"Situasi di tataran global membawa dampak buruk terhadap perekonomian Indonesia karena adanya sejumlah permasalahan struktural pada perekonomian domestik," ujar Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, dalam acara peluncuran buku perekonomian 2015 di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (28/4/2016).
Apalagi dengan kondisi harga komoditas yang terus merosot. Struktur ekspor Indonesia yang lebih berbasis sumber daya alam memberikan pengaruh signifikan, terutama pada perlambatan kinerja di berbagai sektor perekonomian. "Merosotnya harga komoditas berdampak signifikan pada kinerja ekspor," imbuhnya.
Rupiah melemah cukup signifikan terhadap dolar AS pada tahun lalu. Namun, karena masih tingginya ketergantungan impor bahan baku dalam produk atau kegiatan ekspor menyebabkan sektor industri berorientasi ekspor tidak dapat secara optimal memanfaatkan depresiasi rupiah. Pada sisi lain, kurang berkembangnya sumber-sumber pembiayaan domestik menyebabkan tingginya ketergantungan pada sumber pembiayaan luar negeri. Terutama dalam bentuk arus modal portofolio dan utang luar negeri swasta.
"Kita padahal ketahui bersama bahwa arus modal portofolio dan utang luar negeri swasta sangat dipengaruhi oleh dinamika global dan rentan terhadap fluktuasi nilai tukar," terang Agus. Ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,8%, inflasi pada level 3,35%, defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) 2,06% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Meski demikian Indonesia merupakan salah satu negara emerging markets yang perekonomiannya tetap stabil dan realtif tumbuh tinggi dibandingkan negara lain. Brasil dan Rusia bahkan mengalami resesi," pungkasnya. Perekonomian Indonesia pada 2015 menghadapi banyak tekanan eksternal. Ekonomi tumbuh melambat dengan realisasi sebesar 4,8% dan rupiah melemah cukup signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Dari kondisi tersebut, ada beberapa pelajaran yang mesti menjadi perhatian Indonesia. Pertama, kebijakan makroekonomi diterapkan secara disiplin, hati-hati, konsiten dan tepat waktu, baik fiskal maupun moneter. "Ini menjadi kunci dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, dalam acara peluncuran buku perekonomian 2015 di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (28/4/2016).
Kedua, adalah disiplin kebijakan makroekonomi yang didukung oleh sinergi kebijakan yang kuat antar pemangku kebijakan. Berlaku bagi pemerintah pusat, dan daerah serta BI dan otoritas terkait lainnya. "Kebijakan yang tepat dengan sinergi yang kuat, tidak hanya membawa perekonomian Indonesia dapat melewati terpaan guncangan, tetapi juga menempatkan perekonomian pada posisi yang tepat untuk mendapatkan momentum pertumbuhan," jelasnya.
Ketiga, adalah pentingnya implementasi reformasi struktural dan diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi, termasuk hilirisasi yang dapat memperkuat fondasi perekonomian. Sehingga perekonomianmenjadi lebih berdaya tahan dan tumbuh secara berkelanjutan. "Pelajaran ini menjadi bekal penting karena kami meyakini tidak ada yang kebetulan dan dinamika ekonomi suatu bangsa. Kemampuan kita dalam menarik pelajaran dari masa lalu akan menentukan masa depan ekonomi yang mampu kita bentuk," papar Agus.
No comments:
Post a Comment