Sore ini, pemerintah dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan rapat pembahasan RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty. Dalam pembukaan rapat, Jokowi meminta jajarannya menyiapkan instrumen investasi untuk menampung dana yang akan masuk dari luar negeri.
Tax Amnesty ini bertujuan untuk menarik dana warga negara Indonesia (WNI) yang selama ini disimpan di luar negeri, dan tidak dilaporkan pajaknya. Menurut Bank Indonesia (BI), dana yang akan masuk ke dalam negeri mencapai Rp 560 triliun.
"Apabila nantinya RUU sudah disetujui oleh dewan (DPR), saya ingin secepatnya menyiapkan instrumen investasi apa yang harus kita persiapkan apabila arus uang masuk benar-benar berbondong-bondong. Baik investasi portofolio, maupun investasi langsung," kata Jokowi saat membuka rapat di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/4/2016).
Rapat ini dihadiri Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani.
Jokowi pada kesempatan ini juga berharap, Gubernur Bank Indonesia (BI) dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), beserta Menteri Keuangan mempersiapkan instrumen investasi tersebut. "Pada Kepala Bappenas dan Kepala BKPM menyiapkan, dan kementerian lain menyiapkan investasi langsung yang bisa dimasuki apabila arus uang masuk itu berbondong-bondong kembali ke negara kita," ujarnya.
Menurut Jokowi, tax amnesty ini bermanfaat nyata bagi kepentingan nasional, terutama penerimaan negara. Aturan ini bisa memperluas basis pajak Indonesia. "Saya juga memerintahkan kepada Ditjen Pajak agar reformasi perpajakan dilakukan. Selanjutnya penegakan hukum wajib pajak juga terus dilakukan, terutama apabila di kemudian hari ditemukan ketidakbenaran dalam data pengampunan," kata Jokowi.
Perbankan harus siap menampung dana yang besar dari luar negeri saat kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty diberlakukan. Perbankan harus melihat sektor-sektor produktif yang berpotensi untuk menerima dana tersebut. Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, menuturkan dana yang diperkirakan masuk adalah Rp 560 triliun. Bila melalui perbankan, maka posisi rasio kredit terhadap simpanan atau Loan to Deposit Ratio(LDR) akan turun. Sekarang posisi LDR bisa di kisaran 88-90%.
"Kalau dalam bentuk deposito perbankan, yang terjadi LDR menurun dan kalau tidak didukung lending(kredit) akan buat biaya mahal," ungkap Agus, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/4/2016). Maka dari itu perbankan harus bersiap menerima dana tersebut. Khususnya bank persepsi yang nantinya ditunjuk oleh Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, untuk penerima dana, baik repatriasi maupun pembayaran tebusan.
"Kalau perbankannya pintar dan lihat pembiayaan infrastruktur, mau dibikin kapal itu semua kan bisa dibiayai," jelasnya. Selain perbankan, instrumen lain untuk menerima dana tersebut adalah Surat Berharga Negara (SBN), obligasi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan pasar modal. Agus meyakini hal tersebut bisa mendorong perekonomian nasional lebih baik.
"Ini tentu bakal beri dampak positif bagi ekonomi Indonesia," tukasnya. Kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty akan mendorong masuknya dana orang Indonesia yang selama ini parkir di luar negeri. Hal tersebut bisa membuat nilai tukar rupiah menguat drastis terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Akan tetapi bila tidak dikelola dengan baik, maka bisa menjadi ancaman.
"Seiring dengan adanya capital inflow, maka bisa membuat rupiah menguat. Tapi dalam kurun waktu tertentu malah bisa menjadi ancaman," kata Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/4/2016).
Agus mengkhawatirkan, dana yang masuk hanya bertahan sementara di pasar keuangan dalam negeri. Kemudian secara bersamaan justru keluar dan mengancam stabilitas perekonomian Indonesia. "Di Indonesia itu mungkin masuk, terus muter-muter sebentar di pasar keuangan sedikit, terus itu keluar lagi. Keluarnya bersamaan. Sehingga malah menjadi ancaman bagi fundamental," paparnya.
Maka dari itu, Agus menyarankan, agar pemerintah maupun otoritas terkait dapat menyiapkan aturan yang bisa mengunci dana tersebut dalam kurun waktu panjang. Terlebih bila bisa diarahkan langsung investasi ke sektor rill. "Mungkin bisa disetujui, dari tax amnesty, dana repatriasi harus masuk dalam SBN (Surat Berharga Negara) itu bisa dikunci selama 4 tahun atau sekian lama. Biar itu kelihatan jelas uangnya masuk," ungkap Agus
No comments:
Post a Comment