Sunday, November 14, 2010

Harmonisasi Berbagai Sektor Harus Dilakukan Untuk Mengatasi Pasar Tunggal ASEAN

Menghadapi pasar tunggal perbankan di ASEAN tahun 2015, hal mendasar yang harus disiapkan adalah harmonisasi di berbagai aspek. Salah satu harmonisasi adalah dalam hal regulasi dan perizinan. Untuk itu dibutuhkan dialog dengan bank sentral.

Demikian hasil ASEAN Banking Council Meeting ke-40, yang diadakan pasca-ASEAN Banking Conference ke-18 di Nusa Dua, Bali, Jumat (12/11). Sekitar 250 bankir hadir pada acara yang digelar 10-12 November 2010.

Sekretaris Jenderal ASEAN Bankers Association Teh-Kwok Chui Lian menyebutkan, salah satu langkah yang diupayakan ASEAN Banking Association adalah berdialog dengan bank sentral untuk mencapai Pasar Tunggal ASEAN tahun 2015.

Ketua Panitia Pelaksana Abdul Rachman mengatakan, kini masih banyak perbedaan aturan di antara negara ASEAN.

Salah satu yang disorot adalah kepemilikan asing pada bank di suatu negara. Di Indonesia, kepemilikan asing bisa mencapai 99 persen. Di Laos bahkan bisa 100 persen, tetapi di Malaysia maksimal hanya 25 persen.

Begitu pula soal modal minimum bank asing yang akan masuk ke suatu negara, menurut Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional Farid Rahman, sangat bervariasi.

Sigit Pramono, Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional, mengakui masih ada disharmoni di bidang perbankan di antara negara ASEAN. ”Yang paling siap pada 2015, ia yang akan dapat keuntungan,” ujarnya.

Isu lain yang menjadi sorotan adalah soal pemisahan besaran risiko untuk pembiayaan perdagangan, terutama ekspor- impor. Menurut Ketua Komite Cooperation in Finance, Investment, and Trade Ng Kwan Meng, dalam aturan Basel III untuk perbankan, pembiayaan perdagangan diperlakukan sama seperti pinjaman dengan risiko 100 persen.

Kondisi ini merugikan usaha mikro, kecil, dan menengah. Data International Chamber of Commerce menunjukkan, jika aturan ini tidak direvisi, kegiatan pembiayaan perdagangan akan turun 6 persen dan produk domestik bruto dunia turun 0,5 persen.

Bunga LPS

Di Jakarta, Rapat Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan menetapkan tingkat suku bunga maksimal 7 persen untuk simpanan rupiah di bank umum. Untuk simpanan valas, tingkat bunga maksimal 2,75 persen dan tingkat bunga Bank Perkreditan Rakyat maksimal 10,25 persen.

Ketentuan itu berlaku 15 November 2010-14 Januari 2011. Dengan demikian, tingkat suku bunga tetap sejak Agustus 2009.

Menurut Sekretaris LPS Ahmad Fajarprana, alasan penetapan suku bunga itu adalah tidak adanya gejolak pada likuiditas perbankan dengan diberlakukannya giro wajib minimum (GWM) delapan persen oleh BI per 1 November 2010. Sebelumnya GWM lima persen.

”Semula dikhawatirkan terjadi perang suku bunga oleh perbankan pasca-kenaikan GWM. Ternyata tidak terjadi,” katanya.

Inflasi juga lebih rendah daripada bulan sebelumnya. Perekonomian dalam negeri relatif kuat dengan naiknya cadangan devisa, yang kini mencapai 91,7 miliar dollar AS.

No comments:

Post a Comment