Tuesday, November 30, 2010

Pedagang Gula Tidak Mau Jual Gula Putih

Para pedagang gula tidak mau menjual gula kristal putih dan lebih memilih menjual gula rafinasi dengan bahan baku gula mentah impor karena memberi keuntungan lebih besar. Akibatnya, gula kristal putih menumpuk di gudang, sementara gula rafinasi membanjiri pasar.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Arum Sabil di Surabaya, Selasa (30/11), mendesak pemerintah melakukan pengawasan peredaran gula rafinasi. ”Gula rafinasi peruntukannya bukan bagi konsumen rumah tangga ataupun industri mikro-kecil, tetapi ke industri besar,” ujar Arum.

Menurut Sekretaris Dewan Gula Indonesia (DGI) Bambang Priyono, sampai 31 Oktober 2010, ada 900.000 ton gula kristal putih menumpuk di gudang. Gula itu sebagian besar milik pedagang.

”Mereka memilih menjual gula rafinasi dulu ke pasaran karena untungnya lebih besar,” kata Bambang. Untuk saat ini memang belum ada masalah karena produksi gula kristal putih nasional turun, tetapi tahun 2011 saat produksi membaik akan menjadi persoalan karena akan tumpang tindih antara gula rafinasi dan gula kristal putih.

Pemicunya karena terjadi perbedaan perhitungan besaran konsumsi. DGI menghitung total konsumsi gula nasional 4,5 juta ton. Namun, pihak lain menghitung 5 juta ton.

Berdasarkan pengamatan, gula rafinasi saat ini banyak dijual bebas oleh pedagang ritel, baik di Jawa maupun luar Jawa.

Importir harus hati-hati

Sekretaris Perusahaan PT Perkebunan Nusantara XI Adig Suwandi menyatakan, para importir gula yang ditunjuk pemerintah untuk mengimpor gula kristal putih sebanyak 450.000 ton hingga saat ini masih terus melakukan pengkajian.

Sementara harga gula di luar negeri cenderung naik.

Pada perdagangan Jumat pekan lalu, harga gula free on board (FOB) untuk pengiriman Maret 2011 mencapai 718,4 dollar AS per ton.

Sedangkan untuk pengiriman Mei 2011 turun menjadi 684,80 dollar AS per ton.

Dengan harga gula rata-rata di atas 700 dollar AS per ton FOB, harga gula di Indonesia mencapai Rp 10.000 per kilogram.

”Ini harga yang masih tinggi. Tahun lalu saja dengan harga impor yang tinggi, kami hampir merugi,” ujar Adig Suwandi.

Apalagi melihat posisi stok gula nasional yang saat ini masih tinggi. Dalam rapat di kantor Menko Perekonomian dua pekan lalu, terungkap bahwa stok gula nasional pada akhir tahun ini mencapai 820.000 ton.

Melihat kebutuhan gula rata- rata nasional 220.000-240.000 ton per bulan, stok gula tersebut bisa untuk memenuhi kebutuhan sekitar 3,5 bulan, setidaknya sampai Maret 2011.

Belum lagi pada April 2011 setidaknya ada lima pabrik gula di Lampung yang mulai menggiling tebu. ”Kalaupun perlu mengimpor, tidak sebanyak 450.000 ton. Mungkin untuk memenuhi kebutuhan 1-1,5 bulan saja,” katanya.

Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Rudi Wibowo menyatakan, Perum Bulog, PTPN IX, X, PTPN XI, PT RNI, Perusahaan Perdagangan Indonesia, yang mengimpor memang harus hati-hati karena harga gula impor terus naik.

No comments:

Post a Comment