International Monetery Fund (IMF) mewaspadai risiko utang publik yang melonjak, terutama di negara-negara maju yang menyentuh level tertinggi sejak Perang Dunia II. IMF memperingatkan pemburukan fiskal yang terjadi hampir di seluruh dunia mengancam pemulihan ekonomi global
Vitor Gaspar, Direktur Departemen Urusan Fiskal IMF menuturkan rasio utang publik terhadap PDB meningkat di hampir di seluruh negara di dunia pada 2015 seiring dengan melebarnya defisit fiskal. Bahkan, katanya, utang publik di sebagian besar negara akan semakin meningkat pada tahun ini.
"Salah satu aspek yang kami sangat menekankan adalah persentase utang publik terhadap PDB yang meningkat di setiap sudut dunia," ujar Vitor Gaspar pada Pertemuan Musim Semi IMF 2016 di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (13/4) waktu setempat. Terutama di negara maju, kata Vitor, IMF memperkirakan rasio utang publiknya bakal mencapai sekitar 107,6 persen dari PDB.
"Ini lebih tinggi dari tingkat utang pada saat terjadi Depresi Besar, dan tepatnya rekor tertinggi sejak Perang Dunia II," tuturnya. Sementara di negara berkembang dan negara-negara berpendapatan rendah, lanjutnya, rata-rata defisit di kedua kelompok negara tersebut diperkiraan sekitar 4,5 persen dari PDB pada 2016. Tingkat defisit itu merupakan yang tertinggi sejak 2009, ketika mayoritas negara menggunakan kebijakan fiskalnya untuk merespons krisis keuangan global.
"Bersiaplah untuk bertindak bersama-sama untuk menangkis risiko global," ucap Vitor dalam pidatonya yang disiarkan melalui situs resmi IMF. Untuk itu, IMF mendesak pemerintahan negara-negara maju untuk untuk mengeluarkan paket kebijakan yang komprehensif guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menstimulus sistem keuangan publik. Stimulus fiskal itu dibutuhkan guna mengurangi kerentanan ekonomi global yang tengah menjadi sorotan para pemimpin ekonomi dunia di Washington pada pekan ini.
Dalam pertemuan musim semi IMF tahun ini, delegasi INdonesia dipimpin oleh Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro. Sejumlah agenda terkait kebijakan fiskal, terutama menyangkut isu perpajakan, menjadi isu yang akan dibawa Menkeu dalam forum internasional itu.
Sebelumnya di Jakarta, Menkeu mengatakan pemerintah mematok defisit fiskal dalam APBN 2016 sebesar 2,15 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp 273,2 triliun. Hingga kuartal I 2016, reaslisasinya sudah sebesar Rp143,3 triliun atau 1,13 persen terhadap PDB.
Defisit fiskal tersebut tercipta sejalan dengan realisasi pendapatan negara yang sampai tiga bulan pertama 2016 baru sebesar Rp247,6 triliun atau 13,6 persen dari target 1.822,5 triliun di APBN 2016. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 284 triliun, atau 16,1 persen dari target Rp 1.761,6 triliun.
Di sisi lain, realisasi belanja negara tercatat mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sepanjang kuartal I 2016, negara telah membelanjakan 18,7 persen dari pagu Rp2.095,7 triliun atau Rp 390,9 triliun. Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu Rp 367,7 triliun atau 18,5 persen dari target Rp 1.984,1 triliun.
No comments:
Post a Comment