Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) Julius Hosan di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (10/11), mengungkapkan, lazimnya Kementerian Perdagangan (Kemperdag) sudah mematok kuota ekspor setiap menjelang pergantian periode triwulan. Untuk periode tiga bulan pada akhir tahun 2010, mestinya Oktober sudah dipatok.
”Nyatanya, hingga hari Rabu kemarin, belum juga ditetapkan. Lambannya penetapan ini membuat 25 eksportir rotan merugi. Jika usaha rotan mati suri, ribuan petani, pemetik, dan pengepul rotan terancam menganggur,” kata Julius.
Ia menyebutkan, selama ini, untuk setiap periode tiga bulan, Kemperdag mematok rata-rata 4.000 ton kuota ekspor terhadap pasokan dari 25 eksportir rotan jenis non-TSI (taman/sega dan irit). Nilai kuota sebanyak itu setara 5 juta dollar AS atau sekitar Rp 45 miliar.
Jenis non-TSI, biasa disebut rotan alam, hidup endemik di Pulau Sulawesi. Jenis ini mencakup—spesies batang, tohiti, lambang, dan manao—diperuntukkan sebagai bahan mebel atau perabotan rumah tangga.
Adapun rotan jenis TSI hidup di Pulau Kalimantan. Rotan jenis ini tidak diperuntukkan untuk bahan perabotan.
No comments:
Post a Comment