Demi melindungi konsumen dan menegakkan hukum, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali melarang pelaku usaha khususnya toko modern dan ritel memberikan permen sebagai kembalian setelah transaksi dengan uang. "Nanti akan kami surati karena itu (kembalian dengan permen) tidak boleh dan dilarang. Kasihan masyarakat juga," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Dewi Setyowati di Denpasar, Senin (18/4) seperti dikutip dari kantor berita Antara.
Dewi menambahkan, bank sentral dalam negeri tersebut akan melakukan survei dan mengambil sampel penggantian pengembalian uang dengan permen. Ia menjelaskan, biasanya pengembalian dengan permen tersebut dilakukan saat uang kembalian tersebut dalam bentuk pecahan kecil atau uang logam seperti Rp100,Rp200 dan Rp500.
Selain itu, ia menengarai rendahnya pengembalian dengan uang logam dari transaksi di toko modern dan ritel salah satunya memicu kecilnya pemasukan uang logam kembali ke BI. Padahal uang logam itu juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
BI mencatat selama tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap uang logam di Bali sangat tinggi. Bahkan tahun 2015, mencapai 97,2 juta keping dengan nominal mencapai Rp41,8 miliar atau naik 30 persen jika dibandingkan tahun 2014 yang mencapai Rp32,1 miliar.
Namun, Dewi mengungkapkan bahwa selama ini tidak ada aliran uang logam masuk dari perbankan ke Bank Indonesia. Hal yang sama juga terjadi di masyarakat yakni hanya sedikit warga yang menukarkan atau menyetor uang logam ke perbankan.
Lebih lanjut, dari survei BI, hanya 38 persen menggunakan uang logam untuk transaksi sedangkan 62 persen lainnya menyimpan dan mengumpulkan uangnya di tempat khusus seperti celengan, laci dan tempat tertentu.
Untuk diketahui, dalam Pasal Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, disebutkan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.
Selanjutnya dalam Pasal 33 ayat (1) UU Mata Uang juga menyebutkan Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau transaksi keuangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
No comments:
Post a Comment