Keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekan bunga kredit perbankan sampai di bawah 10 persen tahun ini dinilai Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo cukup sulit untuk direalisasikan. Agus menilai penurunan suku bunga kredit bergantung kepada banyak faktor.
"Kalau hal itu (single digit) saya tidak ingin menjanjikan karena sekarang Indonesia mempunyai perkembangan yang baik, tapi hal ini tergantung pada ekonomi domestik," kata Agus, Jumat (22/4).
Saat ini BI mengganjar suku bunga acuan pada level 6,75 persen dan 7 Days Reverse Repo rate di level 5,5 persen. Perkembangan ekonomi domestik seperti inflasi dan aliran dana masuk (capital inflow) akan menjadi perhatian bank sentral dalam menentukan kebijakan moneternya.
"Misalnya ekonomi domestik kita inflasi diperkirakan 4 plus minus 1 persen. Kalau kemudian jatuh lebih dari 5 persen tentu itu membuat situasi yang berbeda," kata Agus. Secara industri, perbankan dalam negeri secara perlahan sudah mulai menurunkan suku bunga baik itu simpanan dan pinjaman. BI mencatat pada kuartal I suku bunga kredit audah turun 13 basis poin (bps) dan deposito susah turun 37 bps.
"Tentu ini adalah satu transisi yang sedang dijalankan oleh perbankan," jelasnya. Kendati demikian, BI memproyeksikan pertumbuhan kredit akan meningkat di semester II setelah sebelumnya di semester I pertumbuhan kredit masih berada di bawah 10 persen. Ia menyebut pertumbuhan kredit tahun ini bisa di kisaran 11-14 persen.
"Kalau di semester II diharapkan ekonomi lebih baik karena swasta lebih bergerak. Itu membuat kesempatan ekonomi tumbuh dan memerlukan fasilitas kredit akan di atas 10 persen," jelasnya.
No comments:
Post a Comment