Oleh karena itu, materi-materi ajar kewirausahaan di sekolah, terutama di sekolah menengah kejuruan dan politeknik, tak serta-merta akan menghasilkan wirausaha karena mereka tidak bisa dilatih atau dididik.
Hal itu dikemukakan ekonom dan pengusaha dari Amerika Serikat, Carl J Schramm, di Jakarta, Senin (15/6). ”Kita tidak bisa melatih seseorang untuk memiliki karisma. Ada orang-orang tertentu yang memiliki kepribadian senang dengan tantangan serta berani mengambil risiko dan inovatif dan gigih mewujudkan impiannya,” kata Schramm yang juga Presiden dan CEO Kauffman Foundation itu.
Yang bisa dilakukan, lanjut Schramm, adalah melatih atau mendidik seseorang yang memiliki bekal ide dan semangat atau bahkan sudah memulai usahanya sedikit demi sedikit untuk membuat rencana atau strategi usaha. Tujuannya, untuk mengurangi risiko kegagalan usahanya dan memastikan keberhasilan usaha. Jika memiliki rencana atau strategi usaha yang jelas, dipastikan usahanya pun akan berhasil.
Sekolah-sekolah kejuruan akan sangat berguna dalam hal itu. Tidak hanya itu. Para wirausaha yang sukses juga bisa berbagi ilmu dengan siswa di sekolah-sekolah kejuruan.
”Jadi, belum tentu semua orang bisa menjadi entrepreneur karena masih lebih banyak orang yang boro-boro memikirkan inovasi usaha, memikirkan mau makan apa hari ini saja sudah susah,” kata Schramm.
Menjadi seorang wirausaha yang sukses pun, kata Schramm, tidak perlu harus memulai usaha sejak usia muda. Selama ini banyak beredar anggapan keliru bahwa jika ingin sukses, seseorang harus memulai usaha sejak usia 19 atau 21 tahun. Jika tidak, tidak akan pernah berhasil menjadi wirausaha. ”Nyatanya, banyak orang yang memulai usaha justru ketika sudah pensiun,” ujarnya.
Schramm juga mengatakan, kewirausahaan harus dilakukan, bukan sekadar diajarkan. Pendidikan kewirausahaan memang perlu diperkenalkan di sekolah- sekolah untuk menginformasikan kepada siswa bahwa kewirausahaan itu penting dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Schramm menambahkan, kewirausahaan juga untuk membentuk adanya keinginan di dalam diri seseorang untuk bekerja sendiri, bukan bekerja kepada orang lain. Sebab, negara memang butuh meningkatkan jumlah perusahaan-perusahaan baru guna mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, Staf Ahli Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Prof Dr Payaman J Simanjuntak saat berbicara dalam seminar ”Entrepreneurship Solusi bagi Pengangguran dan Kemiskinan” di Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang, Senin, menegaskan, di era globalisasi ini perusahaan-perusahaan besar terbukti selalu mengalami kesulitan menghadapi persaingan yang kian tajam. Sebaliknya, kelompok usaha kecil justru mampu menghadapinya karena lebih lincah, fleksibel, serta cepat mengambil keputusan.
”Tantangan bagi Indonesia adalah mempersiapkan tenaga berkemampuan bekerja mandiri yang merupakan bagian dari kelompok usaha kecil tersebut,” ujar Payaman.
Menurut dia, kewirausahaan adalah sikap dan kemampuan melihat sekaligus memanfaatkan berbagai peluang untuk berusaha. Terkait dengan kehebatan perusahaan kecil dan menengah, Payaman menunjuk contoh ekspor Amerika Serikat dan Jerman yang 50 persen di antaranya merupakan produk perusahaan kecil dengan karyawan kurang dari 20 orang.
Sebaliknya, hanya 7 persen ekspor Amerika Serikat bersumber dari perusahaan besar yang mempekerjakan 500 orang atau lebih.
No comments:
Post a Comment