Monday, November 22, 2010

Sertifikat Lestari Kelapa Sawit Bermakna Strategis

Pemberian sertifikat pengembangan minyak sawit lestari kepada 8.797 petani sawit skala kecil di Sumatera Selatan bermakna strategis bagi pengembangan industri sawit. Sertifikat tersebut meneguhkan bahwa perkebunan kelapa sawit milik petani pun menganut prinsip lestari.

Menurut Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi, Senin (22/11) di Jakarta, setidaknya ada empat hal strategis terkait pemberian sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) kepada petani kecil, yang merupakan petani plasma PT Hindoli di Sumatera Selatan.

Pertama, ini sertifikat minyak sawit lestari dalam format RSPO Smallholder Principles and Criteria pertama di dunia bagi petani kecil.

Kedua, ribuan petani kecil penerima sertifikat itu berada dalam binaan Cargill International, perusahaan komoditas multinasional. Jadi, semakin menguatkan kredibilitas kemampuan petani sawit Indonesia dalam memenuhi standar minyak sawit internasional, yakni termasuk pengembangan minyak sawit berkelanjutan.

Hal strategis ketiga, dengan pemberian sertifikasi minyak sawit lestari kepada petani kecil sekaligus memberi jawaban atas kritik yang tidak berdasar terhadap komoditas minyak sawit. Kritik tersebut menyatakan bahwa perkebunan kelapa sawit tidak memenuhi asas berkelanjutan.

”Hal strategis keempat, pemberian sertifikasi ini sekaligus menjawab keraguan bahwa pengembangan minyak sawit berkelanjutan selanjutnya, yaitu dalam kerangka standar minyak sawit lestari Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang bersifat mandatory, mungkin dan dapat dilakukan,” kata dia.

Di tingkat global, kata Bayu, misi kerja sama minyak sawit yang dilakukan secara bersama-sama oleh Indonesia dan Malaysia telah membawa kemajuan. Utusan Indonesia dan Malaysia telah menemui beberapa Komisioner Uni Eropa dan anggota parlemen Uni Eropa. Kedua lembaga itu menjadi kunci untuk mendapatkan komitmen dari Uni Eropa.

Baik Komisi Eropa maupun Parlemen Eropa akan menerima masukan dari Indonesia dan Malaysia sebagai bahan review atas European Union Renewable Energy Directive (EURED). EURED cenderung bias, menyerang perkebunan sawit, dengan dalih lingkungan, akibat tekanan lembaga swadaya masyarakat.

”Joint mission telah berhasil menunjukkan berbagai fakta yang lebih komprehensif tentang minyak sawit, termasuk kemungkinan untuk mengambil langkah ke WTO (Organisasi Perdagangan Dunia),” ujar Bayu.

Indonesia, kata Bayu, juga akan meningkatkan diplomasi dagang. Hal itu dilakukan dengan mengundang negara-negara produsen dan eksportir sawit dalam pertemuan bersama pada awal tahun 2011. Misi kerja sama RI-Malaysia akan dilanjutkan ke AS

No comments:

Post a Comment