal pemasok bawang putih ke dalam negeri adalah China.\

Sebelum tahun 1996, Indonesia masih dinyatakan swasembada komoditas bawang putih. Hampir seluruh kebutuhan bawang putih nasional dipasok dari petani lokal di dataran-dataran tinggi di sejumlah daerah. Namun, saat ini, sebanyak 95% dari 400.000 ton kebutuhan per tahun harus diimpor.

Direktur Budidaya dan Pasca Panen Sayuran Kementerian Pertanian (Kementan), Yanuardi mengungkapkan, ketergantungan bawang putih impor dimulai saat impor komoditas tersebut dibuka lebar pada tahun 1996. "Setelah dibuka bebas, langsung banjir bawang putih murah dari China. Karena kalah harga jauh, jelas produksi mereka lebih murah, akhirnya petani rugi. Dampaknya orang malas tanam lagi, dari situ sampai saat itu akhirya kita mulai ketergantungan pada impor," katanya.

Yanuardi mengungkapkan, pasca 1996, di saat bersamaan petani bawang putih mulai beralih ke tanaman lain, bawang putih asal Negeri Tirai Bambu mulai menggantikan bawang putih lokal di pasaran. "Puncaknya mungkin 1998 sudah susah sekali cari bawang putih lokal. Makanya impor dibuka lebar-lebar ini dampaknya besar sekali, karena rugi terus mulai petani mati suri. Sampai sekarang nggak mau tanam lagi," ujarnya.

Dia menuturkan, sebelum mulai menghilang, sentra-sentra bawang putih tersebar di beberapa wilayah berhawa sejuk seperti Malang, Karanganyar, Tasikmalaya, Wonosobo, dan Simalungun. "Dulu saat masih jaya-jayanya, kaya orang-orang petani bisa beli mobil sama naik haji dari bawang putih di Malang, sekarang kalau mau tanam rugi, kalah dulu sama bawang putih China," pungkas Yanuardi.

No comments:

Post a Comment