Dalam aturan yang tertuang pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, WNA pemegang izin tinggal di Indonesia dapat memiliki rumah atau hunian berupa rumah tunggal hingga satuan rumah susun.
Dimana kepemilikan atas hunian tadi bisa dilakukan dengan membeli rumah tunggal di atas tanah Hak Pakai atas Tanah Negara atau membeli rumah dengan sertifikat hak pengelolaan atau hak milik. Tak hanya itu, para WNA juga diperbolehkan membeli rumah susun di atas tanah dengan sertifikat Hak Pakai atas tanah Negara atau Hak Pengelolaan.
"Sudah saya tanda tangani dan ini menjadi tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2015," ujar Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan seperti dikutip dari laman Kementerian ATR/BPN, Senin (18/4). Mengacu pada bunyi Pasal 1 ayat (3) Permen ATR/BPN No.13/2015, orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat membeli rumah tunggal di atas tanah Hak Pakai atau Hak Milik yang dilakukan berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai di atas Hak Milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah antara Orang Asing dan Pemegang Hak Milik.
Ada pun persyaratan atas pembelian rumah tunggal atau satuan rumah susun haruslah merupakan pembelian unit baru berupa bangunan anyar yang dibeli langsung dari pihak pengembang atau pemilik tanah dan bukan merupakan pembelian dari tangan kedua. Selain itu, pembelian rumah tunggal atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud merupakan rumah tunggal atau satuan rumah susun dengan harga minimal sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam lampiran Permen 13/2016 disebutkan :
- Rumah tinggal di Jakarta harga satuan termurah dibatasi pada angka Rp10 miliar.
- Sedangkan untuk wilayah Banten, Jawa Barat dan Jawa Timur dipatok pada batas minimal Rp5 miliar;
- Sementara di kawasan Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali, harga minimal satuan rumah dipatok pada angka Rp3 miliar.
- Ada pun untuk wilayah Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan harga minimal berada di angka Rp2 miliar dan daerah lainnya di luar daerah-daerah tersebut Rp1 miliar.
- Jakarta dipatok pada Rp5 miliar;
- Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta Rp1 miliar;
- Jawa Timur Rp1,5 miliar;
- Bali Rp2 miliar;
- Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan masing-masing Rp1 miliar;
- dan daerah lainnya Rp750 juta.
"Ini bagian kemudahan perizinan. Kita berikan percepatan, ketepatan dan kepastian bagi investor," cetus Ferry. Real Estate Indonesia (REI) menyatakan adanya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang merinci harga minimal pembelian properti untuk orang asing di Jakarta dinilai tidak memiliki efek signifikan karena harga ditetapkan terbilang tinggi.
Seperti diketahui, dalam aturan yang tertuang pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, WNA pemegang izin tinggal di Indonesia dapat memiliki rumah atau hunian berupa rumah tunggal hingga satuan rumah susun.
Dalam aturan tersebut, dirinci patokan harga pembelian properti yang boleh dimiliki oleh WNA yang berbeda di tiap wilayah Indonesia. Untuk wilayah DKI Jakarta, harga rumah tinggal yang dapat dimiliki orang asing harus lebih dari Rp10 miliar untuk rumah tunggal dan Rp5 miliar untuk rumah susun. Ketua REI, Eddy Hussy mengatakan, untuk di wilayah DKI Jakarta yang harga propertinya tertinggi di Indonesia, nilai yang dipatok oleh BPN terbilang tinggi. Ia mengaku, dengan patokan harga tersebut, properti yang bisa dibeli terbilang terbatas di beberapa area premium saja.
“Untuk apartemen di Jakarta yang harganya di atas Rp5 miliar, saya kira tidak banyak ya. Paling dari 10 proyek hanya ada dua proyek yang harga per unitnya di atas Rp5 miliar di prime location,” katanya. Hal itu, lanjutnya, juga berlaku untuk patokan harga properti segmen rumah tapak di wilayah DKI Jakarta yang ditetapkan di angka minimal Rp10 miliar. Menurutnya, harga sebesar itu terbatas di kawasan elit Jakarta.
“Rumah dengan harga minimal Rp10 miliar itu terbatas. Mungkin di daerah Menteng, Senopati, Kemang, atau Pondok Indah masih ada beberapa,” jelas Eddy. Selain itu, Eddy menilai kondisi tingkat daya beli yang masih lesu pada beberapa tahun terakhir membuat aturan itu agak memberatkan penjualan properti di Jakarta. Ia menilai daya beli WNA pun masih terbatas untuk bisa menjangkau properti di harga tersebut.
“Saya kira daya beli WNA tidak setinggi itu untuk harga yang dipatok di Jakarta,” katanya. Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan mengatakan aturan kepemilikan hunian bagi orang asing dikeluarkan untuk mendorong iklim investasi di Indonesia. Menurut Ferry selama ini investor asing membutuhkan fasilitas perumahan untuk mendukung bisnis mereka di Indonesia.
"Ini bagian kemudahan perizinan. Kita berikan percepatan, ketepatan dan kepastian bagi investor," jelasnya. Ferry menjelaskan, kepemilikan dapat berupa rumah tunggal ataupun rumah susun dan hanya diberikan kepada orang asing yang memiliki izin tinggal di Indonesia. Selain itu pembelian hanya berlaku untuk pembelian baru langsung dari pengembang atau pemilik tanah, bukan pembelian dari tangan kedua.
"Harus yang baru agar ada semangat membangun dan pasar properti tumbuh," kata Ferry. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
Mengacu pada regulasi yang merupakan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia tersebut, pemerintah sedianya memperbolehkan WNA untuk menjadikan rumah yang dibeli sebagai jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
"Kita kasih waktu setahun untuk mengembalikan. Tidak boleh disewakan, kalau ditemukan akan kita cabut haknya," ujar Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan seperti dikutip dari laman Kementerian ATR/BPN, Senin (18/4). Dalam hal rumah tunggal dengan Hak Pakai di atas Hak Milik, pembebanan hak dilakukan dengan persetujuan dari pemegang Hak Milik.
Sedangkan dalam hal rumah tunggal atau Satuan Rumah Susun dengan Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan, pembebanan hak dilakukan dengan persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.
Jika mengacu pada Pasal 5 Permen ATR/BPN 13/2016 ini ditegaskan, hak atas rumah tempat tinggal atau hunian Orang Asing dapat beralih dan/atau dialihkan kepada pihak lain. “Dalam hal peralihan sebagaimana dimaksud karena waris dan ahli waris merupakan Orang Asing, Orang Asing, ahli waris harus mempunyai izin tinggal di Indonesia,” bunyi Pasal 5 ayat (2) Permen tersebut.
Pun untuk Orang Asing atau ahli waris yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang hak, maka dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
“Keterangan mengenai Orang Asing/Ahli Waris yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang hak karena meninggalkan Indonesia atau tidak lagi mempunyai izin tinggal, diperoleh dari Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia,” bunyi Pasal 6 ayat (2) Permen tersebut.
Sementara jika dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud, hak atas rumah dan tanahnya tersebut belum dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat, maka rumah dan tanahnya: a. di lelang oleh Negara, dalam hal dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara; dan b. menjadi milik pemegang Hak Milik atau Hak Pengelolaan, dalam hal rumah tersebut dibangun di atas tanah berdasarkan perjanjian.
“Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 9 peraturan yang ditandatangani oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional pada tanggal 21 Maret 2016 itu. Real Estate Indonesia (REI) menilai adanya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang baru tentang kepemilikan hunian bagi orang asing kurang menarik bagi pasar properti karena tidak bisa disewakan kembali.
Ketua REI, Eddy Hussy mengatakan sebenarnya inisiatif pemerintah untuk memperjelas aturan kepemilikan properti bagi Warga Negara Asing (WNA) adalah hal yang patut diapresiasi. Namun, ia menilai terdapat poin aturan yang dinilai membuat industri properti kurang menarik.
“Adanya peraturan bahwa properti yang dimiliki tidak boleh disewakan, saya kira membuat hal ini kurang menarik bagi WNA,” ujarnya . Eddy menjelaskan, WNA memiliki kecenderungan untuk meninggalkan Indonesia guna mengurus kepentingan administrasi ataupun bisnisnya di luar negeri. Hal itu, lanjutnya, membuat WNA ingin tetap memperoleh hasil dari kepergiannya.
“Orang asing kan sering bepergian untuk urusan bisnis dan sebagainya. Makanya kalau dia beli di Indonesia tapi tidak bisa disewakan ya sama saja tidak menarik,” kata Eddy. Ia menambahkan, setiap orang tidak ingin mempunyai aset yang tidak menghasilkan jika tak terpakai. Hal itu, lanjutnya, membuat peraturan kepemilikan properti untuk orang asing tersebut kurang menarik bagi calon pembeli.
“Kalau untuk yang tidak boleh disewakan akan menjadi kurang menarik ya. Karena kan orang beli harapannya agar mudah dilepas atau disewakan jika tidak digunakan,” jelasnya. Seperti diketahui, dalam aturan yang tertuang pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, WNA pemegang izin tinggal di Indonesia dapat memiliki rumah atau hunian berupa rumah tunggal hingga satuan rumah susun.
Kendati berstatus hak pakai, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan menegaskan bahwa investor asing tidak akan dipersulit dalam mengajukan perpanjangan, selama mereka masih melakukan bisnis di Indonesia, perpanjangan kepemilikan dapat dilakukan.
Hunian juga dapat diwariskan kepada orang asing yang memiliki izin tinggal di Indonesia. Namun apabila orang asing ataupun ahli waris tidak lagi memiliki izin tinggal atau meninggalkan Indonesia, maka pemerintah memberikan jangka waktu 1 tahun agar hunian tersebut dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Selain itu, properti tersebut tidak boleh disewakan lagi.
"Kita kasih waktu setahun untuk mengembalikan. Tidak boleh disewakan, kalau ditemukan akan kita cabut haknya," ujarnya dalam keterangan resmi.
No comments:
Post a Comment