Friday, April 22, 2016

Opera Software Dijual Ke Perusahaan China Senilai Rp 16 Triliun

Perusahaan yang mengembangkan aplikasi peramban (browser) Opera Software telah menerima tawaran akuisisi US$1,2 miliar atau sekitar Rp16 triliun dari konsorsium China yang terdiri dari perusahaan Internet seperti Beijing Kunlun Tech dan Qihoo 360 Software. Pembeli lainnya adalah perusahaan investasi Golden Brick Silk Road (Shenzhen) dan Yonglian (Yinchuan). Opera berharap langkah ini bisa membawa produknya ke basis pengguna Kunlun dan Qihoo di China, yang pada gilirannya akan menjual produk atau layanan mereka ke pengguna browser Opera.

Bukan hanya itu, Kunlun dan Qihoo juga bisa mendapat keuntungan dari platform iklan mobile dari Opera. Kunlun sendiri fokus pada bisnis penerbitan dan pengembangan game mobile serta distribusi aplikasi. Sementara Qihoo bertindak sebagai penyedia produk keamanan Internet dan mobile.

Opera mengatakan pada bulan Agustus 2015 telah memulai proses "untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan alternatif strategis" untuk perusahaan. Pada Desember lalu, Opera berkata ulasan akan selesai dalam waktu dekat dan segera diumumkan. Perusahaan asal Oslo, Norwegia, ini mengklaim sudah memiliki lebih dari 350 juta pengguna di seluruh dunia. Meski begitu, Opera belum dapat menggoyang pangsa browser mobile yang didominasi oleh Android dan iOS.

Opera mengandalkan teknologi kompresi data yang cepat sehingga bisa menghemat kuota Internet tetapi tetap memuat konten yang cepat di browser. Menurut Net Market Share, hingga Januari 2016, browser mobile Opera Mini memiliki pangsa pasar 7,28 persen secara global. Sementara pangsa Chrome jauh lebih besar, yakni 41,57 persen. Disusul oleh Safari dengan 34,12 persen dan browser default Android sebesar 11,13 persen

Salah satu perusahaan teknologi besar Norwegia, Opera Software, akan jatuh ke tangan perusahaan China. Hal ini membuat sang pendiri, Jon von Tetzchner, sedih atas keputusan itu. Tapi apa daya, ia tak lagi punya kuasa di perusahaan tersebut. Opera mengatakan pada bulan Agustus 2015 telah memulai proses "untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan alternatif strategis" untuk perusahaan. Pada Desember lalu, Opera berkata ulasan akan selesai dalam waktu dekat dan segera diumumkan.

Ternyata, para petinggi Opera menjualnya ke konsorsium China yang terdiri atas perusahaan teknologi Beijing Kunlun Tech dan Qihoo 360 Software. Opera telah menerima tawaran akuisisi atau pengambilalihan sebesar US$1,2 miliar atau sekitar Rp16 triliun. Opera didirikan pada awal era Internet, tahun 1994, oleh Jon yang merupakan pengusaha keturunan Norwegia-Islandia. Sekarang, perusahaan tersebut mengklaim punya 350 juta pengguna browser Opera secara global.

Jon melepas jabatan CEO Opera pada tahun 2010 karena ia berselisih dengan dewan direksi lantaran perbedaan strategi dan arah perusahaan. Ia lalu meninggalkan perusahaan dan menjual seluruh sahamnya senilai US$ 600 juta.

Konflik Jon dengan para petinggi dan pemegang saham sudah terjadi beberapa tahun lalu. Jon selalu menekankan bahwa nilai perusahaan terletak pada teknologi yang dikembangkan. Ia tak sepenuhnya sejalan dengan langkah petinggi dan pemegang saham yang fokus pada iklan digital dan sebagainya, yang kadang tidak mencapai hasil yang diharapkan.

Meski telah meninggalkan perusahaan, Jon mengaku kabar Opera menjual perusahaan adalah "kesedihan" baginya. "Jadi, rumor (pengambilalihan) itu terbukti benar," kata Jon kepada suratkabar Norwegia, Aftenposten. "Saya merasa sedih bahwa Opera berhenti menjadi perusahaan Norwegia. Perusahaan Norwegia lain menghilang."

Kini, Jon memilih jalannya sendiri untuk membangun perusahaan baru Vivaldi Technologies yang mengembangkan produk serupa Opera. Dalam persaingan global Opera harus melewati perjalanan panjang di masa depan karena mereka menghadapi lawan serius seperti Google Chrome dan Apple iOS di pasar mobile, lalu Mozilla Firefox di pasar komputer pribadi. Belum lagi para kompetitor dari perusahaan China.

Menurut Net Market Share, hingga Januari 2016, browser mobile Opera Mini memiliki pangsa pasar 7,28 persen secara global. Sementara pangsa Chrome jauh lebih besar, yakni 41,57 persen. Disusul oleh Safari dengan 34,12 persen dan browser default Android sebesar 11,13 persen.

Opera Software sekarang dipimpin oleh Lars Boilesen sebagai CEO yang dengan tegas berkata bahwa sejumlah pemegang saham mayoritas perusahaan yang mengendalikan 33 persen saham, mendukung pengambilalihan ini dan telah menerima tawaran tersebut. Konsorsium dari China ini membeli selembar saham Opera seharga 71 krone Norwegia atau sekitar Rp112 ribu. "Ada pemikiran strategis yang kuat dibalik akuisisi Opera oleh Konsorsium," kata Lars dalam siaran pers.

Di bawah kepemimpinan Lars, Opera berhasil meningkatkan jumlah pengguna mencapai 10 kali lipat dari 30 juta pada 2009 menjadi 350 juta saat ini. Mereka juga berinvestasi pada bisnis iklan mobile melalui anak perusahaan Opera MediaWorks. Lars yakin konsorsium dari China ini "akan menjadi pemilik yang kuat untuk Opera" karena punya posisi yang kuat dan luas di banyak pasar. Perusahaan-perusahaan China ini juga diyakini Lars akan mendukung upaya kemitraan, inovasi yang lebih baik, dan ekspansi yang lebih cepat.

Visi Opera yang dahulu menyatakan "ingin mendukung dunia agar lebih terhubung dan terbuka" mungkin tampak bertentangan dengan langkah akuisisi yang diambil para investor, karena sekarang perusahaan tersebut dimiliki oleh perusahaan di negara yang terkenal sangat membatasi akses Internet. Di sisi lain, Jon meyakini bahwa Opera bukan dibeli, tetapi dijual oleh pengelola karena sudah empat tahun lalu para eksekutif memulai percakapan dengan investor.

"Ini adalah akhir dari proyek membanggakan yang telah kami bangun. Ini mungkin bukan akhir yang membanggakan. Tapi sekarang saya fokus di tempat lain," tegasnya. Opera Software yang dikenal sebagai penyedia alat peramban Opera baru saja menyepakati aksi akuisisi oleh konsorsium Beijing Kunlun Tech dan Qihoo 360 dengan nilai US$1,2 miliar atau setara Rp16 trilun. Akuisisi ini cukup mengejutkan, apalagi laporan keuangan perusahaan asal Norwegia tak buruk-buruk amat.
Seperti dikutip oleh Reuters, laporan kuartal keempat terakhir, Opera Software meraih keuntungan sebesar US$193.5 juta, atau naik dari kuartal yang sama sebelumnya yakni US$ 154,5 juta.

Opera pun masih berharap keuntungan dari iklan dan sebagainya sepanjang tahun 2016 bisa mendapatkan pemasukan sebesar antara US$ 690 juta sampai denga US$ 740 juta. Dengan kondisi yang masih mendapat pemasukan, mengapa Opera menerima pinangan konsorisum dari China tersebut?

Belum ada jawaban pasti. Namun dengan adanya akuisisi ini, Opera berharap pengguna produknya di China akan semakin banyak, terlebih dengan adanya Qihoo dan Kunlun. Hal ini diharapkan dapat saling mengisi satu sama lain sehingga platform iklan mobile milik opera bisa berkembang.

Aksi akuisisi ini sendiri sudah berhembus sejak beberapa bulan lalu. Opera mengatakan pada Agustus telah memulai proses "untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan alternatif strategis" bagi perusahaan setelah laporan keuangan mereka keluar. Selain Kunlun dan Qihoo, pembeli lain yang masuk dalam konsorsium ini adalah perusahaan investasi Golden Brick Silk Road (Shenzhen) dan Yonglian (Yinchuan).

Saat ini diklaim oleh Opera, mereka sudah memiliki lebih dari 350 juta pengguna di seluruh dunia. Meski begitu, Opera belum dapat mendominasi pangsa browser mobile Android dan iOS. Menurut Net Market Share, hingga Januari 2016, browser mobile Opera Mini memiliki pangsa pasar 7,28 persen. Sementara pangsa Chrome jauh lebih besar, yakni 41,57 persen. Disusul oleh Safari dengan 34,12 persen dan browser default Android sebesar 11,13 persen.

No comments:

Post a Comment