Sedikitnya lima perusahaan asuransi jiwa di Indonesia melakukan praktik persaingan usaha tidak sehat dalam memasarkan produk asuransi yang dilego lewat perbankan (bancassurance). Bentuk penyimpangan yang dilakukan, antara lain melakukan perjanjian eksklusif yang membuat bank atau penjual asuransi produknya menawarkan produk milik perusahaan asuransi lain.
Togar Pasaribu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengatakan, praktik ini sudah terjadi beberapa tahun belakangan dan masih berlangsung hingga saat ini. "Kira-kira 10 persen dari seluruh perusahaan asuransi jiwa di Indonesia melakukan praktik ini, memonopoli dengan gimmick perjanjian eksklusif. Praktiknya banyak dilakukan oleh perusahaan asuransi jiwa patungan (joint venture)," ujarnya.
Saat ini, total perusahaan asuransi jiwa di Indonesia, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tercatat sebanyak 54 perusahaan, baik perusahaan asuransi jiwa patungan (joint venture) maupun perusahaan asuransi jiwa lokal. Menurut Togar, perjanjian eksklusif antara perusahaan asuransi jiwa dengan bank yang ditunjuk menjadi mitra mereka dilakukan karena arahan induk usaha di luar negeri.
Kemudian apabila bank yang menjadi mitra penjualan asuransi sudah memiliki kerja sama dengan perusahaan asuransi lain, maka perusahaan tersebut akan memintanya memutus kerja sama itu. "Karena eksklusif, mereka maunya bank mitra hanya jual produk mereka," terang Togar.
Jangan heran, jika OJK merilis aturan main yang akan membatasi gerak-gerik pemasaran bancassurance. Melalui rancangan Surat Edaran OJK (SE-OJK), produk turunan dari Peraturan OJK (POJK) Nomor 23/POJK.05/2015, regulator berupaya menertibkan praktik tak sehat ini.
Dalam aturan tersebut, OJK merinci ketentuan umum mengenai bancassurance, persyaratan perusahaan asuransi yang menawarkan bancassurance dan model bisnisnya, termasuk juga aspek perlindungan terhadap konsumen. Poin-poin yang diatur, antara lain larangan melakukan perjanjian eksklusif dalam memasarkanbancassurance, produk yang dijual hanya memberikan proteksi, dan berjangka waktu sama dengan jangka waktu produk perbankan.
Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, seperti dikutip dalam situs resmi OJK menuturkan, saat ini, OJK masih dalam tahap meminta tanggapan dari masyarakat. Jika tidak ada tanggapan, regulator dapat meneruskan prosesnya menjadi SE-OJK dalam waktu dekat.
Dua tahun lalu, OJK menggembar-gemborkan bahwa telah terjadi praktik persaingan usaha tidak sehat dalam pemasaran bancassurance. Ketika itu, OJK berjanji akan menertibkan aturan main dalam memasarkan bancassurance.
Kekhawatirannya, praktik semacam ini akan berbuntut menimbulkan peluang perusahaan asuransi tidak transparan dalam menghitung biaya. Ujung-ujungnya akan merugikan nasabah yang menjadi pemegang polis itu sendiri. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merancang aturan main baru terkait pemasaran bancassurance atau produk asuransi yang dijual melalui kerja sama dengan perbankan. Beleid baru itu berbentuk Surat Edaran OJK (SE-OJK) tentang Bancassurance.
Dalam aturan tersebut, OJK secara rinci menjelaskan ketentuan umum mengenai bancassurance, persyaratan perusahaan asuransi yang merilis bancassurance, dan model bisnis bancassurance, termasuk aspek perlindungan konsumennya.
Seperti dikutip dari situs resmi OJK, rancangan aturan main bancassurance ini merupakan turunan dari Peraturan OJK (P-OJK) Nomor 23/POJK.05/2015. Namun, perlu diatur lebih lanjut mengenai saluran pemasarannya melalui kerja sama dengan bank dalam SE-OJK. Poin yang diatur, antara lain perjanjian bancassurance dilarang dilakukan secara eksklusif. Selain itu, produk yang dijual hanya memberikan proteksi, dan berjangka waktu sama dengan jangka waktu produk perbankan.
Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK mengatakan, saat ini OJK masih dalam tahap meminta tanggapan masyarakat. Apabila tidak ada tanggapan berarti, regulator dapat meneruskan prosesnya menjadi SEOJK dalam waktu dekat.
Tepatnya dua tahun silam, OJK mengendus praktik persaingan bisnis tidak sehat dalam pemasaran bancassurance. OJK mensinyalir, terjadi praktik monopoli menggunakan gimmick kerja sama eksklusif yang dilakukan beberapa perusahaan asuransi dengan bank. Ketika itu, Dumoly F Pardede, Deputi Komisioner Pengawas IKNB OJK melihat kerja sama pemasaran bancassurance dilakukan antara bank asing dengan perusahaan asuransi asing, bank BUMN dengan perusahaan asuransi BUMN, dan sebagainya.
Kekhawatirannya, praktik semacam ini bukan cuma menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat, melainkan juga menimbulkan peluang menjadi tidak transparan. "Ini akan merugikan nasabah yang menjadi pemegang polis itu sendiri," terang dia
No comments:
Post a Comment