Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (koefisien gini/ gini ratio) September 2015 sebesar 0,4 atau turun 0,01 poin dibanding Maret 2015, 0,41. "Artinya terjadi perbaikan pemerataan pendapatan," ujar Kepala BPS Suryamin di kantornya, Jakarta, Senin(18/4).
Suryamin mengungkapkan distribusi pengeluaran per kapita sekitar 40 persen kelompok masyarakat berpengeluaran terendah meningkat 0,35 persen dari 17,1 persen pada Maret 2015 menjadi 17,45 persen dari total pengeluaran September 2015.
Selain itu, distribusi pengeluaran perkapita untuk golongan 40 persen masyarakat berpengeluaran menengah juga mengalami peningkatan dari 34,65 persen menjadi 34,7 persen. "Selanjutnya, terjadi penurunan distribusi pengeluaran perkapita untuk 20 persen masyarakat berpengeluaran tinggi dari 48,25 persen menjadi 47,84 persen," ujarnya.
Berdasarkan daerah, koefisien gini daerah perkotaan tercatat turun 0,01 poin dari 0,43 persen pada Maret tahun lalu menjadi 0,42. Sementara, gini ratio daerah pedesaan September 2015 sama dengan Maret 2015 tetap sebesar 0,33.
Berdasarkan provinsi, gini ratio tertinggi tercatat di Provinsi Papua Barat sebesar 0,43. Sementara, gini ratio terendah di Provinsi Bangka Belitung 0,27 persen. "Ada beberapa propinsi yang (gini ratio-nya) di atas nasional yaitu DIY gini ratio-nya 0,42, DKI 0,42, Jawa Barat 0,43, dan Papua Barat 0,43," ujarnya.
Suryamin merinci, beberapa faktor yang mempengaruhi perbaikan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk selama perido Maret hingga September 2015. Pertama, kenaikan upah buruh pertanian sebesar 1,21 persen dari Rp46.180 pada Maret 2015 menjadi Rp46.739 pada September 2015.
Kedua, kenaikan upah buruh bangunan dari Rp79,657 pada Meret 2015 menjadi Rp80.494 pada September 2015 atau naik 1,05 persen.
Berikutnya, berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), terjadi peningkatan jumlah pekerja baik pekerja bebas pertanian dan non pertanian dari 11,9 juta orang pada Februari 2015 menjadi 12,5 juta orang pada Agustus 2015.
"Selanjutnya, berdasarkan data Susenas, kenaikan pengeluaran kelompok penduduk bawah lebih cepat dibandingkan dengan kelompok penduduk atas pada periode Maret hingga September 2015," ujarnya. Disebutkan Suryamin, kenaikan pengeluaran yang merefleksikan peningkatan pendapatan kelompok masyarakat bawah tidak lepas dari upaya pembangunan infrastruktur padat karya, bantuan sosial, serta perbaikan pendapatan Pegawai Negeri Sipil golongan bawah.
Lebih lanjut, perbaikan ketimpangan pendapatan, juga disebabkan adanya peningkatan migrasi penduduk dari desa ke kota. Berdasarkan proyeksi penduduk, persentase penduduk perkotaan naik dari 52,55 persen pada Maret 2015 menjadi 53,19 persen pada September 2015
"Hal itu mengindikasikan adanya peningkatan migrasi dari desa ke kota yang menyebabkan semakin tingginya upah yang diterima buruh kasar," kata Suryamin. Secara terpisah, Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Sosial Sairi Hasbullah mengungkapkan perolehan koefisien gini September 2015 didapatkan berdasarkan survei terhadap 75 ribu rumah tangga (RT) dari sekitar 52 juta RT di seluruh Indonesia.
Lebih lanjut, Sairi menyebutkan rata-rata pengeluaran per kapita kelompok 40 persen masyarakat terbawah pada September 2015 sekitar Rp410 ribu - Rp420 ribu, rata-rata pengeluaran per kapita kelompok 40 persen masyarakat menengah Rp925 ribu, dan rata-rata pengeluaran per kapita kelompok 20 persen masyarakat tertinggi di atas Rp2,3 juta.
No comments:
Post a Comment