Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekecewaannya soal data yang disuguhkan oleh berbagai Kementerian/Lembaga (K/L), yang cenderung berbeda-beda. Padahal data sangat penting dalam pengambilan keputusan. "Dari sejak masuk istana sampai sekarang kalau saya ingin misalnya data kemiskinan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ada, Kementerian Sosial (Kemensos) ada, BPS (Badan Pusat Statistik) ada. Datanya? Berbeda-beda," ujar Jokowi, saat pencanangan sensus ekonomi 2016 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/4/2016).
Contoh lainnya adalah data produksi dan kebutuhan beras. Tiga data yang dipergunakan, pertama data Kementerian Pertanian (Kementan), kedua data Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan ketiga data Badan Pusat Statistik (BPS). Ketiga data instansi tersebut juga tidak ada yang sama. Sehingga menyulitkan pengambilan keputusan terkait dengan impor beras. Sementara masyarakat menunggu keputusan, agar harga bisa kembali stabil.
"Data mengenai misalnya produksi beras kita, beda-beda semua. bagaimana saya memutuskan untuk tidak impor, kalau datanya meragukan, Kementan seperti ini, Kemendag seperti itu, BPS seperti ini, lapangannya saya lihat berbeda lagi," paparnya. Hal yang serupa juga terjadi pada data ketenagakerjaan. Data antara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), dengan BPS juga berbeda jauh. Begitu juga dengan data potensi usaha dan data lainnya.
"Ini yang sering kita memutuskan tidak tepat," tukasnya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) kecewa karena data ekonomi yang selama ini disuguhkan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) berbeda-beda. Padahal data tersebut penting untuk pengambilan keputusan. Menko Perekonomian, Darmin Nasution, mengakui adanya data berbeda dari instansi lain menimbulkan keraguan. Apalagi masing-masing instansi memiliki kepentingan yang terkadang berbeda-beda.
"Harusnya hanya data BPS saja, supaya jangan terpengaruh dari kepentingan kementerian," tegas Darmin di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/4/2016). Maka dari itu, landasan data yang dipergunakan hanyalah berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Masing-masing K/L tidak perlu lagi melakukan survei. Data yang selama ini sudah ada, diharapkan bisa disatukan dengan data BPS.
"Berbagai data yang selama ini masih berbeda antar kementerian, itu mulai sekarang harus disatukan, data dari BPS. Bukan dari masing-masing kementerian," paparnya. Menurut Darmin ini tentunya berlaku untuk semua data. Baik pertanian, perindustrian, perdagangan, tenaga kerja, kemiskinan, dan yang lainnya. "Sehingga, dalam pengambilan keputusan dan kebijakan itu menjadi lebih akurat," tegas Darmin. Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak ingin lagi menerima data yang berbeda-beda untuk pengambilan keputusan. Data yang dipegang dan menjadi landasan oleh pemerintah hanyalah yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).
"Ini yang mulai sekarang saya tidak mau lagi. Urusan data, pegangannya hanya satu sekarang di BPS," kata Jokowi, saat pencanangan sensus ekonomi 2016 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26 /4/2016). Akan tetapi, Jokowi mengingatkan, agar BPS juga akurat dalam pengumpulan data. Data tersebut juga akan ditinjau kembali untuk melihat kebenarannya dari berbagai hal.
"Satu data sekarang yang kita pakai BPS. Tapi kalau tidak bener juga hati-hati, hati-hati. Saya akan kroscek, entah cara ambil sampel, entah pencarian data lapangannya tidak serius," jelasnya. Menurut Jokowi, peran BPS sangat penting ke depannya dalam pengambilan keputusan strategis pemerintah. Maka dari itu harus ada sinergi yang kuat untuk menghasilan data yang akurat. "Peran krusial dari BPS, data yang akurat akan lahir kebijakan yang baik, karena datanya detil dan akurat," terang Jokowi.
No comments:
Post a Comment