Thursday, April 28, 2016

Baru 3 Bulan, PT Timah Telah Alammi Kerugian Senilai Rp 138 Milyar

PT Timah (Persero) Tbk membukukan kerugian sebesar Rp138,84 miliar selama tiga bulan pertama 2016, meningkat 2.069 persen dibandingkan kerugian periode yang sama tahun lalu Rp6,4 miliar.  Dalam Laporan Keuangan Kuartal I 2016 yang dirilis pada Kamis (28/4) terungkap, kerugian Timah membengkak menyusul merosotnya pendapatan usaha sebesar 5,22 persen bersamaan dengan meningkatnya beban pokok pendapatan sebesar 5,85 persen.

Apabila pada kuartal I 2015 Antam bisa membukukan pendapatan usaha sebesar Rp1,37 triliun, maka pada Januari-Maret 2016 pendapatan yang masuk ke kas Timah susut Rp71,7 miliar menjadi hanya Rp1,3 triliun. Sebaliknya, beban pokok pendapatan Timah justru meningkat dari menjadi Rp1,29 triliun dari sebelumnya Rp1,22 triliun.

Performa negatif keuangan Timah berbanding lusur dengan merosotnya produksi emiten berkode TINS ini. Pada kuartal I 2016, produksi bijih TINS anjlok 48,81 persen menjadi 3.405 ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebanyak 6.653 ton.
Demikian pula dengan produksi logam timah, yang turun 40,42 persen menjadi 4.205 metrik ton (Mton) dibandingkan dengan realisasi produksi kuartal I 2015 yang mencapai 7.057 Mton.

Beruntung masih terjadi kenaikan penjualan logam timah sebesar 8,03 persen menjadi 5.730 Mton dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5.304 Mton. Kendati demikian, harga saham TINS naik sebesar 46,53 persen pada kuartal I 2016, dari Rp505 per lembar saham pada akhir Desember 105 menjadi Rp740 per lembar saham per 31 Maret 2016.

Perseroan menyatakan meski harga timah mulai beranjak naik pada pertengahan Maret 2016, tetapi belum mampu menutupi rendahnya harga sejak awal tahun ini. Untuk itu, Timah akan melanjutkan upaya penghematan guna menekan harga pokok produksi yang maksimal, "sehingga dengan harga logam timah di pasar mulai pulih diharapkan perolehan laba (tahun ini) sesuai target yang diharapkan."

Meski kinerja turun, TINS tetap akan melanjutkan pengembangan bisnis hilirisasi, yang antara lain dilakukan elwat anak usahanya PT Timah Industri yang memproduksi tin solder dan tin chemical.

"Pada akhir tahun 2015 sudah selesai dibangun pabrik intermediate serta pabrik SnCl4, sehingga tidak diperlukan lagi impor bahan baku. Dengan demikian, Perusahaan bisa menekan harga pokok produksi dan membuat harga produk lebih bersaing di pasaran dunia," jelas Timah melalui siaran persnya. PT Timah (Persero) Tbk menargetkan pendapatan sebesar Rp 10 triliun pada tahun depan karena mengharapkan kenaikan harga komoditas logam dan optimistis lini bisnis non-timah menyumbang signifikan.

Sebelumnya, perseroan memasang target pendapatan sebesar Rp 10 triliun pada tahun ini. Namun, target tersebut direvisi turun menjadi Rp 7,5 triliun menyusul anjloknya harga komoditas. “Proyeksi revenue (pendapatan) tahun ini paling tidak Rp 7,5 triliun. Sementara tahun depan bisa Rp 10 triliun,” ujar Direktur Utama PT Timah, Sukrisno, dalam Investor Summit di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (10/11).

Sejak Januari hingga September 2015, kata Sukrisno, Timah telah mencatatkan pendapatan sebesar Rp 5,14 triliun atau naik 13,27 persen dibandingkan dengan perolehan tahun lalu. Sayangnya, hal itu diikuti oleh beban pokok pendapatan yang juga meningkat menjadi Rp 4,63 triliun, dari Rp 3,3 triliun.

Di sisi lain, lanjutnya, harga logam menyentuh US$ 16.516 per ton pada kuartal III 2015 atau rata-rata turun 27,14 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sukrisno menyebut perlambatan ekonomi Amerika dan China sebagai menyebabkan permintaan turun dan menurunkan harga komoditas.

“Saya harapkan pada tahun depan harga timah bisa naik lagi ke kisaran US$ 20 ribu per ton. Hal itu bisa mendongkrak pendapatan kami,” jelasnya. Sukrisno menyatakan perseroan pada tahun depan bakal mendapat tambahan pendapatan dari bisnis non-timah, seperti dari proyek properti, rumah sakit dan docking atau galangan kapal.

“Tahun depan porsinya jadi 75 persen timah, 25 persen non timah. Kita juga berharap harga timah bakal membaik,” jelasnya. Dia menambahkan, PT Timah juga akan menaikkan belanja modal (capital expenditure/capex) pada tahun depan guna mendanai penambahan beberapa fasilitas produksi.

“Capex tahun depan di atas Rp 1 triliun. Dananya untuk replacement, peralatan produksi dan fuming smelter,” jelasnya. Mengenai asal dana, Sukrisno menyatakan dana capex bakal berasal dari kombinasi antara kas internal dan pinjaman bank. Namun, ia belum menghitung komposisi dana yang bakal digunakan. “Untuk komposisi dana capex masih dihitung. Tapi untungnga kami enggak pernah susah kalu mencari pinjaman bank,” ujarnya.

No comments:

Post a Comment