Thursday, April 14, 2016

KPPU Berhasil Cegah Pembentukan Kartel Minyak Sawit Oleh 6 Konglomerat Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memaparkan sejumlah alasan dalam membuat larangan implementasi kesepakatan Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) oleh enam konglomerasi sawit nasional. Dikutip dari keterangan resmi yang dirilis KPPU, berikut adalah sejumlah pelanggaran prinsip persaingan usaha yang diduga bisa dilanggar oleh enam perusahaan tersebut.

Pertama, berpotensi menghambat pasokan kelapa sawit dari mitra perusahaan anggota IPOP. Pasalnya kesepakatan yang dibuat September 2014 lalu itu mewajibkan anggotanya untuk hanya mengolah kelapa sawit yang memenuhi kriteria high carbon stock (HCS). Sementara, sertifikasi yang dibuat pemerintah yaitu Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) hanya mensyaratkan standar kriteria high conservation value forest (HCVF).

“Terdapat perbedaan yang signifikan antara kesepakatan IPOP dengan sertifikasi ISPO pemerintah. Ini membuka potensi terjadinya hambatan masuk pasar bagi mitra anggota IPOP yang telah memenuhi syarat pemerintah tapi tidak memenuhi standar HCS IPOP,” kata Dendy R Sutrisno, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat KPPU dalam rilis, dikutip Kamis (14/4).

Kedua, pelaku usaha yang tergabung dalam IPOP menguasai pangsa pasar minyak kelapa sawit (CPO) yang besar. Sehingga kesepakatan IPOP jelas memiliki kekuatan pasar yang cukup besar.  Enam perusahaan sawit raksasa di Indonesia yang menyepakati perjanjian IPOP adalah Wilmar International Ltd, Cargill Indonesia, Musim Mas, Astra Agro Lestari, Asian Agri dan Golden Agri-Resources.

“Ada potensi kesepakatan IPOP memiliki posisi lebih tinggi dibanding regulasi pemerintah. Mengingat ini merupakan kesepakatan pelaku usaha, maka IPOP berpotensi menjadi sarana kartel untuk menjadi hambatan masuk bagi pelaku usaha lainnya,” jelasnya. Ketiga, akibat begitu kuatnya potensi kartel yang muncul dari kesepakatan IPOP tersebut yang bisa mengarah ke praktik monopoli, maka KPPU menyatakan kesepakatan IPOP tidak dapat diimplementasikan.

“Karena IPOP ini sudah berlaku efektif dan berdampak negatif terhadap persaingan usaha, maka KPPU akan melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran tersebut,” tegas Dendy Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan menyelidiki dugaan praktik kartel oleh perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang menandatangani kesepakatan Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP).
Dendy R Sutrisno, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat KPP menjelaskan perusahaan-perusahaan sawit yang terlibat dalam perjanjian IPOP bisa menjadikan kesepakatan itu sarana untuk melakukan kartel sehingga berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.

"Karena itu, KPPU menyatakan bahwa perjanjian IPOP tidak dapat dilaksanakan," ujar Dendy seperti dikutip dari Reuters, Rabu (13/4).

Indonesia adalah produsen terbesar minyak nabati di dunia. Terdapat enam perusahaan sawit raksasa di Indonesia yang menyepakati perjanjian IPOP pada September 2014, yakni Wilmar International Ltd, Cargill Indonesia, Musim Mas, Astra Agro Lestari, Asian Agri dan Golden Agri-Resources. Kesepakatan itu merupakan komitmen keenam perusahaan dalam menciptakan praktik industri kelapa sawit yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Beberapa kriteria praktik industri sawit yang diatur dalam IPO diantaranya kebun sawit bebas deforestasi (no deforestation), kebun sawit tidak di lahan gambut (no peatland), kebun sawit tidak di lahan yang berkarbon tinggi (High Carbon Stock (HCS), serta rantai pasok yang bisa dilacak (traceability). Implementasi kriteria tersebut dilakukan sejak awal 2015.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) meminta seluruh perusahaan sawit besar di Indonesia untuk melepaskan diri dari kesepakatan IPOP. Pasalnya, kriteria pengelolaan sawit dalam perjanjian tersebut menimbulkan kerugian bagi petani kelapa sawit karena tidak mampu mengadopsi praktik-praktik pengelolaan hutan yang disepakati mereka.

“Saya sudah izin dengan Pak Menteri Pertanian Amran Sulaiman supaya saya dapat menyatakan statement ‘Bubarkan IPOP’. Kalau perusahaan itu masih tetap di IPOP lebih baik keluar dari Indonesia ini,” tutur Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Gamal Nasir dalam konferensi pers bertema ‘Bermartabatlah Sawit Kita!’ di Hotel Aston, Jakarta, Rabu

No comments:

Post a Comment