Kepala Divisi Kredit Bank Tabungan Negara Budi Hartono, dalam sosialisasi kebijakan Bantuan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), di Jakarta, Senin (15/11), mengungkapkan, kendala yang ada antara lain ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas harga jual rumah sejahtera tapak di atas Rp 55 juta per unit.
Selain itu, keterbatasan kemampuan nasabah dalam menyediakan uang muka rumah sejahtera serta kesulitan melengkapi surat pemberitahuan pajak tahunan. Kendala lain, keterbatasan persediaan (stok) rumah sejahtera, khususnya rumah sejahtera susun.
Budi mengemukakan, kesulitan konsumen KPR sejahtera bersubsidi dalam penyediaan uang muka rumah diharapkan dapat diatasi dengan mekanisme bantuan pembiayaan dari instansi atau perusahaan tempat bekerja.
FLPP berupa suku bunga tetap selama tenor pinjaman 15 tahun meliputi rumah sejahtera tapak berkisar 8,15-8,5 persen, sedangkan rumah sejahtera susun 9,25-9,95 persen. Selain itu, insentif pajak berupa pembebasan PPN untuk konsumen dan pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) final dari 5 persen menjadi 1 persen untuk pengembang.
Sasaran FLPP adalah masyarakat menengah bawah berpenghasilan Rp 2,5 juta-Rp 4,5 juta per bulan untuk rumah sejahtera susun dan masyarakat berpenghasilan rendah maksimum Rp 2,5 juta per bulan untuk rumah sejahtera tapak
No comments:
Post a Comment