Demikian salah satu pendapat yang berkembang dalam diskusi terbatas Jembatan Selat Sunda, Kamis (18/11), yang dihadiri Guru Besar Riset Operasi dan Optimasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Daniel Rosyid, ahli transportasi dari Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno, budayawan Taufik Rahzen, pengamat transportasi dari Universitas Trisakti Fransiskus Trisbiantara, dan Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Darmaningtyas.
Menetapkan prioritas pembangunan dan anggaran sangat diperlukan, apalagi saat ini banyak infrastruktur yang dibutuhkan di Indonesia yang belum terbangun, selain masih lebarnya ketimpangan pembangunan antara Indonesia Timur dan Barat.
”Jembatan pelintas sungai terbukti membawa manfaat ekonomi regional di kawasan yang dipisahkan sungai, tetapi belum tentu dengan jembatan pelintas selat,” ujar Daniel Rosyid.
Ia menegaskan, pembangunan Jembatan Suramadu dan Barelang, Batam, tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara signifikan. ”Paling yang diuntungkan kawasan di dekat lokasi kaki jembatan,” ujarnya.
Daniel memaparkan beberapa proyek mercu suar di dunia yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian. Proyek tersebut antara lain Millenium Dome di London selalu terlambat. Sementara Eurotunnel penghubung Dover-Calais biayanya membengkak, yakni dari 2.600 miliar poundsterling menjadi 4.650 miliar poundsterling.
”Bila ini terjadi di Indonesia, uang dari mana untuk menutupinya,” kata Daniel.
Pemerintah sebenarnya telah menawarkan skema kerja sama pemerintah dan swasta untuk pembangunan Jembatan Selat Sunda sepanjang 31 kilometer ini. China disebut-sebut berminat menjadi calon investor.
Namun, Taufik Rahzen mempertanyakan motif China menjadi investor pembangunan jembatan itu. ”Jangan sampai kita terperangkap dalam defisit anggaran akibat utang proyek yang begitu besar. Jangan mengulang kehancuran ekonomi Yunani karena utang mereka dalam mempersiapkan Olimpiade,” ujarnya.
Taufik menegaskan, bila Yunani ”jatuh”, banyak negara Eropa memberi dana talangan. ”Sebaliknya, bila Indonesia gagal bayar, China dan negara lain malah senang sebab berkepentingan dengan wilayah ini, begitu pula dengan Laut China Selatan,” katanya.
Djoko menegaskan, ia tak menolak pembangunan Jembatan Selat Sunda. Namun, disarankan agar pembangunan ditunda dan mengalihkan dana ke infrastruktur yang mendesak. ”Apakah penyeberangan Merak-Bakauheni sudah tak mampu?” tanyanya.
Selain itu, lanjut Djoko, tanpa kesiapan infrastruktur jalan di Jawa dan Sumatera, jembatan itu sia-sia. ”Apa pernah dihitung beban di persimpangan Tomang ketika semua kendaraan dari Sumatera masuk Jakarta,” katanya
No comments:
Post a Comment