”Jangankan usaha mereka yang hancur, kehidupannya saja sudah hancur. Mereka harus mulai dari nol. Karena itu, penghapusan kredit merupakan upaya bijak yang sangat diperlukan para korban bencana,” ujar Syarifuddin di Jakarta, Kamis (18/11).
Menurut dia, pihaknya akan bekerja sama dengan bank pelaksana kredit usaha rakyat untuk mendata debitor yang menjadi korban bencana. Selain itu, pihaknya juga siap mengalokasikan bantuan melalui perkuatan modal bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi.
Berdasarkan data Bank Indonesia, total kredit perbankan yang diberikan kepada debitor yang terkena dampak bencana letusan Gunung Merapi, banjir di Wasior, dan tsunami di Mentawai sebesar Rp 315,717 miliar. Seluruhnya merupakan kredit dengan plafon sampai Rp 5 miliar.
Jumlah itu terinci atas kredit kepada debitor yang kena dampak bencana banjir di Wasior (Papua Barat) Rp 23,2 miliar serta bencana tsunami Mentawai (Sumatera Barat) sebesar Rp 1,127 miliar.
Kredit kepada debitor yang kena dampak bencana letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta) Rp 106,44 miliar.
Di Jawa Tengah, debitor yang kena dampak bencana ada di Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Boyolali dengan jumlah Rp 184,95 miliar.
Kepala Biro Humas BI Difi A Johansyah mengatakan, data dari kantor BI di daerah akan digunakan sebagai data awal untuk menetapkan daerah bencana. Penetapan daerah bencana akan dituangkan dalam bentuk surat keputusan sebagai lampiran Peraturan BI Nomor 8/15/PBI/2006 tentang Perlakuan Khusus terhadap Kredit Bank bagi Daerah-daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam.
Sekretaris Perusahaan PT Bank BNI Putu Bagus Kresna menyampaikan, BNI belum menetapkan kebijakan bagi debitor yang terkena dampak bencana. BNI dapat menggunakan model restrukturisasi kredit seperti saat bencana gempa di Sumatera Barat.
No comments:
Post a Comment