Aspirasi yang menolak revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan kian meluas. Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia meminta pemerintah untuk membatalkan rencana revisi UU Ketenagakerjaan.
Hal ini mencuat dalam Rapat Kerja Nasional Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) pimpinan Jacob Nuwawea di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Senin (22/11).
Rakernas antara lain dihadiri Sekjen K-SPSI Soewarno Sjahery, Ketua Bidang Organisasi K-SPSI Dhiana Anwar, dan pengurus serikat pekerja di bawah payung K-SPSI. Organisasi ini adalah satu dari tiga konfederasi serikat pekerja nasional.
Soewarno menegaskan, revisi UU Ketenagakerjaan akan lebih banyak mengakomodasi kepentingan pengusaha daripada buruh. Substansi revisi UU itu pada akhirnya pengurangan hak normatif buruh.
Dhiana, yang juga anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrat, menambahkan, revisi UU Ketenagakerjaan bukan prioritas pemerintah saat ini. Pemerintah semestinya memperbaiki pengawasan ketenagakerjaan demi menciptakan hubungan industrial yang kondusif.
”Bagi kami, tolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah harga mati. Kami mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah dalam hal ini,” ujarnya.
Setelah sempat batal pada tahun 2006, pemerintah kembali ingin merevisi UU Ketenagakerjaan. Kalangan pengusaha beralasan UU Ketenagakerjaan yang kaku membuat investor enggan berekspansi sehingga lapangan kerja baru sulit terwujud.
Saat menyampaikan pidato kunci kepada 300 peserta Rakernas K-SPSI, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menyatakan, pihaknya menyadari UU Ketenagakerjaan sangat sensitif sehingga di dalam tahap pembahasan saja sudah mengundang berbagai reaksi dari kalangan buruh.
Mennakertrans menegaskan, pemerintah membuka ruang dan waktu yang tidak terbatas bagi semua pemangku kepentingan untuk memberikan masukan.
”Yang terutama sinergi pemangku kepentingan dapat menata Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja baru dengan hubungan industrial yang kondusif,” ujar Muhaimin.
No comments:
Post a Comment