Wednesday, April 13, 2016

Pengusaha Kosmetik Ogah Ikut Program Halal Pemerintah

Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi) belum tertarik untuk masuk ke dalam kawasan industri halal yang proses pembentukannya sedang dipersiapkan pemerintah. Asosiasi juga tidak mengharuskan anggotanya memberi label halal pada produknya, terutama bagi perusahaan kosmetik yang berorientasi ekspor.

Ketua Umum Perkosmi, Nurhayati Sibakat mengatakan alur produksi kosmetik dari hulu ke hilir sebenarnya sudah bisa dilakukan secara mandiri oleh masing-masing produsen. Oleh karenanya, produsen kosmetik tidak harus dipaksa untuk berkumpul di satu area tertentu. Hal ini, ujarnya, sangat berbeda dengan proses industri lain, contohnya makanan dan minuman, yang memang membutuhkan integrasi halal dari hulu ke hilir.

"Karenanya, kami pikir tak perlu seekstrim itu untuk membuat kawasan industri halal khusus bagi industri kosmetik. Masalah halal atau tidak halal kan juga tergantung produsennya," jelas Nurhayati ketika ditemui di Kementerian Perindustrian, Rabu (13/4).

Kendati demikian, ia mengakui konsumen di luar negeri saat ini tengah melirik kosmetik halal karena proses produksi dan kualitasnya lebih baik dibanding produk kosmetik yang lain. Menurutnya, preferensi itu muncul karena kosmetik halal tidak diujicobakan kepada hewan dan tidak mengandung alkohol, yang mungkin bisa mengakibatkan alergi pada beberapa konsumen.

Namun, ia mengatakan saat ini Perkosmi masih membidik konsumen domestik sebagai pasar utama, sehingga integrasi proses produksi halal bersama bagi produk ekspor belum terlalu dibutuhkan. Ia mengatakan, 95 persen dari nilai industri kosmetik Indonesia sebesar Rp 60 triliun per tahun masih disumbang dari produk dalam negeri.

Lebih lanjut, ia juga tak pernah memaksa anggota asosiasi untuk menghalalkan seluruh produknya, terlebih bagi berorientasi ekspor. "Dari 500 anggota kami juga ada yang sudah ekspor, namun jumlahnya sangat kecil sekali, dan saya juga tak bisa memperkirakan berapa angkanya," ujar pendiri kosmetik bermerek Wardah tersebut.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Kementerian Perindustrian, Imam Haryono mengatakan pemerintah segera membuat kawasan industri halal agar produksi barang-barang halal menjadi lebih efisien. Produk halal disebutnya akan menjadi unggulan karena memiliki citra yang lebih baik, dan kini konsumen asing juga sudah mulai melirik produk-produk ini.

"Kalau produk dilabeli halal kan kesannya lebih baik, lebih tertangani karena mulai bahan baku sampai packaging distribusinya itu terkontrol semua. Penduduk dunia yang muslim 1,8 miliar penduduk, tapi yang non-muslimnya juga mulai punya persepsi kalau produk halal image-nya memang lebih baik," jelas Imam di Jakarta awal bulan ini.

Selain itu, Indonesia juga ingin menjegal Thailand untuk menjadi lima besar pemasok produk halal global pada 2020. Sebagai informasi, nilai ekspor produk halal dunia pada 2014 mencapai US$ 1,1 triliun, sedangkan nilai produk halal Thailand mencapai US$ 6 miliar.

Menurut data Kementerian Perdagangan, ekspor produk kosmetik dan toilettries Indonesia tercatat sebesar US$ 1,56 miliar pada tahun lalu. Angka ini menurun 7,05 persen jika dibandingkan dengan perolehan tahun sebelumnya US$1,67 miliar.

No comments:

Post a Comment