Komisaris Independen Bank Permata Tony Prasetiantono ketika dihubungi Selasa (9/11) mengatakan, secara umum utang debitor yang terkena bencana itu perlu di-write off (dihapusbukukan).
Namun, lanjut Tony, sebelum hal itu dilakukan, harus diteliti lebih dulu dengan jeli. ”Apakah debitor tidak bisa membayar (utang) karena bencana ataukah sebelumnya sudah berpotensi macet?” ujarnya.
Menurut Tony, jika memang karena musibah bencana, hal itu perlu dihapusbukukan. Bank harus memilah-milah, rekening mana yang macet karena bencana dan mana yang memang sejak awal sudah berpotensi macet.
”Perlu perlakuan yang berbeda. Namun, sebelum pemutihan (haircut), tentunya ada tahap-tahap yang standar, yaitu diberi kelonggaran jatuh tempo (tenor diperpanjang), penghapusan suku bunga, dan upaya-upaya restrukturisasi lainnya,” ujar Tony.
Hal senada juga diungkapkan pengamat perbankan Krisna Wijaya. Menurut dia, bencana alam termasuk risiko yang tidak bisa dikontrol.
”Bencana alam tidak bisa diramalkan. Jadi, sangat relevan kalau utang debitor yang terkena musibah bencana dihapusbukukan,” ungkap Krisna.
Di tempat terpisah, Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman Hadad mengatakan, BI tidak bisa menghapusbukukan utang debitor. Itu merupakan kebijakan masing-masing bank.
Namun, lanjut Muliaman, BI sudah sejak tahun 2006 mengeluarkan aturan yang memberikan keringanan kepada perbankan untuk melakukan restrukturisasi kredit. ”Soal penghapusan (utang) diserahkan kepada masing-masing bank,” katanya.
Dalam Peraturan BI Nomor 8/15/PBI/2006 tentang perlakuan khusus terhadap kredit bank bagi daerah-daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam, antara lain, disebutkan bank dapat memberikan kredit dan atau penyediaan dana lain baru bagi debitor yang terkena dampak bencana alam.
Ditanya tentang usulan penghapusan utang debitor yang terkena bencana, Corporate Secretary Bank Rakyat Indonesia (BRI) Muhamad Ali menyatakan, ide itu masih berupa pemikiran di BRI.
Menurut Muhamad Ali, akibat letusan Gunung Merapi, sebanyak 22 unit BRI tak beroperasi.
”Saat ini kondisi unit kerja BRI yang tidak operasional adalah BRI Unit yang ada di daerah Yogyakarta, Muntilan, Boyolali, Sleman, dan Klaten,” katanya.
Menurut dia, untuk pekerja BRI dan keluarga yang terkena bencana letusan Merapi dan harus mengungsi, BRI menyiapkan tempat evakuasi khusus untuk pekerja BRI.
Saat ini, ujar Muhamad Ali, BRI masih mendata kerugian akibat bencana karena tidak semua unit BRI di wilayah bencana mengalami kerusakan.
”BRI Unit Sikakap di Mentawai, Sumatera Barat, masih dalam kondisi utuh,” ujarnya.
BRI juga telah menyerahkan bantuan untuk korban bencana alam di Mentawai, Wasior, dan Merapi. ”Hingga kini, BRI telah menyerahkan bantuan uang Rp 414.875.700,” ujar Muhamad Ali.
Untuk Mentawai, bantuan dari BRI telah diserahkan pada Rabu (27/10) melalui Kantor Pusat BRI dan Kantor Wilayah BRI Padang.
Bantuan untuk Wasior sudah disalurkan pada 12 Oktober hingga 20 Oktober 2010. Total bantuan yang diberikan Rp 83.375.700.
Untuk korban Merapi, BRI sudah menyalurkan bantuan senilai Rp 264.500.000. Menurut Muhamad Ali, meski BRI juga mengalami kerugian akibat bencana, pihaknya terus berkonsentrasi membantu korban bencana.
”Ini kewajiban kami terhadap komunitas dan masyarakat. Selama ini BRI terus membuka posko di lokasi pengungsi yang tersebar di Hargobinangun, Stadion Maguwoharjo, Klaten, Muntilan, dan Boyolali,” ujar Muhamad Ali.
No comments:
Post a Comment