Sunday, November 14, 2010

BPR Siap Tunda Kewajiban Debitor Korban Letusan Gunung Merapi

Bank Perkreditan Rakyat meminta Bank Indonesia memberi fasilitas berupa penilaian bahwa korban bencana letusan Gunung Merapi merupakan debitor dengan kategori lancar. Selanjutnya, Bank Perkreditan Rakyat siap merestrukturisasi kredit atau menunda kewajiban debitor membayar kredit sesuai waktu.

Tindakan serupa dilakukan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pascagempa di Yogyakarta tahun 2006. Hal itu dilakukan berpedoman pada Peraturan BI Nomor 8/15/PBI/2006 tentang Perlakuan Khusus terhadap Kredit Bank bagi Daerah-daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah DI Yogyakarta Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo) Teddy Alamsyah di Jakarta, Senin (8/11), menjelaskan, efek ekonomi akibat bencana erupsi Gunung Merapi sangat besar.

”Nasabah BPR di Yogyakarta pasti ada yang menjadi korban, dalam arti, kesulitan membayar kredit mereka,” kata Teddy.

Kepala Biro Humas BI Difi A Johansyah menegaskan, PBI Nomor 8/15/PBI/2006 masih berlaku. PBI itu mengatur kelonggaran penetapan kualitas kredit dan pemberian kredit baru kepada debitor yang kena dampak bencana alam. ”Yang kami tunggu sekarang adalah penetapan daerah bencana oleh pemerintah,” ujar Difi.

Direktur Commercial and Business Banking Bank Mandiri Sunarso pekan lalu menyatakan, Bank Mandiri siap mengikuti keputusan BI terkait kredit debitor di daerah bencana. Kredit Bank Mandiri untuk usaha mikro, kecil, dan menengah mencapai Rp 30 triliun. ”Tidak banyak debitor di daerah bencana itu,” katanya.

Adapun Head Marketing Communication Asuransi Astra Buana Laurentius Iwan Pranoto menyatakan belum ada klaim nasabah dari Mentawai ataupun Yogyakarta. ”Saat gempa di Padang tahun 2009, ada klaim karena pabrik hancur,” kata Iwan.

Masih tutup

Teddy menjelaskan, di Yogyakarta terdapat 58 kantor BPR konvensional dan 12 BPR syariah. Beberapa kantor BPR yang terletak di Kabupaten Sleman, yakni di Kecamatan Cangkringan, Pakem, dan Tempel, tak beroperasi sejak awal November.

Teddy, yang juga Direktur Utama BPR Danagung Bakti, memaparkan, sebagian besar debitornya adalah pedagang, peternak sapi, dan petani budidaya. Volume transaksi BPR Danagung Bakti di unit Tempel dan Cangkringan, misalnya, Rp 50 juta per hari untuk tiap unit.

Kredit yang sudah disetujui tetapi belum dibayarkan (outstanding) di kantor Pakem Rp 3,5 miliar dan di unit Pasar Pakem Rp 1 miliar.

Di unit Pasar Pakem, kata Teddy, ada 200 nasabah dengan kredit bermasalah (NPL) nol. Rata-rata debitor memperoleh kredit Rp 10 juta-Rp 12 juta untuk tenor empat tahun.

Sampai Senin, lima kantor cabang pembantu atau kantor kas bank umum tutup. Satu kantor cabang BPR juga masih tutup dan enam kantor pembantu BPR tidak dapat dihubungi.

Guna melayani masyarakat di daerah bencana, Difi menjelaskan, BI menginstruksikan agar perbankan menyiapkan kebutuhan uang tunai dan anjungan tunai mandiri

No comments:

Post a Comment