Sunday, November 14, 2010

Perusahaan Keluarga Rentan Untuk Bangkrut

Keberlanjutan perusahaan keluarga semakin rentan, antara lain, karena konflik kepentingan tidak dikelola dengan baik. Dalam 25 tahun survei The Jakarta Consulting Group, perusahaan keluarga yang masih dipegang oleh generasi keempat tinggal lima persen.

Konsultan Strategis Bisnis The Jakarta Consulting Group AB Susanto mengemukakan hal itu dalam ”Fambiz Conference— Maximizing the Power of Family Business” di Jakarta, Kamis (11/11). Kemerosotan perusahaan keluarga tidak hanya dialami Indonesia, tetapi juga di Amerika Serikat tinggal tiga persen, Australia dan Asia masing-masing 9 persen, serta Eropa 27 persen.

Susanto mengatakan, perusahaan di Indonesia kini semakin banyak dimiliki keluarga, tetapi manajemennya diserahkan kepada kalangan profesional tepercaya. Hal ini yang lebih mampu menghindari kerentanan karena sentuhan emosional dengan anaknya sendiri akan berkurang.

Pakar strategi The Jakarta Consulting Group, Suwahjuhadi Mertosono, mengatakan, dalam suksesi perusahaan keluarga, persiapan calon penerus perusahaan bukan hanya dilihat dari aspek kompetensi, tetapi juga hatinya betul-betul mempunyai komitmen. Tidak bisa diamati sepintas, tetapi butuh waktu dan kepercayaan (trust).

”Calon pengganti juga perlu diupayakan memiliki kemampuan, kenal, dan dekat dengan karyawan supaya dapat mendukung keberlanjutan usahanya,” kata Suwahjuhadi.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang juga pendiri Kalla Group, memandang semua kegiatan pemerintahan, bisnis, ataupun sosial dapat dilakukan dengan metode pola pikir bisnis.

Hampir 90 persen perusahaan selalu dimulai dari bisnis keluarga. Setelah berkembang, pemiliknya bisa saja keluarga, tetapi manajemennya dipegang kalangan profesional. Bisa juga, manajemen perusahaan dipegang oleh keluarga sendiri.

”Saya sering kali marah karena kalangan tertentu selalu mendesak untuk menyerahkan perusahaan kepada kalangan profesional. Ini seolah-olah si pendiri bukan orang profesional di bidang usahanya,” ujarnya.

Falsafah perusahaan

Menurut Jusuf Kalla, batasan perusahaan terbuka dan keluarga terkadang sulit diperlihatkan lagi. ”Tidak mungkin satu garis usaha bisa bertahan sampai 10 turunan. Yang terpenting adalah ’roh’ pendiri tetap menjaga keberlangsungan pengembangan perusahaan itu,” kata Kalla.

Boenyamin Setiawan, pendiri PT Kalbe Farma Tbk, mengatakan, perusahaan keluarga harus memiliki falsafah untuk tumbuh berkembang, survive, dan kuat.

Menurut BRA Mooryati Soedibyo, pendiri PT Mustika Ratu Tbk, perusahaan keluarga tidak mudah untuk bisa bertahan. Yang terpenting adalah sumber daya manusia yang tetap didukung oleh kekuatan pemimpinnya.

”Generasi penerus tidak selalu bisa diserahkan kepada anak pertama. Tidak juga selalu diteruskan oleh anak-anak yang pendidikannya sesuai dengan bisnis utama keluarga. Suksesi selalu ada prosesnya,” kata Mooryati.

Aksa Mahmud, pendiri Bosowa Group, memandang hampir semua perusahaan dibangun dari keluarga, kecuali anak pejabat. Biasanya anak pejabat mendirikan perusahaan bersama teman-temannya. Konflik perusahaan keluarga perlu dikelola dengan baik

No comments:

Post a Comment